Harga Batu Bara Melambung Tinggi, Ini Penyebabnya

Rasyiqi
By Rasyiqi
7 Min Read
Harga Batu Bara Melambung Tinggi, Ini Penyebabnya
Harga Batu Bara Melambung Tinggi, Ini Penyebabnya

jfid – Harga batu bara merupakan salah satu indikator penting dalam dunia energi. Batu bara adalah sumber energi fosil yang banyak digunakan untuk menghasilkan listrik, baik di negara-negara maju maupun berkembang. Selain itu, batu bara juga digunakan sebagai bahan baku industri, seperti baja, semen, dan kimia.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, harga batu bara mengalami fluktuasi yang sangat tinggi. Pada tahun 2020, harga batu bara sempat anjlok ke level terendah sejak 2016, yaitu sekitar US$ 50 per ton, akibat pandemi Covid-19 yang menurunkan permintaan global. Namun, pada tahun 2021, harga batu bara melonjak hingga mencapai level tertinggi sejak 2009, yaitu sekitar US$ 400 per ton, akibat berbagai faktor yang memicu krisis energi di beberapa wilayah, terutama Eropa dan Asia.

Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan harga batu bara melambung tinggi? Bagaimana dampaknya bagi perekonomian dan lingkungan? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mengacu pada berbagai sumber informasi yang terpercaya.

Faktor Penyebab Kenaikan Harga Batu Bara

Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kenaikan harga batu bara, antara lain:

– Permintaan yang tinggi. Permintaan batu bara meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi global pasca pandemi Covid-19. Negara-negara seperti China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, yang merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia, mengalami peningkatan kebutuhan listrik dan industri yang didorong oleh batu bara. Menurut data International Energy Agency (IEA), permintaan batu bara global diperkirakan akan naik 4,5% pada tahun 2021, setelah turun 4% pada tahun 2020¹.

– Pasokan yang terbatas. Pasokan batu bara mengalami gangguan akibat berbagai faktor, seperti cuaca ekstrem, kebijakan lingkungan, dan masalah logistik. Beberapa contoh kasus yang terjadi antara lain:

 – Banjir besar di Australia, yang merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia, menghambat produksi dan pengiriman batu bara dari tambang-tambang di negara tersebut. Menurut data Global Coal Tracker, produksi batu bara Australia turun 9% pada kuartal pertama tahun 2021 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

    – Kebijakan China untuk membatasi impor batu bara dari Australia, sebagai bentuk sanksi politik, menyebabkan kelangkaan pasokan batu bara di pasar domestik China. China kemudian meningkatkan impor batu bara dari negara-negara lain, seperti Indonesia, Rusia, dan Mongolia, yang menekan ketersediaan batu bara di pasar global. Menurut data China Coal Transport and Distribution Association, impor batu bara China turun 20,7% pada semester pertama tahun 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

    – Krisis gas alam di Eropa, yang disebabkan oleh penurunan pasokan dari Rusia, meningkatkan permintaan batu bara sebagai sumber energi alternatif. Hal ini menyebabkan harga gas alam di Eropa melonjak hingga mencapai rekor tertinggi, yaitu sekitar 138 euro per megawatt-jam (MWh) pada awal Desember 2021⁴. Kenaikan harga gas alam ini berdampak pada kenaikan harga batu bara, karena batu bara dan gas alam bersaing sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

    – Inspeksi dan penutupan tambang-tambang ilegal di China, yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi pertambangan, mengurangi produksi batu bara di negara tersebut. Menurut data National Bureau of Statistics of China, produksi batu bara China turun 3,2% pada bulan November 2021 dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

– Spekulasi pasar. Spekulasi pasar juga berperan dalam menaikkan harga batu bara, karena pelaku pasar bereaksi terhadap berita-berita dan perkiraan-perkiraan yang berkaitan dengan permintaan dan pasokan batu bara. Misalnya, ketika ada berita tentang kemungkinan perang antara Rusia dan Ukraina, atau tentang larangan impor batu bara Rusia oleh Uni Eropa, harga batu bara cenderung naik karena khawatir akan terjadi gangguan pasokan. Sebaliknya, ketika ada berita tentang peningkatan produksi batu bara di Indonesia atau Australia, atau tentang penurunan permintaan batu bara di India atau Jepang, harga batu bara cenderung turun karena harapan akan terjadi kelebihan pasokan.

Dampak Kenaikan Harga Batu Bara

Kenaikan harga batu bara memiliki dampak yang beragam bagi perekonomian dan lingkungan, baik di tingkat global maupun lokal. Beberapa dampak yang dapat diamati antara lain:

– Meningkatnya biaya energi. Kenaikan harga batu bara menyebabkan biaya energi menjadi lebih mahal, baik bagi produsen maupun konsumen. Produsen energi, seperti pembangkit listrik dan industri, harus membayar lebih banyak untuk membeli batu bara sebagai bahan bakar. Konsumen energi, seperti rumah tangga dan bisnis, harus membayar lebih banyak untuk membayar tagihan listrik dan gas. Hal ini dapat menurunkan daya beli dan menekan pertumbuhan ekonomi.

– Meningkatnya inflasi. Kenaikan biaya energi dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa lainnya, karena energi merupakan input penting dalam proses produksi dan distribusi. Hal ini dapat menyebabkan inflasi, yaitu kenaikan tingkat harga secara umum. Inflasi dapat mengurangi nilai uang dan menaikkan suku bunga. Hal ini dapat mengganggu stabilitas makroekonomi dan menghambat investasi.

– Meningkatnya emisi karbon. Kenaikan harga batu bara dapat menyebabkan kenaikan konsumsi batu bara, terutama di negara-negara yang bergantung pada batu bara sebagai sumber energi utama. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan emisi karbon, yaitu gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, seperti perubahan iklim, peningkatan permukaan laut, dan bencana alam. Hal ini dapat mengancam keberlanjutan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

– Meningkatnya ketimpangan. Kenaikan harga batu bara dapat menyebabkan ketimpangan antara negara-negara yang kaya dan miskin, maupun antara kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Negara-negara yang kaya, yang memiliki sumber energi alternatif yang lebih bersih dan murah, seperti tenaga nuklir, angin, dan surya, dapat mengurangi ketergantungan pada batu bara. Negara-negara yang miskin, yang memiliki sumber energi terbatas dan mahal, seperti minyak dan gas, harus mengandalkan batu bara sebagai sumber energi utama.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email faktual2015@gmail.com

Share This Article