jfid – Di era serba digital yang semakin canggih, kita dihadapkan pada perubahan besar dan tantangan baru.
Salah satu perubahan itu adalah munculnya tagar #TolakGambarAI di platform media sosial X.
Tagar ini tak hanya sekadar jadi pembicaraan hangat, tapi juga memicu diskusi dan perdebatan di antara pengguna internet.
TolakGambarAI muncul sebagai bentuk penolakan dari para kreator konten terhadap gambar-gambar yang dibuat oleh kecerdasan buatan (AI Art) yang makin banyak beredar di media sosial X.
Kontroversi ini timbul karena banyak seniman dan ilustrator merasa terancam dengan hadirnya karya seni berbasis AI di industri kreatif.
Bagi para kreator, kehadiran gambar AI dianggap sebagai ancaman serius terhadap eksistensi dan kebebasan berekspresi mereka.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa beberapa pengguna atau konsumen menyambut baik kemudahan dan efisiensi yang ditawarkan oleh hasil karya AI ini.
Namun, di tengah sorotan pro dan kontra ini, penting bagi kita untuk memahami bahwa teknologi dan seni sebenarnya bisa bersimbiosis.
Kita perlu mencari titik temu di mana keduanya bisa saling mendukung dan mengisi satu sama lain, bukan saling bersaing.
Jadi, #TolakGambarAI bukan hanya semata sebuah tagar, tapi seharusnya menjadi ruang diskusi yang produktif.
Diskusi ini membuka peluang untuk membicarakan bagaimana kita sebagai masyarakat dapat menyesuaikan diri dan tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi, tanpa harus mengorbankan pihak lain.
Ayo kita jadikan tagar ini sebagai awal dari diskusi yang konstruktif dan solutif.
Kita perlu lebih dari sekadar pro dan kontra.
Karena pada akhirnya, kita semua tinggal di dunia yang sama dan memiliki peran penting dalam membentuk masa depan yang lebih baik untuk semua.