jid – Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 akan menjadi ajang pesta demokrasi terbesar di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk menyelenggarakan Pilpres yang berlangsung setiap lima tahun sekali.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mengusulkan anggaran untuk Pilpres 2024 sebesar Rp 76,6 triliun. Anggaran tersebut telah disetujui oleh DPR bersama KPU dan pemerintah. Anggaran tersebut meliputi anggaran tahun 2022, 2023, dan 2024.
Anggaran untuk tahun 2022 sebesar Rp 8,061 triliun, untuk 2023 sebesar Rp 23,857 triliun, dan untuk 2024 sebesar Rp 44,737 triliun. Anggaran tersebut juga sudah termasuk untuk Pilpres putaran kedua, jika terjadi.
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa anggaran tersebut cukup untuk dua putaran. “Anggaran yang dianggarkan Rp 76,6 triliun. Itu sudah termasuk pilpres putaran kedua,” kata Hasyim kepada wartawan, Minggu (24/9/2023) .
Rincian Anggaran
Anggaran Pemilu 2024 akan dimanfaatkan sebesar 82,71 persen atau sebesar Rp 63,405 triliun untuk kegiatan tahapan pemilu, yakni pelaksanaan tahapan pemilu, honor badan adhoc, logistik pemilu, serta untuk sosialisasi dan pendidikan politik pemilih.
Sementara itu, sebanyak 17,29 persen anggaran atau Rp 13,250 triliun akan dimanfaatkan untuk pembangunan, renovasi atau rehabilitasi kantor maupun gudang, sewa kendaraan operasional untuk 549 satuan kerja atau satker.
Anggaran tersebut juga untuk uang kehormatan komisi, gaji dan tunjangan kinerja pegawai sekretariat KPU di seluruh Indonesia, untuk belanja operasional kantor, dukungan IT peralatan komputer, serta perekrutan KPU provinsi, kabupaten, dan kota se Indonesia .
KPU merinci anggaran Pemilu 2024 itu untuk kebutuhan badan adhoc yakni honor dan operasional kerja badan adhoc sebesar Rp 34,443 triliun atau 44,93 persen dari anggaran. Honor badan adhoc pada 2024 naik cukup signifikan bahkan hampir mencapai tiga kali lipat.
Misalnya, honor KPPS untuk Pemilu 2024 dirancang sebesar Rp 1,5 juta per orang, sebelumnya honor KPPS di 2019 sebesar Rp 550 ribu. Begitu juga, honor PPK di 2019 sebesar Rp 1,8 juta dan di 2024 dirancang sebesar Rp 3 juta, kemudian untuk PPS dari Rp 1,3 juta menjadi Rp 2,45 juta .
Lebih lanjut, anggaran untuk kebutuhan logistik pemilu porsinya Rp 16,017 triliun atau 20,90 persen dari total anggaran. KPU juga membuat pos anggaran untuk alat pelindung diri sebesar 6,07 persen atau Rp 4,652 triliun.
KPU juga menganggarkan untuk Pilpres 2024 putaran kedua. Anggaran itu untuk honor KPPS selama 1 bulan, logistik, pemungutan dan penghitungan suara, serta rekapitulasi penghitungan suara yakni Rp 14,479 triliun atau 18,89 persen dari anggaran .
Jaminan Ketersediaan Anggaran
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga memberi jaminan ketersediaan anggaran jika Pemilu 2024 terjadi 2 putaran. Kemendagri memastikan Pilpres akan dibiayai APBN, sedangkan Pilkada akan dibiayai APBD.
“Anggaran pemilu itu akan dibiayai oleh APBN, dan untuk pilkada akan dibiayai oleh APBD. Untuk lebih jelasnya kebutuhan-kebutuhan anggaran pemilu itu saya sarankan teman-teman untuk ke KPU kebutuhannya untuk apa, detilnya untuk apa,” ujar Kapuspen Kemendagri Benni Irwan kepada wartawan, di kantornya, Rabu (13/9) .
Benni mengatakan bahwa pemerintah bersama DPR mendukung alokasi anggaran untuk pemilu ataupun pilkada. Namun, kata dia, tetap perlu penghitungan yang jelas. Selain itu, jika pemilu berlangsung hingga dua putaran, pihaknya juga akan mendukung hal tersebut. Termasuk membiayai pemilu hingga dua putaran.
“Iya, jika memang itu diperlukan (pemilu dua putaran) mau tidak mau tentu dukung itu bersama-sama,” katanya .
