Daisugi, Seni Membudidayakan Pohon Bonsai Raksasa di Jepang

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
4 Min Read

jfid – Jika Anda pernah berkunjung ke Jepang, Anda mungkin akan terpesona oleh keindahan alam dan budaya negeri Sakura ini. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah pemandangan pohon-pohon cedar yang menjulang tinggi dengan batang-batang kayu yang tumbuh dari pangkalnya. Apakah ini adalah fenomena alam yang unik? Ataukah ada rahasia di baliknya?

Ternyata, pohon-pohon cedar tersebut adalah hasil dari sebuah teknik kuno yang disebut daisugi. Daisugi adalah seni membudidayakan pohon-pohon bonsai raksasa yang dapat menghasilkan kayu berkualitas tinggi tanpa harus menebang pohon induknya. Teknik ini telah dilakukan oleh orang Jepang selama 700 tahun dan masih bertahan hingga kini.

Lalu, bagaimana cara kerja daisugi? Dan apa manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat? Berikut ulasannya.

Sejarah Daisugi

Daisugi berasal dari kata dai (platform) dan sugi (cedar). Teknik ini pertama kali dikembangkan pada abad ke-14 di daerah Kitayama, Kyoto. Saat itu, permintaan kayu untuk konstruksi bangunan, terutama rumah bergaya sukiya-zukuri, sangat tinggi. Namun, lahan untuk menanam pohon cedar sangat terbatas dan membutuhkan waktu lama untuk tumbuh.

Ad image

Untuk mengatasi masalah ini, para petani kayu di Kitayama menciptakan cara untuk memperbanyak produksi kayu dengan cara yang efisien dan berkelanjutan. Mereka menanam pohon cedar dengan jarak yang sangat dekat, sekitar satu meter, sehingga akar-akarnya saling bersaing untuk mendapatkan nutrisi. Hal ini membuat pohon-pohon tersebut tumbuh dengan batang yang lurus dan bebas simpul.

Kemudian, para petani kayu memangkas cabang-cabang bawah pohon cedar hingga tinggal pangkalnya saja. Dari pangkal inilah mereka membiarkan tunas-tunas baru tumbuh ke atas dengan membentuk sudut 45 derajat. Tunas-tunas ini kemudian dipotong setiap 20 tahun sekali untuk diambil kayunya. Sementara itu, pohon induk tetap hidup dan terus menghasilkan tunas baru.

Dengan cara ini, para petani kayu dapat memanen kayu berkualitas tinggi dari satu pohon cedar berkali-kali tanpa harus menebangnya. Selain itu, mereka juga dapat menghemat lahan dan waktu untuk menanam pohon baru. Teknik daisugi ini kemudian menjadi ciri khas daerah Kitayama dan menjadi warisan budaya yang dilestarikan hingga sekarang.

Manfaat Daisugi

Daisugi memiliki banyak manfaat, baik bagi lingkungan maupun bagi masyarakat. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Daisugi membantu melestarikan hutan dan mengurangi emisi karbon. Dengan tidak menebang pohon cedar, daisugi menjaga fungsi hutan sebagai paru-paru dunia dan penyerap karbon dioksida. Selain itu, daisugi juga mengurangi penggunaan mesin dan bahan bakar fosil yang dapat mencemari udara.

Daisugi menghasilkan kayu berkualitas tinggi yang memiliki banyak keunggulan. Kayu dari daisugi memiliki tekstur yang halus, warna yang cerah, dan serat yang kuat. Kayu ini juga lebih fleksibel dan padat daripada kayu biasa. Kayu dari daisugi banyak digunakan untuk pembuatan furnitur, kerajinan, dan bangunan tradisional Jepang.

Daisugi meningkatkan nilai estetika dan wisata daerah Kitayama. Pemandangan pohon-pohon cedar dengan batang-batang kayu yang tumbuh dari pangkalnya menimbulkan kesan artistik dan eksotis. Banyak wisatawan yang datang ke Kitayama untuk menyaksikan keajaiban alam ini. Beberapa tempat yang menawarkan pemandangan daisugi antara lain adalah Hata District, Takagamine, dan Kamigamo Shrine.

Kesimpulan

Daisugi adalah teknik kuno yang dilakukan oleh orang Jepang untuk memproduksi kayu tanpa menebang pohon. Teknik ini mengandalkan pemangkasan cabang bawah pohon cedar dan menumbuhkan tunas baru dari pangkalnya. Daisugi memiliki banyak manfaat, seperti melestarikan hutan, menghasilkan kayu berkualitas tinggi, dan meningkatkan nilai estetika dan wisata daerah Kitayama. Daisugi adalah contoh nyata dari kearifan lokal yang harmonis dengan alam.

Kalau Indonesia?

TAGGED:
Share This Article