Radio: Media Abadi yang Menyuarakan Keberagaman

Shofiyatul Millah
14 Min Read
Radio: Media Abadi yang Menyuarakan Keberagaman
Radio: Media Abadi yang Menyuarakan Keberagaman

jfid – Radio adalah media yang telah ada sejak lebih dari seabad lalu. Meski kini banyak media baru yang bermunculan, radio tetap bertahan dan berperan penting dalam masyarakat.

Apa rahasia keabadian radio? Bagaimana radio merayakan keberagamannya?

Hari Radio Sedunia atau World Radio Day diperingati setiap tahunnya pada tanggal 13 Februari.

Peringatan ini diinisiasi oleh negara-negara anggota organisasi internasional PBB yang membidangi pendidikan, pengetahuan, dan kebudayaan atau UNESCO.

Tujuannya adalah untuk mengapresiasi peran radio dalam menyampaikan informasi, hiburan, dan pendidikan kepada khalayak luas.

Tema Hari Radio Sedunia tahun 2024 adalah “A Century Informing, Entertaining, and Educating”.

Tema ini menyoroti masa lalu radio yang luar biasa, masa kini yang relevan, dan janji akan masa depan yang dinamis.

Dengan masa radio yang telah melewati tonggak sejarah 100 tahun, hal ini merupakan kesempatan penting untuk memperingati manfaat luas dan potensi berkelanjutan dari media tersebut.

Peringatan tahun 2024 ini juga menyoroti sejarah radio dan dampaknya yang kuat terhadap berita, drama, musik, dan olahraga.

Hal ini juga mengakui nilai praktis dari radio sebagai jaring pengaman publik portabel selama keadaan darurat dan pemadaman listrik, yang disebabkan oleh bencana alam dan bencana yang disebabkan oleh manusia, seperti badai, gempa bumi, banjir, panas, kebakaran hutan, kecelakaan, dan peperangan.

Selain itu, nilai demokrasi yang berkelanjutan dari radio adalah fungsinya keterhubungan dengan kelompok-kelompok yang kurang terlayani, termasuk kelompok imigran, agama, minoritas, dan kelompok miskin.

Radio adalah media berbiaya rendah yang secara khusus cocok untuk menjangkau komunitas terpencil dan masyarakat rentan.

Radio juga mempunyai posisi unik untuk menyatukan komunitas dan mendorong dialog positif untuk perubahan.

Sejarah Radio: Dari Penemuan Hingga Penyiaran

Radio pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Italia, Guglielmo Marconi, pada tahun 1895. Ia berhasil mengirimkan sinyal radio tanpa kabel sejauh 2,4 kilometer.

Penemuan ini membuka jalan bagi perkembangan teknologi komunikasi nirkabel yang revolusioner.

Pada tahun 1901, Marconi berhasil mengirimkan sinyal radio lintas Atlantik, dari Inggris ke Kanada.

Hal ini membuktikan bahwa radio dapat menembus rintangan geografis dan atmosfer.

Pada tahun 1909, Marconi mendapatkan Hadiah Nobel Fisika atas jasanya dalam bidang telegrafi nirkabel.

Pada tahun 1912, terjadi bencana tenggelamnya kapal Titanic yang menewaskan lebih dari 1.500 orang.

Salah satu faktor penyebab banyaknya korban jiwa adalah kurangnya komunikasi radio antara kapal Titanic dengan kapal-kapal lain yang berada di dekatnya.

Kejadian ini membuat pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan undang-undang yang mengatur penggunaan radio untuk kepentingan keselamatan maritim.

Pada tahun 1920, di Pittsburgh, Amerika Serikat, didirikan stasiun radio pertama di dunia, yaitu KDKA.

Stasiun radio ini mulai mengudara pada tanggal 2 November 1920 dengan menyiarkan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat.

Sejak saat itu, radio mulai digunakan sebagai media penyiaran yang menyajikan berbagai macam program, seperti berita, musik, hiburan, dan pendidikan.

Pada tahun 1939, radio FM (frequency modulation) mulai diperkenalkan oleh insinyur Amerika Serikat, Edwin Armstrong.

Radio FM menawarkan kualitas suara yang lebih baik dan lebih tahan terhadap gangguan daripada radio AM (amplitude modulation).

Radio FM kemudian menjadi populer di kalangan pendengar musik, terutama musik klasik dan jazz.

Pada tahun 1946, PBB mendirikan layanan penyiaran internasionalnya, yaitu United Nations Radio.

