Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Headline

Menampar Tuhan

by Redaksi JF.id
10 bulan ago
in Headline, Opini
Reading Time: 7min read
0
Ilustrasi Tamparan, (foto: tangkapan layar Tribunnews)

Ilustrasi Tamparan, (foto: tangkapan layar Tribunnews)

Share on FacebookShare on Twitter

“Coronavirus adalah bukti paling mutakhir bahwa tuhan tidak ada, atau kalau ada, dia tidak peduli. Manusia saja yang kegeeran bahwa ada sesuatu bernama “tuhan”. Para filsuf sejak lama memperbincangkan tentang konsep yang satu ini. Ada banyak argumen. Tapi, yang paling kokoh dan didukung temuan sains, “tuhan” adalah numenklatur yang diciptakan manusia, dibayangkan, diagungkan, ditinggikan. Sebelum manusia muncul di muka bumi, tuhan tidak ada. Setidaknya tidak dibicarakan. Simpanse, landak atau orang utan, tak punya konsep tentang hal-hal yang abstrak. Karenanya, mereka tak mampu menciptakan-tuhan. Hanya manusia yang mampu menciptakan tuhan. Tuhan diciptakan untuk memperingan dan mempermudah kehidupan manusia yang brutal. Sebelum tuhan ada, manusia hidup dalam kemurungan-dan tanpa makna. Tuhan dan kemudian agama membantu menenangkan hidup mereka. Ada hal-hal yang bisa diatasi dengan tuhan, tapi banyak sekali hal dimana tuhan tak mampu berbuat apa-apa. Termasuk soal coronavirus.

(Luthfi Assyaukanie).

KUTIPAN di atas adalah celoteh Luthfi Assyaukanie, diposting Abdul Wahab Ahmad di facebook nya, hari ini (24/03/20).

jfID – Pada facebook Luthfi Assyaukanie, tidak ditemukan lagi tulisan itu, mungkin telah dihapus. Tapi tanggal 21 Maret 2020, Luthfi memosting pandangannya tentang agama bertajuk: “Tidak ada Fiksi yang Lebih Dahsyat dari Agama”, paling tidak, tulisannya memiliki substansi yang sama dengan kutipan di awal tulisan ini.

Menarik, Luthfi menjadikan virus corona sebagai bukti mutakhir tidak adanya tuhan, bahkan, tuhan menurutnya diciptakan oleh manusia.

BACAJUGA

No Content Available

Cara berpikir Luthfi ini kuno, tak asing bagi mahasiswa jurusan ushuluddin dan filsafat, apalagi bagi kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam. Narasi lain yang jauh lebih dekonstruktif sudah menjadi santapan bagi peserta basic training, mahasiswa-mahasiswa HMI semester satu, yang diasah pikirannya untuk menguatkan akidah.

Jika potongan pikiran Luthfi ini tidak dijelaskan secara komprehensif, bukan tidak mungkin akan ditelan begitu saja bagi generasi medsos yang tak pernah membaca filsafat. Berbahaya bagi akidah yang dangkal. Jangan ada pemurtadan melalui virus corona.

Setiap orang memiliki kadar pemahaman masing-masing terhadap kepercayaannya, telah banyak kalimat-kalimat kontroversial lain yang menguji ketajaman nalar, misalnya: “tuhan” telah mati, “tuhan” diciptakan oleh manusia, “tuhan” itu ilusi, “tuhan” tak mampu berbuat apa-apa, orang beragama itu sakit jiwa, lemah dan kekanak-kanakan, agama adalah candu, dan seterusnya. Semua adalah tentang sudut pandang.

Luthfi Assyaukani tidak menjelaskan apa makna “tuhan” dengan tanda kutip, dia juga tidak menjelaskan apa bedanya penulisan tuhan dengan “T” besar dan “t” kecil. Yang seperti ini sudah tamat dibahas oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur). Bahkan Ainun Nadjib (Cak Nun) pernah juga menulis tentang, “Tuhan dan tuhan-tuhanan”. Jadi, tak ada yang baru dari pikiran Luthfi Assyaukani, tak perlu reaktif pula menanggapinya, biasa saja.

Namun, agar terjalin nuansa dialogis dan terbangun tradisi kritis, pikiran Luthfi perlu direspon, supaya tidak sesat dan menyesatkan.

Cara berpikir Luthfi Assyaukani yang menampar-nampar tuhan dipengaruhi pemikir Yahudi, Sigmund Freud. Sebagai seorang psikoanalisis, ia tertantang melanjutkan penelitiannya terhadap agama.

Dalam Obsessive Action and Religion Practices (1907) Freud berkesimpulan bahwa pemeluk agama mirip dengan tingkah laku pasien yang sakit jiwa (neurosis) dan kekanak-kanakan.

