Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Headline

Kuasa Bahasa

by Tjahjono Widarmanto
8 bulan ago
in Headline, Opini, Pendidikan
Reading Time: 7min read
0
Ilustrasi Kuasa Bahasa (Istimewa)

Ilustrasi Kuasa Bahasa (Istimewa)

Share on FacebookShare on Twitter

jfID – Bahasa dan kekuasaan memiliki relasi dan keterkaitan yang erat dan unik. Melalui bahasalah dominasi kekuasaan dapat dipraktikkan. Perbedaan posisi seorang penutur bahasa dalam sebuah hierarki sosial dapat dilihat melalui penggunaan aksen, intonasi, kalimat dan kosa kata yang digunakan. Kekuatan dan pengaruh penggunaan bahasa dan kata-kata sangat bergantung pada siapa yang melakukan tindak bahasa tersebut dan bagaimana bahasa tersebut diucapkan. Otoritas yang mengucapkan bahasa akan memberikan efek yang berbeda kepada penerima. Sebuah rezim yang otoriter dapat menggunakan bahasa tak hanya sekedar melanggengkan kekuasaannya saja, namun juga bisa menggunakan bahasa untuk memproduksi sistem simbol dalam kaitannya dengan posisi kekuasaannya. Sistem simbol yang diproduksi tersebut berperan sebagai kontrol, penguasaan bahkan kekerasan yang dilakukan secara samar, halus dan simbolik.

Produksi sistem simbol untuk mengontrol kekuasaan, melanggengkan kekuasaan, bahkan untuk melakukan kekerasan dapat dilihat sejak zaman lampau. Produksi sistem bahasa secara sistematis sudah dilakukan raja-raja Mataram semenjak Panembahan Senapati dan terutama pada zaman Sultan Agung. Konsolidasi kekuasaan dilakukan melalui penulisan babad dan pelembagaan  tingkatan-tingkatan bahasa Jawa yang dikenal sebagai unggah-ungguhing basa. Sistem simbol tersebut dibangun untuk menciptakan jarak sosial yang jelas antara mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai (Moedjanto, 1993).

Sosiolinguistik telah menunjukkan bahwa dalam masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau lebih, terdapat dua ragam bahasa, yaitu pertama, ragam tinggi (high variety), yaitu bahasa yang lebih dihargai, terpelajar dan lebih dihormati bahkan oleh mereka yang tidak mengerti ragam ini; kedua, ragam rendah (low variety), yaitu ragam bahasa yang dianggap lebih rendah, kasar dan cenderung tidak diakui. Ragam tinggi dipelajari di bangku-bangku sekolah dan memiliki fungsi resmi di ruang public, sementara ragam rendah pada umumnya dipelajari dalam keluarga dan digunakan dalam suasana tak resmi di wilayah pribadi. Karena digunakan dalam wilayah public yang formal, bahasa ragam tinggi dianggap sebagai prasyarat yang musti dikuasai siapapun yang hendak turut serta di dalamnya. Akibatnya dengan mudah dapat diterka bahwa mereka yang menguasai ragam bahasa tinggi akan lebih mampu mendominasi wilayah public. 

Relasi antara bahasa dan kekuasaan jauh lebih luas ketika kekuasaan tidak hanya dimaknai sebagai kuasa negara atau kekuasaan politik semata. Kekuasaan bisa dimaknai sebagai dominasi. Dalam keterkaitan antara bahasa dan dominasi inilah, Pierre Bourdieu melihat bahasa tak sekedar alat komunikasi, namun sebagai instrument tindakan dan kekuasaan. Komunikasi merupakan pertukaran bahasa yang berlangsung sebagai hubungan kekuasaan simbolis terwujudnya hubungan kekuatan antara pembicara dan mitra bicara dalam suatu komunitas. Hubungan social adalah hubungan dominasi yang ditandai oleh interaksi simbolis yang mengimplikasikan pengetahuan dan kekuasaan. Dengan kata lain, hubungan komunikasi adalah pertukaran bahasa sebagai hubungan kekuatan simbolis.