Layanan ini bertujuan untuk menyebarkan informasi tentang kegiatan dan tujuan PBB kepada dunia.

United Nations Radio mengudara dalam enam bahasa resmi PBB, yaitu Arab, Inggris, Prancis, Mandarin, Rusia, dan Spanyol.

Pada tahun 1994, radio digital mulai diperkenalkan di Eropa. Radio digital menggunakan sinyal digital yang dapat mengirimkan lebih banyak informasi daripada sinyal analog.

Radio digital juga menawarkan kualitas suara yang lebih jernih dan lebih banyak pilihan saluran.

Radio digital kemudian berkembang menjadi radio internet, yang dapat diakses melalui komputer atau perangkat seluler.

Radio di Indonesia: Dari Zaman Kolonial Hingga Reformasi

Radio di Indonesia mulai berkembang sejak zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1925, didirikan stasiun radio pertama di Indonesia, yaitu Radio Malabar, di Bandung, Jawa Barat.

Stasiun radio ini merupakan hasil kerjasama antara pemerintah Hindia Belanda dengan NV Philips.

Radio Malabar digunakan untuk mengirimkan sinyal radio ke Belanda dan wilayah sekitarnya.

Pada tahun 1933, didirikan stasiun radio swasta pertama di Indonesia, yaitu NIROM (Nederlandsch-Indische Radio Omroep Maatschappij), di Batavia (sekarang Jakarta).

Stasiun radio ini menyiarkan program-program dalam bahasa Belanda, Indonesia, Jawa, Sunda, Melayu, Tionghoa, dan Arab. NIROM juga menyiarkan siaran berita, musik, drama, dan hiburan.

Pada tahun 1942, Jepang menguasai Indonesia dan mengambil alih semua stasiun radio yang ada.

Jepang menggunakan radio sebagai alat propaganda untuk memengaruhi opini publik Indonesia.

Jepang juga melarang penggunaan bahasa Belanda dan mempromosikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Radio menjadi salah satu media yang menyebarkan semangat kemerdekaan di kalangan rakyat Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno dan Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Teks proklamasi kemudian disiarkan oleh Radio Pembarontakan Rakyat Indonesia (RRI), yang merupakan stasiun radio milik pejuang kemerdekaan Indonesia.

RRI menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah.

Pada tahun 1961, Presiden Soekarno meluncurkan program Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk merebut kembali Papua Barat dari Belanda.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendirikan stasiun radio di Papua Barat, yaitu RRI Sorong.

Stasiun radio ini berfungsi sebagai media komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan pasukan Trikora.

Pada tahun 1965, terjadi peristiwa G30S/PKI, yang merupakan percobaan kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintahan Soekarno.

Salah satu sasaran yang diserang oleh PKI adalah Gedung RRI di Jakarta, yang merupakan pusat penyiaran nasional. Namun, serangan ini berhasil digagalkan oleh pasukan loyalis Soekarno.

Pada tahun 1966, Soeharto menggantikan Soekarno sebagai presiden Indonesia. Selama masa Orde Baru, radio menjadi media yang dikontrol oleh pemerintah.

Radio hanya boleh menyiarkan program-program yang sesuai dengan kebijakan pemerintah.

Radio juga menjadi alat untuk menyebarkan doktrin Pancasila dan Pembangunan Nasional.

Pada tahun 1998, terjadi gerakan reformasi yang menuntut pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden.

Radio menjadi salah satu media yang mendukung gerakan reformasi.

Reformasi dan Demokratisasi Media

Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Penyiaran No. 32/2002 yang memberikan kebebasan bagi radio untuk menyiarkan program-programnya tanpa campur tangan pemerintah.

Undang-Undang ini juga memperbolehkan pendirian radio komunitas, yang merupakan radio yang dikelola dan dimiliki oleh masyarakat setempat.

Radio komunitas memiliki peran penting dalam memperkuat demokrasi dan partisipasi masyarakat.

Radio komunitas menyediakan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan kepentingannya.

Radio komunitas juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.

Pada tahun 2002, didirikan radio komunitas pertama di Indonesia, yaitu Radio Masyarakat Sungai Utik, di Kalimantan Barat.

Radio ini dikelola oleh masyarakat Dayak Iban yang tinggal di hutan belantara Kalimantan.

Radio ini menjadi alat komunikasi dan koordinasi bagi masyarakat Dayak Iban dalam menjaga hutan dan hak-hak adat mereka.

Pada tahun 2004, Indonesia mengadakan pemilihan presiden secara langsung untuk pertama kalinya.