Presiden Joko Widodo juga telah memastikan pemerintah siap mengalokasikan anggaran jika Pilpres 2024 berlangsung dua putaran. Jokowi mengatakan bahwa anggaran tersebut sudah diantisipasi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
“Kalau memang nanti ada dua putaran, ya kita sudah antisipasi di RAPBN 2024. Jadi, tidak ada masalah,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (14/9) .
Jokowi menambahkan bahwa pemerintah akan mengikuti mekanisme yang berlaku sesuai dengan undang-undang. Ia juga mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mengintervensi proses pemilu yang dilakukan oleh KPU.
“Kita ikuti saja mekanismenya seperti apa. Kita tidak intervensi, kita serahkan sepenuhnya kepada KPU,” ujarnya .
Antisipasi Kemungkinan Pilpres Dua Putaran
Pilpres 2024 diprediksi akan berlangsung dua putaran karena tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen di putaran pertama. Hal ini disebabkan oleh banyaknya calon yang muncul dan bersaing di Pilpres 2024.
Beberapa nama yang telah menyatakan atau digadang-gadang maju sebagai calon presiden antara lain Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Puan Maharani.
Selain itu, ada juga nama-nama lain yang berpotensi menjadi calon presiden, seperti Mahfud MD, Budi Gunawan, Moeldoko, Erick Thohir, Nadiem Makarim, dan Sri Mulyani.
Dengan banyaknya calon yang berasal dari berbagai latar belakang politik, sosial, dan ekonomi, maka suara pemilih akan terpecah dan sulit untuk mencapai mayoritas absolut. Oleh karena itu, kemungkinan besar Pilpres 2024 akan memasuki putaran kedua untuk menentukan pemenangnya.
Pilpres dua putaran bukanlah hal baru di Indonesia. Pada tahun 2004, Pilpres pertama kali menggunakan sistem langsung, rahasia, dan umum. Saat itu, ada lima pasangan calon yang bertarung, yaitu Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudohusodo, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Di putaran pertama, tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen. Pasangan SBY-JK mendapat suara terbanyak sebesar 33,57 persen, diikuti oleh pasangan Megawati-Hasyim sebesar 26,02 persen.
Kedua pasangan calon tersebut kemudian bertarung di putaran kedua, yang dimenangkan oleh pasangan SBY-JK dengan perolehan suara sebesar 60,62 persen .
Pilpres dua putaran juga terjadi pada tahun 2009, ketika ada tiga pasangan calon yang maju, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Di putaran pertama, pasangan SBY-Boediono mendapat suara terbanyak sebesar 60,80 persen, tetapi tidak mencapai ambang batas 50 persen ditambah satu suara.
Hal ini disebabkan oleh adanya gugatan dari pasangan Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempersoalkan perhitungan suara.
MK kemudian memutuskan bahwa Pilpres harus dilanjutkan ke putaran kedua, dengan mengubah ambang batas menjadi 50 persen ditambah satu suara dari jumlah pemilih yang hadir. Dengan demikian, pasangan SBY-Boediono harus bertarung dengan pasangan Megawati-Prabowo di putaran kedua, yang kembali dimenangkan oleh pasangan SBY-Boediono dengan perolehan suara sebesar 73,15 persen .
Pilpres dua putaran tidak terjadi pada tahun 2014 dan 2019, karena hanya ada dua pasangan calon yang maju, yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla melawan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada tahun 2014, dan Joko Widodo-Ma’ruf Amin melawan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada tahun 2019.
Di kedua Pilpres tersebut, pasangan Jokowi-JK dan Jokowi-Ma’ruf berhasil memenangkan Pilpres dengan perolehan suara sebesar 53,15 persen dan 55,50 persen .
Pilpres dua putaran memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain adalah memberikan kesempatan kepada pemilih untuk memilih calon yang lebih sesuai dengan preferensi mereka, mengurangi kemungkinan terjadinya kecurangan atau manipulasi suara, dan meningkatkan partisipasi dan kualitas demokrasi.
Namun, Pilpres dua putaran juga memiliki kekurangan, seperti membutuhkan biaya yang lebih besar, memperpanjang proses pemilu yang berpotensi menimbulkan konflik dan ketidakstabilan politik, dan menimbulkan polarisasi dan fragmentasi masyarakat.
Oleh karena itu, Pilpres dua putaran harus diselenggarakan dengan sebaik-baiknya, dengan mengedepankan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan integritas.
Pemilih juga harus menggunakan hak pilihnya dengan bijak, dengan mempertimbangkan visi, misi, program, dan rekam jejak calon. Pilpres dua putaran bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.