Indonesia Negara Maju, Mimpi?

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read

jfid – Indonesia adalah negara yang luar biasa. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, luas wilayah lebih dari 1,9 juta kilometer persegi, dan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara maju.

Bahkan, pemerintah telah menetapkan visi Indonesia Emas 2045, di mana Indonesia akan menjadi salah satu dari lima besar negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia, dengan pendapatan per kapita sebesar US$30.300.

Namun, potensi tersebut tampaknya hanya akan menjadi mimpi belaka. Pasalnya, Indonesia masih terjebak dalam middle income trap, yaitu kondisi di mana negara-negara yang berhasil mencapai status berpendapatan menengah mengalami kesulitan untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi agar dapat menjadi negara berpendapatan tinggi.

Indonesia telah berada dalam kelompok negara berpendapatan menengah sejak tahun 1993, tetapi pertumbuhan ekonominya belum mampu mencapai angka 6 persen per tahun secara konsisten, yang diperlukan untuk keluar dari middle income trap.

Apa penyebabnya? Apakah Indonesia terjebak atau terjebak by design dalam middle income trap? Mari kita lihat beberapa data yang menunjukkan keadaan ekonomi Indonesia saat ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2023 tercatat sebesar 5,03 persen (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01 persen (yoy). Wow, selisihnya sangat tipis.

Apakah ini berarti Indonesia sudah hampir mencapai target pertumbuhan ekonomi 6 persen? Tentu saja tidak. Pertumbuhan ekonomi yang rendah ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan ekspor dan impor, ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi, ketergantungan pada sumber daya alam dan komoditas primer, serta kurangnya inovasi dan teknologi.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2022, PDB per kapita Indonesia sebesar US$4.580. Ini artinya Indonesia masih termasuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income), dengan rentang pendapatan antara US$4.046 hingga US$12.535.

Namun, jangan senang dulu. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia (US$11.414), Thailand (US$7.274), atau Vietnam (US$2.715), pertumbuhan PDB per kapita Indonesia masih sangat lambat.

Bahkan, Vietnam yang masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle income) memiliki laju pertumbuhan PDB per kapita yang lebih tinggi daripada Indonesia.

Data International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat menjadi 4,9 persen. Hal ini disebabkan oleh perlambatan ekonomi global akibat pandemi Covid-19, ketidakpastian politik menjelang pemilu presiden 2024, serta tantangan struktural seperti infrastruktur yang kurang memadai, birokrasi yang rumit, dan korupsi yang merajalela.

Sementara itu, Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperkirakan bahwa pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat lagi menjadi 4,8 persen. Hal ini disebabkan oleh melemahnya lonjakan komoditas dan mulai normalnya permintaan domestik.

Dari data-data di atas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih jauh dari cita-cita menjadi negara maju pada tahun 2045. Bahkan, ada kemungkinan bahwa Indonesia akan terperosok lebih dalam dalam middle income trap, atau bahkan turun menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah.

Apakah ini yang diinginkan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia?

Tentu saja tidak. Indonesia harus segera melakukan transformasi ekonomi dan sosial yang komprehensif dan inklusif, agar dapat meningkatkan produktivitas, inovasi, dan daya saing. Indonesia juga harus memperhatikan faktor-faktor geoekonomi dan geopolitik yang mempengaruhi posisi dan perannya di dunia.

Indonesia harus menjaga keseimbangan antara menjalin kerjasama dengan negara-negara mitra, terutama dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China, serta menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. Indonesia juga harus berperan aktif dalam organisasi-organisasi regional dan internasional, untuk mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kerjasama.

Namun, apakah transformasi ekonomi dan sosial ini mudah dilakukan? Tentu saja tidak. Transformasi ekonomi dan sosial ini membutuhkan komitmen, kerjasama, dan konsistensi dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Transformasi ekonomi dan sosial ini juga membutuhkan perubahan paradigma, mentalitas, dan budaya dari masyarakat Indonesia. Transformasi ekonomi dan sosial ini juga membutuhkan pengorbanan, kesabaran, dan keteladanan dari para pemimpin Indonesia.

Apakah semua itu ada di Indonesia saat ini? Tentu saja tidak. Indonesia masih didominasi oleh politik praktis, oligarki ekonomi, nepotisme birokrasi, serta egoisme sektoral. Indonesia masih dilanda oleh konflik sosial, intoleransi agama, radikalisme ideologi, serta separatisme wilayah. Indonesia masih terbelenggu oleh mentalitas korup, malas, bodoh, serta suka mengeluh.

Dengan kondisi seperti ini, bagaimana mungkin Indonesia bisa keluar dari middle income trap? Bagaimana mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju? Bagaimana mungkin Indonesia bisa menjadi Indonesia Emas 2045?Jawabannya hanya ada satu: dalam mimpi.

Artikel ini berdasarkan sudut pandang pribadi, jika anda punya keberatan atas tulisan ini silahkan sampaikan kritik kepada redaksi.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email faktual2015@gmail.com

Share This Article