jfid – Hamas, kelompok perlawanan Palestina yang berbasis di Gaza, dikabarkan telah melakukan perekrutan anggota di Lebanon sejak awal bulan ini.
Langkah ini menuai kecaman dari sejumlah pihak politik dan pejabat tinggi Lebanon, yang menilai Hamas telah melanggar kedaulatan negara mereka.
Namun, menurut para analis, perekrutan Hamas di Lebanon mungkin tidak akan mengganggu dominasi militer Hizbullah, kelompok Syiah yang berafiliasi dengan Iran, di wilayah selatan Lebanon.
Bahkan, Hizbullah bisa mendapat manfaat dari kehadiran Hamas sebagai sekutu lokal dalam menghadapi Israel.
Hamas dan Hizbullah memiliki hubungan yang naik turun sejak perang saudara Suriah meletus pada tahun 2011.
Hamas meninggalkan markasnya di Damaskus setelah mengecam kekejaman rezim Bashar al-Assad terhadap para demonstran.
Namun, sejak tahun 2017, hubungan kedua kelompok mulai membaik dan mereka mengumumkan adanya “ruang keamanan bersama” untuk “Poros Perlawanan” melawan Israel.
Para analis percaya bahwa Hamas tidak akan berani melakukan ekspansi di Lebanon tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Hizbullah, yang telah menguasai Lebanon selatan sejak beberapa dekade lalu.
Hizbullah juga menghadapi tekanan dari Israel, yang ingin mengusir kelompok tersebut dari wilayah di sebelah selatan Sungai Litani, sesuai dengan Resolusi 1701 Dewan Keamanan PBB yang diadopsi setelah perang tahun 2006.
Di sisi lain, Hamas juga ingin memanfaatkan popularitasnya yang meningkat di kalangan rakyat Palestina dan Lebanon, terutama setelah perang 11 hari dengan Israel pada bulan Mei lalu.
Dengan menumbuhkan kader di Lebanon, Hamas dapat menguatkan posisi politiknya di kawasan dan bersaing dengan rivalnya, seperti Fatah dan Jihad Islam.
Sementara itu, situasi di Gaza dan Lebanon tetap tegang setelah serangan-serangan Israel yang menewaskan ratusan warga sipil dan pejuang Palestina.
Hamas dan Hizbullah telah bersumpah untuk melanjutkan perlawanan mereka hingga Israel mengakhiri blokade dan pendudukan terhadap tanah Palestina.