jfid – Peternak ayam ras di Indonesia menghadapi krisis yang mengancam kelangsungan usahanya. Harga telur di tingkat peternak anjlok di bawah biaya produksi, sementara harga pakan terus meningkat. Akibatnya, banyak peternak yang merugi dan terpaksa mengurangi populasi ayam atau bahkan menutup usahanya.
Harga Telur Jauh dari Harga Acuan
Salah satu peternak ayam ras di Blitar, Jawa Timur, Suwardi, mengeluhkan harga telur ayam di kelas peternak atau harga acuan pembelian (HAP) di produsen kini anjlok di bawah biaya produksi. Menurut dia, saat ini harga jual di peternak Rp 20.500 per kilogram (kg), padahal HAP di kelas peternak diatur pemerintah Rp 22.000-24.000 per kg.
Angka itu diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2022 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjual di Tingkat Konsumen Jagung, Telur Ayam Ras, dan Daging Ayam Ras. “Kondisi hari ini HAP Perbadan nomor 5 tahun 2022 batas Rp 22.000-24.000. Hari ini sudah Rp 20.500 di Blitar,” kata Suwardi, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/9/2023).
Suwardi mengungkap kerugiannya cukup besar. Menurut dia seharusnya HAP di peternak sudah di angka Rp 24.700 per kg. “Jadi kami sudah menanggung rugi harusnya HAP hari ini Rp 24.700, peternak baru bisa hidup kondisi, ini harga jagung sudah di atas harga bahan baku impor naik yang tidak ada di Indonesia,” lanjutnya.
Harga Pakan Melambung Tinggi
Salah satu faktor yang menyebabkan biaya produksi telur ayam menjadi tinggi adalah harga pakan yang melambung tinggi. Pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi telur ayam, mencapai sekitar 70-80 persen. Pakan ayam terdiri dari jagung, kedelai, dan bahan tambahan lainnya.
Harga jagung sebagai bahan pokok pakan ayam saat ini mencapai Rp 6.400-6.500 per kg. Padahal HAP jagung di produsen Rp 4.200-5.000 per kg. Angka ini juga tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2022. “Di Jawa Timur itu harga sudah peternak beli Rp 6.400, Rp 6.500, HAP Rp 5.000. Selisihnya cukup besar, harga jual tidak boleh naik,” ungkap Wakil Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Hidayaturrahman.
Hidayaturrahman menambahkan bahwa harga kedelai juga naik dari Rp 7.500 per kg menjadi Rp 9.000 per kg. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai dari Amerika Serikat yang mengalami kenaikan harga akibat permintaan global yang tinggi. Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga melemah.
Serapan Pasar Rendah
Di sisi lain, permintaan pasar terhadap telur ayam juga menurun akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Selain itu, adanya pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) juga mengurangi aktivitas konsumsi telur ayam di sektor rumah makan dan hotel.
Akibatnya, stok telur ayam di peternak menumpuk dan tidak terserap oleh pasar. Hal ini membuat harga telur ayam di tingkat kandang anjlok menjadi Rp 16.000-17.000 per kg. Harga ini jauh dari harga acuan telur di dalam Permendag No.07/2020 yakni sebesar Rp 19.000 hingga Rp 21.000 per kg.
“Sementara serapan di pasar masih rendah dan produksi yang melimpah tidak bisa diserap maksimal oleh pasar. Inilah yang menyebabkan harga telur terus mengalami penurunan,” kata Hidayaturrahman.
Dampak ke Masa Depan
Kondisi ini tentu sangat merugikan bagi peternak ayam ras yang jumlahnya mencapai sekitar 1,5 juta orang di seluruh Indonesia. Banyak peternak yang tidak mampu menutup biaya operasional dan terpaksa mengurangi populasi ayam atau bahkan menutup usahanya.
Menurut data dari Pinsar, populasi ayam petelur di Indonesia saat ini sudah berkurang sekitar 25-30 persen. Jika kondisi ini berlanjut, dikhawatirkan akan terjadi krisis pangan dari sisi komoditas telur ayam di masa depan.
Telur ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang murah dan mudah didapatkan oleh masyarakat. Telur ayam juga memiliki kandungan gizi yang tinggi, seperti protein, lemak, vitamin, mineral, dan kolesterol. Telur ayam juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh, memperbaiki jaringan otot, menjaga kesehatan mata, dan mencegah anemia.
Solusi yang Diharapkan
Untuk mengatasi masalah ini, peternak ayam ras meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis yang dapat menyelamatkan usaha mereka. Salah satu langkah yang diharapkan adalah membuka pintu impor jagung untuk menekan harga pakan.
“Kami sudah lelah meminta ‘Pemerintah bukakan pintu Impor Jagung’ akan tetapi didiamkan saja, padahal jagung itu memberikan konstribusi 50an persen terhadap HPP Pakan per kg nya,” kata Suwardi.
Selain itu, peternak juga meminta pemerintah untuk mengimplementasikan HAP yang sudah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2022. Peternak juga ingin Komisi IV DPR RI menyampaikan semua aspirasi dari peternak kepada Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional.
Peternak juga berharap adanya subsidi jagung atau bantuan sosial lainnya untuk mengatasi kesulitan mereka. Selain itu, peternak juga meminta pemerintah untuk meningkatkan serapan pasar dengan cara menggalakkan program-program konsumsi telur ayam, seperti bansos telur ayam, program stunting, program gizi sekolah, dan lain-lain. Dengan adanya solusi-solusi tersebut, diharapkan peternak ayam ras dapat bertahan dan bangkit kembali dari krisis yang sedang dihadapi. Selain itu, diharapkan pula ketersediaan dan harga telur ayam dapat stabil dan terjangkau bagi masyarakat