Hari Santri Nasional: Apresiasi atau Eksploitasi Politik 2024?

Lukman Sanjaya By Lukman Sanjaya
5 Min Read
Jelang Hari Santri Nasional: Apresiasi Atau Eksploitasi Politik 2024
Jelang Hari Santri Nasional: Apresiasi Atau Eksploitasi Politik 2024

jfid – Hari Santri Nasional, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, merupakan saat yang seharusnya digunakan untuk mengapresiasi peran santri dalam sejarah dan pembangunan bangsa.

Namun, di tengah berbagai isu yang masih melanda Indonesia, peringatan hari santri tahun ini juga diwarnai oleh dinamika politik menjelang Pemilu 2024. Beberapa tokoh politik dan partai politik tampak berlomba-lomba mendekati dan merangkul santri sebagai basis elektoral mereka.

Dinamika politik yang memanfaatkan Hari Santri Nasional untuk kepentingan politik tentu saja merupakan suatu isu yang layak diperdebatkan. Apakah upaya-upaya ini benar-benar tulus dan berdasar pada belas kasih terhadap warga negara, ataukah hanya sekadar landasan taktik dalam mempertahankan kedudukan politik? Artikel ini akan mencoba membahas sejumlah aspek terkait dengan fenomena ini.

Presiden Joko Widodo, yang juga turut serta dalam rangkaian peringatan Hari Santri Nasional, menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada 100 pondok pesantren di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Hal ini tentu merupakan langkah yang positif dalam mendukung lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti pesantren.

Ad image

Namun, muncul pertanyaan apakah langkah ini semata-mata tulus dan dilakukan untuk kesejahteraan santri ataukah ada motif politik yang mengiringinya. Selain itu, langkah-langkah konkrit seperti ini perlu diikuti dengan perhatian berkelanjutan terhadap perkembangan pesantren, bukan hanya pada saat peringatan Hari Santri Nasional.

Tidak hanya Presiden, sejumlah tokoh politik seperti Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga berupaya mendekati santri dengan menghadiri acara peringatan Hari Santri di berbagai tempat. Tindakan ini menjadi bukti konkret dari perhatian politik terhadap kelompok masyarakat yang memiliki potensi besar dalam mempengaruhi hasil pemilu.

Namun, upaya politik ini juga memicu pertanyaan kritis. Apakah kunjungan dan kehadiran para politisi ini bertujuan untuk menggali aspirasi santri dan memahami kebutuhan mereka secara mendalam, ataukah semata-mata untuk memperoleh dukungan politik? Penting untuk membedakan antara kehadiran yang tulus dalam rangkaian peringatan Hari Santri dan upaya yang hanya bersifat seremonial dalam mengumpulkan massa.

Selain itu, peringatan Hari Santri Nasional seharusnya lebih dari sekadar ajang politik. Ini adalah saat yang penting untuk merefleksikan peran santri dalam pembangunan bangsa, pemberdayaan masyarakat, dan pendidikan agama.

Sumber daya dan perhatian politik yang diberikan kepada santri seharusnya diiringi oleh komitmen untuk memperbaiki sistem pendidikan keagamaan dan memastikan keberlanjutan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang kuat.

Penting untuk memahami bahwa kritik terhadap dinamika politik di sekitar peringatan Hari Santri Nasional tidak bermaksud meremehkan upaya politisi untuk mendekati dan merangkul kelompok santri.

Namun, perlu transparansi dan tindakan konkret yang memastikan bahwa upaya-upaya ini bukan sekadar politik taktis, tetapi benar-benar mendukung kesejahteraan dan pendidikan santri.

Agar peringatan Hari Santri Nasional memiliki makna yang lebih dalam, kita harus melihatnya sebagai kesempatan untuk memajukan pendidikan keagamaan dan kesejahteraan santri, bukan sekadar sebagai ajang kampanye politik.

Santri memiliki jumlah yang besar, tersebar di seluruh Indonesia, dan memiliki jaringan yang kuat antara sesama alumni pesantren.

Selain itu, santri juga memiliki nilai-nilai keagamaan, kebangsaan, dan kesejahteraan yang menjadi pertimbangan dalam memilih pemimpin.

Namun, di sisi lain, fenomena ini juga menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana kepedulian para politisi terhadap santri bersifat tulus dan berkelanjutan.

Apakah mereka benar-benar ingin membantu santri mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi, seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sosial? Ataukah mereka hanya ingin memanfaatkan santri sebagai alat untuk meraih kekuasaan?

Hal ini menjadi tantangan bagi santri untuk tidak mudah tergoda oleh janji-janji manis para politisi. Santri harus tetap kritis dan cerdas dalam menilai kinerja dan visi-misi para calon pemimpin.

Santri juga harus menjaga independensi dan integritas mereka sebagai bagian dari umat Islam dan warga negara Indonesia.

Santri tidak boleh menjadi korban dari hajatan politik musiman yang hanya menguntungkan segelintir orang. Santri harus menjadi agen perubahan yang mampu memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa dan agama.

Santri harus menjadi pelopor dari nilai-nilai moderasi, toleransi, dan persatuan dalam keberagaman.

Hari Santri Nasional bukan hanya sekadar peringatan simbolis, tetapi juga momentum untuk merefleksikan diri dan mengaktualisasikan peran santri dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Semoga santri tetap istiqomah dalam menjalankan amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Share This Article