Pemuda dan Kehancuran Paling Jahannam

Syahril Abdillah
4 Min Read
lucifer raja musik heavy metal, musik Jahannam (foto: Istimewa)
lucifer raja musik heavy metal, musik Jahannam (foto: Istimewa)

Jurnalfaktual.id, – Di era 60 an, Musik hip-hop dan Rok mini tak bisa menghiasi tanah air. Kala itu, siapa saja pemuda yang menggandrungi musik hip-hop dan Dance dijebloskan ke penjara.

Tak hanya musik-musik barat, seorang gadis yang memakai Rok mini disobek oleh TNI sebagai pengawas sekaligus penjaga dan benteng Negara.

Dengan adanya pergeseran zaman, akhirnya lambat laun, bangsa Indonesia menerima dan mungkin menempatkan budaya asing ditempat paling atas.

Setiap tahun, Sumpah Pemuda diperingati sebagai ruh kebangkitan para Pemuda. Berbagai model dirayakan secara seremoni, namun kebangkrutan identitas, semakin hari semakin kencang melaju.

Budaya game yang Gandrung diminati para pemuda tak bisa dipungkiri sebagai budaya para Pemuda (candu). Selfi adalah puncak dari kebangkitan teknologi camera digital. Facebook, Twitter, Instagram, dibanjiri foto-foto sampah.

Penjajahan digital dalam ruang realitas tak bisa terhindarkan. Bagaimana tidak, manusia Indonesia kini bergantung pada sebuah Teknologi yang ia tak kenal penciptaan nya.

Nasib para pemuda sepertinya ditentukan oleh trah sosial yang dimilikinya. Saya sebagai pemuda yang lahir dari keluarga miskin, merasa iri, dengan Nadim Makarim.

Nadim Makarim sukses dalam bisnis Go-Jek dan diangkat menjadi seorang Menteri di usianya yang ke 35. Sungguh benar, Kesuksesan Nadim Makarim membangun bisnis digital Go-Jek, membawanya menjadi patron yang dicitrakan Pemerintah sebagai keterwakilan Pemuda. Tapi, saya tidak habis berfikir, bagaimana jika seorang Nadim Makarim terlahir dari keluarga Tukang kayu atau kuli di Pasar Senen.

Yang kedua saya sangat iri pada Gibran Rakabuming Raka (Putra Sulung Presiden Jokowi), di usianya yang ke 32 ia pasang badan untuk mencalonkan Walikota Solo. Popularitas nya melebihi dari artis pendatang baru apalagi aktor pembantu.

Gibran Rakabuming Raka yang bergerak di bidang usaha Martabak menjadi sorotan media. Ia bagaikan Sidharta Gautama, yang menjauhi kekuasaan, dan akhirnya pencitraan media runtuh, ketika calon wali kota Solo yang sudah dipersiapkan DPC PDIP sepertinya hambar, ketika Gibran pasang badan untuk mencalonkan Walikota Solo. Wajar, karena Anak Presiden.

Yang ketiga, di usianya yang ke-32 tahun, Angela Tanoesoedibiyo dicitrakan oleh Pemerintah sebagai keterwakilan anak muda dengan di tunjuk sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Saya baru tau, jika gadis 32 tahun itu, adalah anak bos besar Harry Tanoesoedibjo. Bagaimana jika saya berhayal, jika Angela anak tukang kebun Sekolah di desaku, Apakah Jokowi tetap menunjuknya sebagai Wakil Menteri?

Keterwakilan Pemuda hanya diperuntukkan bagi pemuda yang memiliki uang. Saat ini, saya baru meyakini konsep “Filosofi Of The Money” ya, filosofi uang, Uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar untuk membeli barang, tapi uang mempunyai fungsi lain, seperti status sosial dan jabatan.

Uang menjadi pergeseran fungsi, Pergeseran tersebut tidak hanya ditandai sebagai alat tukar. Namun uang mempunyai fungsi lain, mengangkat martabat, mengakses pendidikan tinggi, dan sebagainya.

Nyanyian paling Jahannam hanyalah dendang bagi para pemuda yang hidup di pulau-pulau tanpa menikmati terangnya Listrik. Para pemuda Desa yang masih kesulitan dalam bekerja, Nasib-nasib para pemuda tentu tak ada kaitannya dengan nama Nadim, Angela, dan Gibran Rakabuming.

Selamat Merenungi Hari Sumpah Pemuda.
28 Oktober 2019, Panggillah Seluruh Anak Muda Indonesia untuk menemui Nasib baiknya, Seperti 3 anak muda yang bernasib baik itu.

Deni Puja Pranata

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article