Apakah Menguntungkan Melunasi KPR Lebih Cepat? Simak Analisis Kasus Ini

Rasyiqi
By Rasyiqi
7 Min Read

jfid – Memiliki rumah sendiri adalah impian banyak orang, terutama di kota besar seperti Jakarta. Namun, membeli rumah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga memiliki tantangan tersendiri, salah satunya adalah menghadapi suku bunga floating yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi pasar.

Suku bunga floating adalah jenis suku bunga yang tidak tetap atau dinamis, sejalan dengan pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) di pasar nasional. Sementara di global, tingkat suku bunga floating ditetapkan oleh kebijakan seperti SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate) atau LIBOR (London Interbank Offered Rate).

Dalam KPR, selain jenis suku bunga floating ada juga suku bunga fixed, yang nilainya cenderung statis dalam periode tertentu. Biasanya, bank menawarkan suku bunga fixed untuk jangka waktu awal KPR, misalnya 3 tahun atau 5 tahun. Setelah itu, suku bunga akan berubah menjadi floating.

Hal ini berarti bahwa cicilan KPR yang harus dibayar setiap bulan dapat naik atau turun sesuai dengan fluktuasi suku bunga. Jika suku bunga naik, maka cicilan KPR juga akan naik. Sebaliknya, jika suku bunga turun, maka cicilan KPR juga akan turun.

Lalu, bagaimana dengan nasib para debitur KPR yang akan segera memasuki masa floating? Apakah mereka sebaiknya melunasi KPR lebih cepat atau tetap mengikuti skema cicilan yang ada?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut, seperti kondisi finansial, tujuan investasi, dan risiko yang mungkin timbul.

Salah satu contoh kasus yang dapat kita analisis adalah sebagai berikut:

Pak Budi adalah seorang pegawai swasta yang bekerja di Jakarta. Ia memiliki gaji Rp35 juta per bulan. Ia tinggal bersama istri dan tiga anaknya di pinggir Jakarta. Dua anaknya masih bayi dan satu anaknya baru masuk SD.

Pak Budi membeli rumah dengan KPR seharga Rp1 miliar pada tahun 2018. Ia membayar uang muka sebesar 20% atau Rp200 juta. Sisa Rp800 juta ia cicil dengan suku bunga fixed 7% per tahun selama 5 tahun pertama. Cicilan bulanannya adalah Rp15,8 juta.

Pada tahun 2023, Pak Budi akan memasuki masa floating rate. Ia mendengar kabar bahwa suku bunga acuan BI akan naik menjadi 6% per tahun. Ia khawatir bahwa cicilan KPR-nya akan ikut naik dan mengganggu arus kas keluarganya.

Pak Budi juga memiliki deposito sebesar Rp200 juta di bank dengan suku bunga 4% per tahun. Ia berpikir apakah sebaiknya ia menggunakan depositonya untuk melunasi KPR lebih cepat atau tetap menyimpannya sebagai dana darurat.

Berikut adalah beberapa pertimbangan yang dapat membantu Pak Budi dalam mengambil keputusan:

Keuntungan Melunasi KPR Lebih Cepat

  • Menghemat biaya bunga. Jika Pak Budi melunasi KPR lebih cepat, ia dapat menghemat biaya bunga yang harus ia bayar kepada bank. Misalnya, jika ia melunasi KPR pada tahun 2023, ia hanya perlu membayar total bunga sebesar Rp240 juta. Jika ia melunasi KPR pada tahun 2028 sesuai jadwal cicilan, ia harus membayar total bunga sebesar Rp360 juta (asumsi suku bunga floating tetap 7% per tahun).
  • Mengurangi beban utang. Jika Pak Budi melunasi KPR lebih cepat, ia dapat mengurangi beban utang yang harus ia pikul setiap bulan. Ia dapat menggunakan uang yang seharusnya digunakan untuk membayar cicilan KPR untuk keperluan lain, seperti menabung, berinvestasi, atau memenuhi kebutuhan keluarga.
  • Mendapatkan hak kepemilikan penuh. Jika Pak Budi melunasi KPR lebih cepat, ia dapat mendapatkan hak kepemilikan penuh atas rumahnya. Ia tidak perlu khawatir lagi jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, seperti kehilangan pekerjaan, kenaikan suku bunga, atau penurunan harga rumah.

Kerugian Melunasi KPR Lebih Cepat

  • Membayar biaya percepatan pelunasan. Jika Pak Budi melunasi KPR lebih cepat, ia harus membayar biaya percepatan pelunasan kepada bank. Biaya ini biasanya sebesar 1% sampai 5% dari sisa pokok pinjaman. Misalnya, jika sisa pokok pinjaman Pak Budi pada tahun 2023 adalah Rp600 juta, maka ia harus membayar biaya percepatan pelunasan sebesar Rp6 juta sampai Rp30 juta.
  • Mengurangi dana darurat. Jika Pak Budi melunasi KPR lebih cepat dengan menggunakan depositonya, ia akan mengurangi dana darurat yang ia miliki. Dana darurat adalah dana yang disiapkan untuk menghadapi situasi darurat yang tidak terduga, seperti sakit, kecelakaan, atau bencana. Dana darurat sebaiknya setara dengan 3 sampai 6 bulan pengeluaran rutin.
  • Melewatkan peluang investasi lain. Jika Pak Budi melunasi KPR lebih cepat dengan menggunakan depositonya, ia akan melewatkan peluang investasi lain yang mungkin memberikan imbal hasil lebih tinggi. Misalnya, jika Pak Budi berinvestasi di saham atau reksa dana, ia mungkin dapat mendapatkan imbal hasil sebesar 10% per tahun atau lebih.

Kesimpulan

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa keputusan Pak Budi untuk melunasi KPR lebih cepat atau tidak tergantung dari kondisi finansial dan tujuan investasinya.

Jika Pak Budi ingin menghemat biaya bunga, mengurangi beban utang, dan mendapatkan hak kepemilikan penuh atas rumahnya, maka ia dapat melunasi KPR lebih cepat dengan mempertimbangkan biaya percepatan pelunasan yang harus ia bayar.

Namun, jika Pak Budi ingin menjaga dana darurat dan mencari peluang investasi lain yang lebih menguntungkan, maka ia dapat tetap mengikuti skema cicilan yang ada dengan mempertimbangkan risiko kenaikan suku bunga yang dapat mengganggu arus kasnya.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article