jfid – Bulan Suro, bagian dari kalender Jawa, dikenal membawa atmosfer magis dan penuh makna bagi masyarakat Jawa.
Salah satu fenomena menarik yang muncul setiap bulan Suro adalah perhatian khusus terhadap individu dengan weton “tulang wangi”.
Dalam tradisi Kejawen, mereka yang lahir dengan weton ini disarankan untuk memperbanyak dzikir dan ibadah, terutama pada malam 1 Suro, karena dipercaya memiliki sensitivitas spiritual yang tinggi dan rentan terhadap gangguan makhluk halus.
Weton tulang wangi diyakini memiliki energi spiritual yang kuat. Menurut kepercayaan, orang yang lahir pada weton ini memiliki aroma tubuh yang harum, yang menarik perhatian makhluk ghaib.
Selain itu, mereka seringkali memiliki penampilan fisik yang menarik, aura yang memancar, kulit bersih, dan wajah yang menawan.
Sebelas weton yang masuk dalam kategori tulang wangi adalah:
- Kamis Wage
- Sabtu Legi
- Minggu Pon
- Minggu Kliwon
- Rabu Pahing
- Rabu Kliwon
- Selasa Legi
- Senin Kliwon
- Senin Wage
- Senin Pahing
Kepercayaan terhadap weton tulang wangi membawa dampak signifikan dalam kehidupan seseorang. Mereka yang memiliki weton ini dianggap memiliki karakter yang kuat dan positif serta beragam bakat. Namun, mitos juga menyebutkan bahwa pada malam 1 Suro, sensitivitas mereka terhadap dunia ghaib meningkat drastis. Bahkan, orang dengan kemampuan indra keenam bisa melihat makhluk ghaib dengan jelas.
Di balik keunikan dan keistimewaan yang dimiliki, terdapat pantangan yang harus diperhatikan oleh pemilik weton tulang wangi. Pada malam 1 Suro, mereka disarankan untuk tidak menggelar hajatan atau pernikahan. Diyakini, menggelar acara pada malam ini bisa membawa kesialan karena bertepatan dengan acara yang mungkin digelar oleh keraton.
Mitos dan kepercayaan mengenai weton tulang wangi tetap hidup dalam budaya Jawa hingga kini, menjadi bagian dari kekayaan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Meskipun demikian, penting bagi masyarakat untuk tetap bijaksana dalam memaknai setiap kepercayaan dan selalu melakukan verifikasi fakta secara mendalam. Tradisi ini bukan hanya cerita lama, tetapi juga refleksi dari kebudayaan yang terus berkembang dan tetap relevan dalam kehidupan modern.