jfid – Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini mengeluarkan fatwa haram untuk membeli produk yang mendukung Israel dan zionisme.
Fatwa ini merupakan bentuk solidaritas dan dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina yang terus menderita akibat agresi militer Israel.
Fatwa ini juga sejalan dengan sikap pemerintah Indonesia yang mengecam keras tindakan Israel dan mendesak PBB untuk segera mengambil langkah konkret untuk menghentikan kekerasan di Gaza.
Namun, ternyata tidak semua netizen Indonesia menyambut baik fatwa ini. Banyak yang mengeluh, menggerutu, bahkan mengejek fatwa ini sebagai hal yang tidak realistis, tidak efektif, dan tidak relevan.
Mereka beralasan bahwa produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dan zionisme sudah terlanjur masuk ke pasar Indonesia dan sulit untuk dihindari.
Mereka juga meragukan bahwa boikot produk pro-Israel akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Israel dan Palestina.
Mereka bahkan mengatakan bahwa fatwa ini hanya akan merugikan konsumen Indonesia sendiri yang akan kehilangan akses terhadap produk-produk berkualitas dan bermutu.
Apakah netizen-netizen yang komplain atas fatwa haram MUI ini memiliki alasan yang rasional dan logis?
Ataukah mereka hanya menunjukkan sikap pesimis yang membuat Indonesia tidak maju-maju dan tidak mandiri? Mari kita analisis lebih dalam.
Pertama, netizen yang komplain atas fatwa haram MUI ini tampaknya tidak memahami konsep dasar ekonomi, yaitu permintaan dan penawaran.
Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang diinginkan oleh konsumen, sedangkan penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen.
Jika permintaan suatu barang atau jasa meningkat, maka harga barang atau jasa tersebut akan naik, dan sebaliknya. Jika penawaran suatu barang atau jasa meningkat, maka harga barang atau jasa tersebut akan turun, dan sebaliknya.
Dengan demikian, jika konsumen Indonesia berhenti membeli produk pro-Israel, maka permintaan produk tersebut akan menurun, dan harga produk tersebut akan turun. Ini akan merugikan produsen pro-Israel, karena mereka akan kehilangan pendapatan dan laba.
Sebaliknya, jika konsumen Indonesia beralih ke produk lokal, maka permintaan produk lokal akan meningkat, dan harga produk lokal akan naik. Ini akan menguntungkan produsen lokal, karena mereka akan mendapatkan pendapatan dan laba yang lebih besar.
Dengan begitu, perekonomian Indonesia akan semakin kuat dan mandiri, dan perekonomian Israel akan semakin lemah dan terganggu.
Kedua, netizen yang komplain atas fatwa haram MUI ini tampaknya tidak mengerti konsep kedaulatan ekonomi, yaitu kemampuan suatu negara untuk menentukan kebijakan ekonomi yang sesuai dengan kepentingan nasionalnya, tanpa dipengaruhi oleh negara lain.
Kedaulatan ekonomi merupakan salah satu aspek penting dari kedaulatan nasional, yaitu hak suatu negara untuk menentukan nasibnya sendiri, tanpa campur tangan dari negara lain.
Dengan mengeluarkan fatwa haram MUI, Indonesia menunjukkan bahwa ia memiliki kedaulatan ekonomi yang tinggi, karena ia berani menentukan sikapnya sendiri terhadap Israel dan zionisme, tanpa takut akan tekanan atau ancaman dari negara lain.
Indonesia juga menunjukkan bahwa ia memiliki nasionalisme yang tinggi, karena ia bersatu dan solidaritas terhadap saudara-saudaranya di Palestina, yang juga merupakan bagian dari umat Islam dan kemanusiaan.
Indonesia juga menunjukkan bahwa ia memiliki tanggung jawab moral yang tinggi, karena ia tidak mau berkontribusi terhadap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina.
Ketiga, netizen yang komplain atas fatwa haram MUI ini tampaknya tidak menyadari potensi dan kualitas produk lokal yang ada di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, budaya, dan kreativitas.
Produk lokal Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang dapat bersaing dengan produk asing, baik dari segi harga, mutu, maupun nilai tambah.
Produk lokal Indonesia juga memiliki kearifan lokal yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan selera konsumen Indonesia.
Beberapa contoh produk lokal Indonesia yang sudah terkenal dan diminati oleh konsumen dalam dan luar negeri adalah batik, kopi, cokelat, kerajinan tangan, kuliner, dan lain-lain. Produk-produk ini tidak kalah dengan produk pro-Israel, bahkan mungkin lebih unggul dan lebih bermanfaat.
Dengan membeli produk lokal Indonesia, konsumen Indonesia tidak hanya mendukung perekonomian lokal, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan identitas bangsa.
Oleh karena itu, netizen yang komplain atas fatwa haram MUI ini seharusnya tidak pesimis, tetapi optimis. Mereka seharusnya tidak merasa dirugikan, tetapi diuntungkan.
Mereka seharusnya tidak mengejek, tetapi menghargai. Mereka seharusnya tidak mengeluh, tetapi berusaha. Mereka seharusnya tidak bergantung pada produk asing, tetapi beralih ke produk lokal.
Dengan begitu, mereka akan menjadi bagian dari solusi, bukan masalah. Mereka akan menjadi bagian dari kemajuan, bukan kemunduran. Mereka akan menjadi bagian dari Indonesia, bukan Israel.