Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Fokus

Politik Masokisme

by Heru Harjo Hutomo
4 bulan ago
in Fokus, Opini, Politik
Reading Time: 5min read
0
"Semar Tan Semar," 60x100 cm, kapur di atas papan (Heru Harjo Hutomo, 2020)

"Semar Tan Semar," 60x100 cm, kapur di atas papan (Heru Harjo Hutomo, 2020)

Share on FacebookShare on Twitter

jfid – Dalam kesusastraan terdapat dua sastrawan kontroversial yang akhirnya menjadi nama dari kecenderungan aktivitas seksual yang menyimpang: sadisme dan masokisme—atau biasa disingkat S/M. Sadisme berasal dari kecenderungan, baik pribadi maupun kekaryaan, Marquis de Sade. Sedangkan masokisme berasal dari Leopold von Sacher-Masoch.

Sadisme hidup dalam kecenderungannya untuk mendominasi dan menyiksa—baik secara fisik maupun psikis—pasangannya dan akan mengalami kepuasan ketika pasangannya teraniaya. Adapun masokisme justru hidup dalam kecintaannya pada penganiayaan dan penderitaan yang dilakukan oleh pasangannya.

Di hari ini, saya kira, setidaknya ada dua kecenderungan penyimpangan seksual tersebut dalam ranah politik dan kehidupan sehari-hari. Seorang sadis akan dibentuk sedemikian rupa untuk berperilaku kasar dan cenderung untuk mendominasi orang lainnya dalam pergaulan. Pada dirinya akan selalu ditanamkan bahwa cara menyanyangi dan mencintai adalah dengan cara menyiksa sedemikian rupa orang lainnya, baik fisik maupun psikis. Hobi untuk mem-bully dan melontarkan ujaran kebencian, membenamkan dengan cara memakan, “masturbasif” atau mau menang sendiri, adalah termasuk dalam penyimpangan sosial semacam ini. Sedangkan seorang masokis justru dibentuk sebaliknya, pada dirinya akan senantiasa ditanamkan bahwa semua perlakuan sadistis yang secara nalar sangat tak masuk akal adalah sebentuk pembelaan, pertolongan, sayang dan cinta, yang pada akhirnya akan menguntungkannya.

Bukankah dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai doktrin untuk diam ketika dihina, dicacimaki, dianiaya, dibunuh karakternya, dengan alasan untuk membesarkan seseorang atau sesuatu—atau dengan kata lain untuk mempopulerkannya? Saya menamakan indoktrinasi rasa sayang yang diungkapkan dengan cara menyiksa seperti ini, baik fisik maupun psikis, sebagai pendekatan “wis wani wirang”—laiknya kepribadian yang ditunjukkan oleh para pengkhianat. Sedangkan indoktrinasi rasa cinta dapat disebut sebagai pendekatan para pelacur yang seperti halnya kertas putih terkait keikhlasannya untuk dizinai.

Bukankah banyak para kandidat pemimpin selama ini—atau orang-orang yang diharapkan—yang dibesarkan dengan dua pendekatan semacam itu dan mereka dikomando untuk diam saja, tanpa berbuat apa-apa, agar menumbuhkan rasa iba dan simpati, agar besar? Padahal, ibarat sebuah warung yang dipopulerkan dengan jalan sayang dan cinta di atas, justru menjadi tak laku karena orang sudah muak dan risih untuk membeli karena setiap hari dijejali dengan segala hal yang telah melampaui batas normal. Seandainya pun laku—atau pada konteks pemimpin sukses untuk terpilih—para pembeli tersebut akan seenaknya memperlakukan warung dan penjualnya (seolah mereka benar-benar tak memiliki harga diri). Dan demikianlah rasa sayang dan cinta dalam kehidupan politik dan sosial di hari ini: semakin sabar difitnah dan dicacimaki, maka akan semakin besar pula ia hingga suatu saat ketika disadari semuanya sudah terlambat.

BACAJUGA

No Content Available

Sangat tampak bahwa pembentukan jiwa-jiwa masokistis seperti menjadi kiat sukses orang-orang yang katanya hidup di zaman milenial ini. Alasan yang disodorkan selalu tak dapat diterima oleh nalar: agar banyak orang iba dan bersimpati yang pada akhirnya akan serta-merta menolongnya secara gratisan dengan cara mengejek dan menginjak harga diri.

Setahu saya, kanjeng nabi Muhammad hidup dengan meninggalkan ajaran dan nilai-nilai yang sarat dengan pembelaan diri (Muhammad, Heru Harjo Hutomo, https://jalandamai.org). Ia bukanlah seorang yang manja. Ia sadar akan diri dan lingkungan yang dihidupinya. Ia menikah dengan seorang janda. Ia blusukan ke pasar-pasar. Ia juga berperang. Dan saya kira itu semua berkat keyakinannya bahwa segala hal yang ada pada dirinya adalah tak semata anugerah, tapi juga amanah yang akan berdosa ketika ia tak dapat menjaganya (Akumu Jejermu: Wajah Lain Sufisme Nusantara, Heru Harjo Hutomo, https://www.idenera.com). Dengan demikian, Nabi Muhammad bukanlah sesosok yang sadistis sekaligus masokis. Ia tak pernah menginjak martabat orang lainnya dan tak pula diam ketika martabatnya diinjak-injak.

(Heru Harjo Hutomo: penulis kolom, peneliti lepas, menggambar dan bermain musik)    

ShareTweetSendShare

Related Posts

Rusdianto Samawa, Tinjau Lokasi pembibitan benih bening Lobster

KKP Belum Memberi Perlindungan untuk Nelayan Lobster

12 jam ago
Foto: kompas.com/Nansianus Taris

Bagaimana Jokowi Bisa Ditahan?

1 hari ago
Deklarasi Pemuda dan Mahasiswa untuk kabupaten kepulauan Sumenep pada tahun 2016

Menunggu Sumenep dalam Pertanyaan?

5 hari ago

Fraksi PDI- P Komitmen Kawal Raperda Pengembangan Pesantren di Jatim

1 minggu ago
Ilustrasi: Derrida dalam sampul buku Muhommad Al Hayad

Orang yang Masuk Surga Pertama adalah Perokok

2 minggu ago
Baju punggawa Bajau dalam perang mempertahankan Sulawesi dari Belanda

Pulau Sulawesi Sebagai Asal Usul Pertama Orang Bajau

2 minggu ago
Load More
Next Post

Gandawyuha: Penghikmatan Toleransi dan Spritualitas

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Indra Wahyudi di Senayan (foto: dok redaksi)
Profil

Indra Wahyudi dan Masa Depan DPC Demokrat Sumenep

28/02/2021
Berita

JPU Kasus Buni Yani, Jadi Kepala Kejari Muara Enim

28/02/2021
Slamet Ariyadi, saat memberikan masukan riset dan inovasi garam di UTM
Berita

Universitas Trunojoyo Madura Direkom Sebagai Fasilitator Garam Nasional

27/02/2021
Pengurus DPC Partai Demokrat Sumenep, menggelar potong tumpeng (foto: tribunnews.com/Ali Hafizd)
Berita

DPC Demokrat Sumenep Hadiahi AHY dengan Potong Tumpeng

27/02/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.