jfid – Pemerintah telah menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PJBT) atau pajak hiburan sebesar 40-75 persen melalui Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Namun, kebijakan ini menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, termasuk dari salah satu menteri koordinator.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dengan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tidak setuju dengan kenaikan pajak hiburan tersebut. Ia bahkan mengatakan akan menunda penerapan pajak tersebut dan mengumpulkan instansi terkait untuk membahasnya.
Luhut menganggap tidak ada alasan untuk menaikkan pajak hiburan, yang dikenakan pada beberapa jenis hiburan khusus, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.
Menurutnya, sektor tersebut tidak hanya melibatkan tempat hiburan, tetapi juga pedagang kecil yang berjualan minuman dan makanan.
“Saya kira saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ,” ujar Luhut, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/1/2024).
Sementara itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memiliki pandangan yang berbeda. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lydia Kurniawati mengatakan, pajak hiburan bukanlah jenis pajak baru, melainkan sudah ada sejak UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Lydia menjelaskan, ada dua alasan pemerintah menetapkan tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen. Pertama, untuk mempertimbangkan rasa keadilan, karena sektor hiburan khusus tidak dinikmati oleh masyarakat secara umum.
Kedua, untuk mengendalikan agar pemerintah daerah tidak berlomba-lomba memberikan tarif pajak hiburan yang rendah.
“Untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya,” kata Lydia, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (16/1/2024).
Lydia juga membantah bahwa industri hiburan belum pulih dari dampak pandemi Covid-19. Ia menunjukkan data bahwa penerimaan negara dari pajak hiburan sudah meningkat menjadi Rp 2,2 triliun pada 2023, setelah sempat anjlok menjadi Rp 477 miliar pada 2021.
“Kalau situasinya (disebut) belum pulih dari Covid, data kami sudah rebound pajak daerah dan hiburan,” katanya, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (17/1/2024).