Radio menjadi media yang penting dalam menyebarkan informasi tentang pemilihan presiden kepada masyarakat.

Radio juga menjadi media yang penting dalam mengawasi jalannya pemilihan presiden dan mencegah kecurangan.

Pada tahun 2006, didirikan Radio Suara Kita, yang merupakan radio komunitas pertama bagi komunitas LGBT di Indonesia.

Radio ini menjadi media bagi komunitas LGBT untuk menyuarakan hak-hak dan kepentingannya.

Radio ini juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi komunitas LGBT.

Pada tahun 2008, terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di Padang, Sumatera Barat.

Radio menjadi media yang penting dalam menyebarkan informasi tentang bencana dan koordinasi penanganan bencana.

Radio juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi masyarakat yang terkena bencana.

Pada tahun 2010, didirikan Radio Suara Korban Lumpur Lapindo, yang merupakan radio komunitas bagi korban bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Radio ini menjadi media bagi korban lumpur Lapindo untuk menyuarakan hak-hak dan kepentingannya.

Radio ini juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi korban lumpur Lapindo.

Pada tahun 2012, UNESCO menetapkan tanggal 13 Februari sebagai Hari Radio Sedunia.

Tujuannya adalah untuk mengapresiasi peran radio dalam menyampaikan informasi, hiburan, dan pendidikan kepada khalayak luas.

Hari Radio Sedunia juga menjadi momentum untuk mempromosikan akses masyarakat terhadap informasi dan kebebasan berekspresi melalui radio.

Pada tahun 2014, terjadi bencana jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata, Kalimantan.

Radio menjadi media yang penting dalam menyebarkan informasi tentang bencana dan koordinasi penanganan bencana.

Radio juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi keluarga korban bencana.

Pada tahun 2016, terjadi bencana gempa bumi di Aceh. Radio menjadi media yang penting dalam menyebarkan informasi tentang bencana dan koordinasi penanganan bencana.

Radio juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi masyarakat yang terkena bencana.

Pada tahun 2018, terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.

Radio menjadi media yang penting dalam menyebarkan informasi tentang bencana dan koordinasi penanganan bencana.

Radio juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi masyarakat yang terkena bencana.

Pada tahun 2020, terjadi pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia. Radio menjadi media yang penting dalam menyebarkan informasi tentang pandemi dan protokol kesehatan.

Radio juga menjadi media pendidikan dan pemberdayaan bagi masyarakat dalam menghadapi pandemi.

Radio di Era Digital

Pada tahun 2022, terjadi revolusi digital yang mengubah cara kita berkomunikasi dan mengakses informasi.

Radio tidak terkecuali dari revolusi ini. Radio mulai berkembang menjadi radio internet, yang dapat diakses melalui komputer atau perangkat seluler.

Radio internet menawarkan keuntungan dibandingkan radio tradisional. Radio internet dapat menjangkau pendengar di seluruh dunia, tidak terbatas oleh jangkauan sinyal radio.

Radio internet juga menawarkan lebih banyak pilihan saluran dan program, yang dapat disesuaikan dengan selera pendengar.

Pada tahun 2024, radio internet menjadi tren di kalangan generasi muda. Radio internet menjadi media yang populer untuk mendengarkan musik, podcast, dan siaran berita.

Radio internet juga menjadi media yang populer untuk berinteraksi dengan pendengar, melalui fitur chat dan komentar.

Namun, radio internet juga menimbulkan tantangan bagi radio tradisional. Radio tradisional harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan selera pendengar.

Radio tradisional harus menemukan cara untuk tetap relevan dan menarik bagi pendengar di era digital.

Kesimpulan

Radio adalah media yang telah ada sejak lebih dari seabad lalu. Meski kini banyak media baru yang bermunculan, radio tetap bertahan dan berperan penting dalam masyarakat.

Radio adalah media yang demokratis, yang dapat menjangkau masyarakat luas dan menyuarakan keberagaman.

Hari Radio Sedunia adalah momentum untuk mengapresiasi peran radio dalam masyarakat.

Hari Radio Sedunia juga adalah momentum untuk mempromosikan akses masyarakat terhadap informasi dan kebebasan berekspresi melalui radio.

Di era digital, radio harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan selera pendengar.

Namun, esensi radio sebagai media yang demokratis dan menyuarakan keberagaman tetap tidak berubah.

Radio tetap menjadi media abadi yang menyuarakan keberagaman.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article