jfid – Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan informasi. Bahasa juga merupakan fenomena sosial, budaya, dan sejarah yang mencerminkan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, bahasa tidak hanya dapat dipelajari dari segi struktur atau tata bahasanya, tetapi juga dari segi makna atau semantiknya, serta dari segi penggunaan atau pragmatiknya.
Selain itu, bahasa juga dapat dipelajari dari segi filsafat atau pemikiran yang melatarbelakangi bahasa itu sendiri.
Salah satu contoh kalimat yang menarik untuk dianalisis dari segi linguistik dan filosofis adalah kalimat ‘mudah-mudahan yang menang yang diridhai Allah’.
Kalimat ini merupakan sebuah kalimat harapan yang diucapkan oleh Said, seorang tokoh politik, ketika ditanyakan soal pasangan Anies-Cak Imin sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Kalimat ini memiliki beberapa aspek linguistik dan filosofis yang dapat diteliti, yaitu:
- Struktur sintaksis
- Makna semantik
- Implikatur pragmatik
- Presuposisi filosofis
Struktur Sintaksis
Kalimat ini memiliki struktur sintaksis sebagai berikut:
- Frasa nominal (FN) = mudah-mudahan
- Frasa verbal (FV) = yang menang
- Frasa nominal (FN) = yang diridhai Allah
Kalimat ini terdiri dari tiga frasa, yaitu frasa nominal ‘mudah-mudahan’, frasa verbal ‘yang menang’, dan frasa nominal ‘yang diridhai Allah’.
Frasa nominal ‘mudah-mudahan’ berfungsi sebagai subjek kalimat, sedangkan frasa verbal ‘yang menang’ berfungsi sebagai predikat kalimat. Frasa nominal ‘yang diridhai Allah’ berfungsi sebagai objek kalimat.
Sebuah frasa terdiri dari sebuah kepala (head) dan sebuah spesifikator (specifier) atau pelengkap (complement). Kepala adalah konstituen yang menentukan kategori dan fungsi frasa, sedangkan spesifikator atau pelengkap adalah konstituen yang memberikan informasi tambahan tentang kepala.
Dalam kalimat ini, frasa nominal ‘mudah-mudahan’ memiliki kepala ‘mudah-mudahan’ yang merupakan sebuah kata seru (interjection), dan tidak memiliki spesifikator atau pelengkap.
Frasa verbal ‘yang menang’ memiliki kepala ‘menang’ yang merupakan sebuah kata kerja (verb), dan spesifikator ‘yang’ yang merupakan sebuah kata penghubung (conjunction).
Frasa nominal ‘yang diridhai Allah’ memiliki kepala ‘Allah’ yang merupakan sebuah kata benda (noun), spesifikator ‘yang’ yang merupakan sebuah kata penghubung (conjunction), dan pelengkap ‘diridhai’ yang merupakan sebuah kata sifat (adjective).
Makna Semantik
Kalimat ini memiliki makna semantik sebagai berikut:
- Mudah-mudahan = sebuah ungkapan harapan atau permohonan agar sesuatu terjadi sesuai dengan keinginan atau kebaikan.
- Yang menang = sebuah klausa relatif yang mengacu pada pemenang dalam konteks pemilihan presiden dan wakil presiden.
- Yang diridhai Allah = sebuah klausa relatif yang mengacu pada orang atau kelompok yang mendapatkan rida atau kerelaan dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran Islam.
Kalimat ini memiliki makna semantik bahwa penutur berharap atau memohon agar pemenang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden adalah orang atau kelompok yang mendapatkan rida dari Allah SWT.
Menurut teori komponensial, makna sebuah kata dapat dianalisis menjadi beberapa komponen makna dasar atau sema. Komponen makna dasar ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu komponen makna inti atau denotasi, dan komponen makna tambahan atau konotasi. Komponen makna inti adalah komponen makna yang bersifat objektif, universal, dan dapat didefinisikan secara eksplisit.
Komponen makna tambahan adalah komponen makna yang bersifat subjektif, kontekstual, dan dapat didefinisikan secara implisit. Dalam kalimat ini, kata ‘mudah-mudahan’ memiliki komponen makna inti ‘harapan’ atau ‘permohonan’, dan komponen makna tambahan ‘ketidakpastian’ atau ‘keraguan’. Kata ‘menang’ memiliki komponen makna inti ‘mencapai hasil terbaik dalam suatu persaingan atau pertandingan’, dan komponen makna tambahan ‘keberhasilan’ atau ‘kepuasan’.
