Di Balik Jeruji Kasih: Pengorbanan Orang Tua Melawan Fenomena Hikikomori di Korea Selatan

unnie
By unnie
4 Min Read
Di Balik Jeruji Kasih: Pengorbanan Orang Tua Melawan Fenomena Hikikomori di Korea Selatan (Ilustrasi)
Di Balik Jeruji Kasih: Pengorbanan Orang Tua Melawan Fenomena Hikikomori di Korea Selatan (Ilustrasi)

Jfid – Fenomena hikikomori, yang mengacu pada individu yang menarik diri sepenuhnya dari kehidupan sosial dan mengisolasi diri di rumah, telah menjadi masalah serius di Korea Selatan.

Dalam upaya menghadapi masalah ini, pengorbanan orang tua menjadi salah satu faktor penting yang patut diperhatikan.

Artikel ini akan membahas pengorbanan orang tua dalam melawan fenomena hikikomori, didukung dengan data dan statistik terkini, serta pandangan dari para ahli.

Hikikomori: Sebuah Fenomena yang Meningkat

Hikikomori pertama kali diidentifikasi di Jepang pada tahun 1990-an, namun kini juga menjadi masalah signifikan di Korea Selatan.

Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan, sekitar 1,2% dari populasi muda di negara tersebut mengalami kondisi ini.

Penyebab hikikomori di Korea Selatan beragam, mulai dari tekanan akademik yang tinggi, hingga ketidakstabilan ekonomi dan masalah keluarga.

Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Korea Institute for Health and Social Affairs (KIHASA), tekanan akademik menjadi faktor utama, dengan 40% dari kasus hikikomori diakibatkan oleh ekspektasi akademik yang tinggi.

Pengorbanan Orang Tua dalam Melawan Hikikomori

Menghadapi fenomena hikikomori bukanlah tugas yang mudah bagi orang tua.

Banyak orang tua yang rela mengorbankan karir, waktu, dan bahkan kesejahteraan pribadi mereka untuk membantu anak-anak mereka keluar dari isolasi.

Berikut adalah beberapa bentuk pengorbanan yang umum dilakukan oleh orang tua:

  1. Pengorbanan Karir: Banyak orang tua yang memilih untuk meninggalkan pekerjaan mereka atau mengurangi jam kerja demi bisa lebih fokus mendampingi anak-anak mereka yang mengalami hikikomori.Menurut survei yang dilakukan oleh Seoul National University, sekitar 25% orang tua dari anak hikikomori mengaku telah mengubah jadwal kerja mereka untuk lebih banyak berada di rumah.
  2. Pengorbanan Finansial: Biaya perawatan psikologis dan terapi sering kali menjadi beban finansial yang berat bagi keluarga.Berdasarkan data dari Korea Institute for Health and Social Affairs, rata-rata keluarga menghabiskan sekitar 3 juta won per tahun untuk terapi dan konsultasi anak-anak mereka yang mengalami hikikomori.
  3. Pengorbanan Waktu: Menghadapi anak hikikomori membutuhkan dedikasi waktu yang besar.Banyak orang tua yang rela menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk berkomunikasi dan mendampingi anak mereka, meskipun hal ini berarti mengorbankan kehidupan sosial mereka sendiri.

Dampak Pengorbanan terhadap Kesejahteraan Orang Tua

Pengorbanan yang dilakukan oleh orang tua dalam menghadapi hikikomori tidak hanya berdampak pada anak-anak mereka, tetapi juga pada kesejahteraan fisik dan mental orang tua itu sendiri.

Studi yang dilakukan oleh Korea University menunjukkan bahwa 60% orang tua dari anak hikikomori mengalami gejala depresi dan stres yang signifikan.

Upaya Pemerintah dan Organisasi Sosial

Pemerintah Korea Selatan telah mengimplementasikan berbagai program untuk membantu keluarga yang menghadapi hikikomori.

Program-program ini termasuk dukungan finansial, layanan konseling gratis, dan inisiatif komunitas untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah ini.

Salah satu contoh inisiatif adalah program “Home Visiting Counseling” yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, di mana konselor profesional mengunjungi rumah keluarga untuk memberikan dukungan langsung.

Kesimpulan

Pengorbanan orang tua dalam melawan fenomena hikikomori di Korea Selatan merupakan salah satu bentuk kasih sayang yang luar biasa.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, dedikasi mereka memberikan harapan bagi anak-anak mereka untuk keluar dari isolasi dan kembali berpartisipasi dalam kehidupan sosial.

Penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus mendukung upaya ini, baik melalui kebijakan yang inklusif maupun inisiatif komunitas yang solid.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email faktual2015@gmail.com

Share This Article