jfid – Kharkiv, sebuah kota besar di Ukraina timur, menjadi sasaran serangan drone Rusia pada Sabtu (10/2/2024).
Tujuh orang tewas, termasuk tiga anak-anak, akibat ledakan yang menghancurkan sebuah pom bensin dan menyulut api di sekitarnya.
Salah satu korban tewas adalah bayi perempuan berusia enam bulan, yang bersama dengan orang tuanya dan kakak laki-lakinya yang berusia 12 tahun, tinggal di rumah yang berdekatan dengan pom bensin.
Mereka tidak sempat menyelamatkan diri dari kobaran api yang melahap rumah mereka.
“Kami mendengar suara ledakan yang sangat keras, seperti bom. Kami melihat asap hitam dan api di langit. Kami berlari keluar dari rumah dan melihat pom bensin sudah hancur. Kami mencoba memadamkan api di rumah kami, tapi sudah terlambat,” kata Tetiana, tetangga korban, yang juga kehilangan suaminya dalam serangan itu.
Serangan itu dilakukan oleh tiga drone Syahed, pesawat tak berawak buatan Iran yang digunakan oleh Rusia.
Drone-drone itu menghantam pompa bensin, menyebabkan bahan bakar yang terbakar tumpah dan menyebar ke rumah-rumah di sekitarnya.
“Serangan ini adalah serangan penjajah yang tidak berperikemanusiaan. Mereka tidak peduli dengan nyawa warga sipil. Mereka ingin menghancurkan infrastruktur kami dan membuat kami takut,” kata Oleg Synegubov, gubernur wilayah Kharkiv, di media sosial Telegram.
Serangan ini adalah salah satu dari serangkaian serangan malam hari yang dilakukan oleh Rusia di Kharkiv dan desa-desa di sebelah timur ibu kota regional.
Serangan-serangan ini merupakan bagian dari eskalasi perang antara Rusia dan Ukraina, yang sudah berlangsung sejak 2014.
Perang ini bermula ketika Rusia mencaplok Krimea, semenanjung di Laut Hitam yang dulunya milik Ukraina, dan mendukung pemberontak pro-Rusia di wilayah Donbass, yang mencakup Kharkiv.
Sejak itu, lebih dari 13.000 orang tewas dan jutaan orang mengungsi akibat konflik ini.
Meski ada gencatan senjata yang ditandatangani pada 2015, pelanggaran sering terjadi di garis depan.
Belakangan ini, ketegangan meningkat setelah Rusia mengirim ribuan tentara dan peralatan militer ke perbatasan dengan Ukraina, dan mengancam akan melakukan intervensi jika Ukraina mencoba merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak.
Ukraina, yang didukung oleh negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan NATO, bersumpah akan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa Ukraina tidak akan menyerah atau menyerahkan tanahnya kepada Rusia.
Namun, bagi warga Kharkiv, perang ini bukan hanya soal politik atau geopolitik. Ini adalah soal hidup dan mati, soal kehilangan orang-orang yang mereka cintai, soal ketidakpastian masa depan.
“Kami hanya ingin hidup damai, tanpa takut akan serangan-serangan seperti ini. Kami ingin anak-anak kami bisa tumbuh dengan bahagia, tanpa trauma perang. Kami ingin Rusia berhenti menyerang kami dan menghormati hak kami sebagai bangsa yang merdeka,” kata Tetiana, dengan mata berkaca-kaca.