Konflik Tigray telah menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi rakyat Ethiopia, Eritrea, dan kawasan Afrika Timur.
Konflik ini telah menewaskan ribuan orang, baik dari pihak militer maupun sipil, dan melukai puluhan ribu lainnya.
Konflik ini juga telah mengakibatkan krisis kemanusiaan yang parah, dengan lebih dari 2 juta orang mengungsi dari rumah mereka, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sekitar 5,2 juta orang, atau lebih dari 90% penduduk Tigray, membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak, termasuk makanan, air, kesehatan, dan perlindungan.
PBB memperingatkan bahwa lebih dari 400.000 orang di Tigray mengalami kelaparan, dan jutaan lainnya berisiko mengalami hal yang sama.
Konflik ini juga telah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas dan sistematis, termasuk pembunuhan massal, pemerkosaan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, dan penghilangan paksa.
Organisasi hak asasi manusia, seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, telah mendokumentasikan beberapa kasus kekejaman yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik, terutama oleh pasukan Eritrea.
Salah satu contoh yang paling mengerikan adalah pembantaian di kota Axum pada November 2020, di mana pasukan Eritrea dan Ethiopia diduga membunuh ratusan warga sipil yang tidak bersenjata.
Konflik ini juga telah mengancam stabilitas dan keamanan di Ethiopia dan kawasan Afrika Timur. Ethiopia adalah negara terpadat kedua di Afrika, dengan lebih dari 110 juta penduduk, dan memiliki peran penting dalam menjaga perdamaian dan kerjasama di kawasan tersebut.
Konflik ini telah memperburuk ketegangan etnis dan politik di dalam negeri, dan meningkatkan risiko konflik bersenjata dengan negara-negara tetangga, seperti Sudan dan Somalia.
Konflik ini juga telah mengganggu pembangunan Bendungan Besar Renaissance Ethiopia, sebuah proyek infrastruktur raksasa yang menjadi sumber perselisihan dengan Mesir dan Sudan.
