jfid – Kapal pinisi adalah sebutan untuk kapal yang menggunakan sistem layar, tiang, dan tali, jenis pinisi atau pinisiq. Kapal ini merupakan warisan budaya tak benda Indonesia yang berasal dari Sulawesi Selatan, khususnya dari Suku Bugis dan Konjo.
Kapal pinisi memiliki sejarah panjang, karakteristik unik, proses pembuatan tradisional, dan berbagai fungsi, termasuk sebagai sarana wisata.
Sejarah Kapal Pinisi
Menurut naskah La Galigo, kapal pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, putra mahkota Kerajaan Luwu, pada abad ke-14.
Sawerigading membuat kapal pinisi dari pohon Welengreng (pohon dewata) yang dikenal memiliki karakteristik cukup kuat dan kokoh.
Sawerigading membuat kapal pinisi untuk digunakan dalam perjalanan menuju Tiongkok, untuk mempersunting seorang gadis yang bernama We Cudai.
Saat ingin berlayar kembali ke kampung halamannya, perahu yang ditumpangi oleh Sawerigading diterjang oleh badai besar.
Peristiwa itu mengakibatkan kapalnya pecah menjadi tiga bagian dan terdampar di wilayah Ara, Tanah Beru, dan Lemo-lemo di Kabupaten Bulukumba.
Pecahan-pecahan kapal tersebut kemudian dirakit kembali oleh masyarakat setempat menjadi sebuah kapal yang megah. Kapal itulah yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan kapal pinisi.
Kapal pinisi kemudian menjadi kapal yang banyak digunakan oleh para pelaut Bugis, Konjo, dan Mandar untuk mengarungi lautan nusantara hingga ke berbagai belahan dunia. Kapal pinisi menjadi simbol kejayaan maritim dan kebudayaan Indonesia.
Pada tahun 2017, UNESCO menetapkan seni pembuatan kapal pinisi sebagai Warisan Budaya Tak Benda.