Agama menurut Freud adalah pengulangan (repetisi) pengalaman masa kanak-kanak, yang mengalami tekanan dan ketakutan pada bapaknya. Orang beragama sama dengan anak-anak, melakukan ritual hanya untuk dua hal, mengobati rasa tertekan karena takut pada neraka atau kalau dijanjikan sesuatu yang dapat membuatnya senang, seperti surga.

Luthfi Assyaukani menjadikan virus corona sebagai bencana, yang membuat manusia tertekan. Untuk mengatasi kecemasan akibat wabah itu manusia terpaksa mengimajinasikan sesuatu yang transendental, yang lalu dinamakan dengan “tuhan” (bukan “Tuhan”), agar manusia tenang. Atau dalam makna lain, sebenarnya “tuhan” tidak ada, kecuali diciptakan oleh manusia.

Dalam dua kalimat syahadat (asyhadu anlaa ilaaha illallah), memang ada dua tuhan, pertama, ilah, yang kedua Allah. Versi Cak Nur dan Cak Nun, ilah adalah “tuhan” dengan “t” kecil, dan Allah adalah Tuhan dengan “T” besar.
Kalimat syahadat mengandung makna annaafii atau negasi (peniadaan) dan al-itsbaat atau konfirmasi (penegasan).

Untuk mengetahui Allah yang sebenarnya, manusia harus tahu segala sesuatu selain Allah yang harus dinegasikan, yaitu “tuhan” dengan “t” kecil (makhluk: manusia, akal, kekuasan, uang, kekuatan, dan lain-lain).

Dalam konteks wabah corona virus sebagaimana kutipan di awal tulisan ini, kekacauan pola pikir Luthfi Assyaukani terletak pada kata “tuhan tidak ada” tanpa penjelasan. Padahal, dengan mengatakan “tuhan tidak ada” pada dasarnya dia sedang membuktikan bahwa tuhan ada, baik kholiq atau makhluq. Masalah utamanya adalah, Luthfi mencampur aduk dan mengacaukan sendiri yang mana kholiq (“Tuhan”) dan yang mana makhluq (“tuhan”).

Jika yang dimaksud Luthfi tuhan harus eksistensial seperti harapan kelompok materialisme untuk menghadirkannya secara kasat mata, itu menunjukkan Luthfi Assyaukani sedang frustasi, tidak mampu menempatkan logika pada tempatnya.

Bisa jadi, Luthfi Assyaukani ingin frustasi seperti “gurunya”, Sigmund Freud, yang lalu bunuh diri setelah meminta dokternya memberikan tiga dosis morfin sehingga ia mati pada tanggal 23 September 1939.

Siapakah menurut saudara yang mengambil nyawa Sigmund Freud. Tuhan atau tuhan-tuhanan?

Penulis : Sulaisi Abdurrazaq, adalah seorang facebooker dan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura.

[ Guluk-Guluk Sumenep, 24 Maret 2020 ]


Share161TweetSendShare

Related Posts

Kendala Madura tak Segera jadi Provinsi

2 hari ago
Gambar ilustrasi (produksi: Mardigu Wowiek)

Perang Yuk dengan Tiongkok dan Amerika

4 hari ago

Perdagangan Komoditas Kelautan – Perikanan Teluk Saleh

5 hari ago
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo saat sidak Gudang Pupuk di Indramayu

Syahrul Yasin Limpo Jabat Menteri Pertanian, Kelangkaan Pupuk tak Selesai

2 minggu ago
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping (Foto: AFP)

Pasti di Take Down Lagi Informasi tentang Tiongkok ini (Baca Cepat)

2 minggu ago
Rusdianto Samawa, dalam Kongres Nelayan Indonesia

Membedah PNBP KKP, Target Strategis; Mampukah?

2 minggu ago
Load More
Next Post

1 Pasien Berstatus PDP Diisolasi di RSUD Bangkalan

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Foto : ketua Dekranasda Provinsi NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah
Berita

Dekranasda NTB Dukung Kerajinan Tenun Ikat

22/01/2021
Foto : Wakil Gubernur NTB Dr.Hj.Sitti Rohmi Djalillah saat meresmikan Lapak Desa Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur
Berita

Umi Rohmi Dorong Produk Pringgasela Mendunia

22/01/2021
Foto : Pelaku pencabulan saat diamankan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram
Berita

Mantan Anggota DPRD NTB Empat Periode Cabuli Anak Kandung

21/01/2021
Berita

Awal Tahun 2021, Polisi Bangkalan Ringkus 13 Budak Sabu

21/01/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.