Kata ‘diridhai’ memiliki komponen makna inti ‘mendapatkan rida atau kerelaan dari Allah SWT’, dan komponen makna tambahan ‘kebaikan’ atau ‘keselamatan’. Kata ‘Allah’ memiliki komponen makna inti ‘Tuhan Yang Maha Esa dalam ajaran Islam’, dan komponen makna tambahan ‘keagungan’ atau ‘kekuasaan’.
Implikatur Pragmatik
Kalimat ini memiliki implikatur pragmatik sebagai berikut:
- Penutur tidak menyebutkan secara eksplisit siapa yang diharapkan atau dimohonkan untuk menang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penutur tidak ingin menunjukkan dukungan atau preferensi politiknya secara terbuka, atau tidak ingin menyinggung atau mengecewakan pihak-pihak tertentu.
- Penutur menggunakan ungkapan ‘mudah-mudahan’ yang merupakan sebuah modalitas epistemik, yaitu sebuah ungkapan yang menunjukkan tingkat kepastian atau kemungkinan dari suatu pernyataan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penutur tidak yakin atau ragu tentang hasil dari pemilihan presiden dan wakil presiden, atau tidak ingin menyatakan keyakinan atau prediksinya secara tegas.
- Penutur menggunakan klausa relatif ‘yang diridhai Allah’ yang merupakan sebuah modalitas deontik, yaitu sebuah ungkapan yang menunjukkan kewajiban atau keharusan dari suatu pernyataan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penutur menganggap bahwa rida Allah SWT adalah kriteria utama atau penting untuk menentukan pemenang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, atau ingin menyampaikan pesan moral atau religius kepada pendengar.
Menurut teori implikatur, sebuah pernyataan dapat memiliki makna yang lebih luas atau lebih dalam daripada apa yang dikatakan secara literal oleh penutur. Makna ini disebut sebagai implikatur, yaitu makna yang tersirat atau terimplikasi dari suatu pernyataan.
Implikatur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu implikatur konvensional dan implikatur percakapan. Implikatur konvensional adalah implikatur yang timbul karena penggunaan kata-kata tertentu yang memiliki makna tersirat selain makna harfiahnya.
Implikatur percakapan adalah implikatur yang timbul karena adanya asumsi-asumsi bersama antara penutur dan pendengar mengenai tujuan dan konteks percakapan. Dalam kalimat ini, ungkapan ‘mudah-mudahan’ memiliki implikatur konvensional bahwa penutur tidak pasti tentang sesuatu yang diharapkan atau dimohonkan.
Klausa relatif ‘yang diridhai Allah’ memiliki implikatur percakapan bahwa penutur menghormati kehendak Allah SWT dan mengajak pendengar untuk berdoa.
Presuposisi Filosofis
Kalimat ini memiliki presuposisi filosofis sebagai berikut:
- Penutur percaya bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa, yang dapat memberikan rida atau kerelaan kepada orang atau kelompok tertentu, dan dapat mempengaruhi hasil dari pemilihan presiden dan wakil presiden.
- Penutur percaya bahwa ada kemungkinan bahwa pemenang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden adalah orang atau kelompok yang tidak mendapatkan rida dari Allah SWT, atau ada kemungkinan bahwa orang atau kelompok yang mendapatkan rida dari Allah SWT itu kalah dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
- Penutur percaya bahwa ada hubungan kausal atau teleologis antara rida Allah SWT dan kemenangan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, yaitu bahwa orang atau kelompok yang mendapatkan rida dari Allah SWT akan menang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, atau bahwa orang atau kelompok yang menang dalam pemilihan presiden dan wakil presiden adalah karena mendapatkan rida dari Allah SWT.
Menurut teori presuposisi, sebuah pernyataan dapat memiliki asumsi-asumsi yang dianggap benar oleh penutur dan pendengar tanpa perlu dibuktikan atau dibantah. Asumsi-asumsi ini disebut sebagai presuposisi, yaitu kondisi yang diperlukan agar suatu pernyataan memiliki makna atau relevansi. Presuposisi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu presuposisi semantik dan presuposisi pragmatik.
Presuposisi semantik adalah presuposisi yang timbul karena penggunaan kata-kata tertentu yang memiliki makna tersirat selain makna harfiahnya. Presuposisi pragmatik adalah presuposisi yang timbul karena adanya pengetahuan bersama antara penutur dan pendengar mengenai konteks atau latar belakang percakapan.
Dalam kalimat ini, klausa relatif ‘yang diridhai Allah’ memiliki presuposisi semantik bahwa Allah SWT ada dan dapat memberikan rida kepada orang atau kelompok tertentu. Kalimat ini juga memiliki presuposisi pragmatik bahwa penutur dan pendengar berbagi keyakinan agama Islam dan mengakui kekuasaan Allah SWT.