Relasi bahasa dan kekuasaan sebagai hubungan kekuatan simbolis yang membentuk realitas inilah disebut Bourdieu sebagai kuasa simbolik. Bahasa adalah salah satu dari bentuk-bentuk simbolik yang khas. Bahasa hadir dalam semua wilayah kehidupan social dan karenanya berperan sebagai sarana utama bagi kuasa simbolik yang memungkinkan terjadinya dominasi dan kekerasan simbolik. Kuasa simbolik merupakan sebuah kuasa untuk menciptakan realitas yang sifat semenanya disalah-kenali sebagai yang absah dan terberi sehingga memungkinkan terjadinya dominasi simbolik dan kekerasan simbolik.

BACAJUGA

No Content Available

Dominasi simbolis mengandaikan keterlibatan yang didominasi. Bukan hanya karena kepatuhan pasif atau paksaan, bukan pula penerimaan bebas terhadap sebuah nilai. Ada suatu bentuk persetujuan terhadap sudut pandang kelompok dominan yang ditanamkan secara halus. Situasi seperti itu diistilahkan oleh Bourdieu sebagai doxa. Doxa merupakan sudut pandang penguasa atau yang dominan yang menyatakan diri dan memberlakukan diri sebagai sudut pandang yang universal.

Dominasi simbolik membuka peluang untuk terciptanya kekerasan simbolik. Kekerasan  didefinisikan oleh Lardellier (Hayatmoko, 2010) sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan. Di dalam kekerasan terdapat unsure dominasi kepada pihak lain dalam berbagai wujud; bisa verbal, fisik, gambar atau psikologis. Ungkapan nyata kekerasan bisa berupa manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar, kata-kata yang menyudutkan, penghinaan, atau kata-kata kasar yang merendahkan dan mengancam. Kekerasan yang paling sulit diatasi adalah kekerasan simbolik yang beroperasi melalui wacana. Disebut simbolik karena dampak yang biasa biasa dilihat dalam kekerasan fisik tidak tampak. Tidak terdapat luka, tidak ada akibat traumatis, tidak muncul kecemasan, tidak tampak adanya ketakutan, bahkan korban tidak merasa mendapatkan kekerasan dan tidak merasa didominasi. Kekerasan simbolik berjalan karena pengakuan, kesediaan dan keterlibatan suka rela yang didominasi. Hanya saja prinsip simbolis diketahui dan diterima, baik oleh yang menguasai maupun yang dikuasai. Prinsip simbolis ini berupa bahasa, cara berpikir, cara bertindak dan cara kerja. Dampak kekerasan simbolik itu halus, berlangsung melalui ketidaktahuan, pengakuan, atau perasaan korbannya .

Setiap sastrawan pasti terlibat dalam pergulatan-pergulatan fisik dan batin dengan realita-realita sosial. Keterlibatan inilah yang menyebabkan sastra begitu dekat dengan persoalan-persoalan sosial. Sastra sebagai refleksi zaman selalu melihat milliu yang ada di sekitarnya, misalnya melihat dominasi kekuasaan dan segala macam praktiknya baik yang berupa dominasi simbolik maupun nyata, praktik legitimasinya, hubungan dan ketegangan kekuasaan, hingga praktik-praktik kekerasan simbolik.

Bahasa tidak mungkin hadir dengan tiba-tiba tanpa peranan faktor-faktor di luar bahasa. Sistem bahasa berjalan erat sekali dengan sistem sosial budaya sehingga baik eksplisit maupun implisit, sehingga bahasa dapat menggambarkan bahkan mengarahkan konstruksi realitas sosial budaya. Dengan memahami bahasa bisa digunakan alat kepentingan kekuasaan maka sejauhmana praktik kekerasan simbolik mewujud dalam bahasa menjadi sesuatu yang penting untuk diungkap sebagai sebuah penyadaran melawan bentuk hegemoni apapun. Melalui pemahaman dan kesadaran bahwa bahasa bisa berpotensi sebagai alat kekuasaan dapat membangkitkan sikap waspada dan kritis bahwa di sekeliling kehidupan sosial masih banyak terdapat kekerasan simbolik yang harus dengan sadar dilawan untuk menghindari dominasi apapun.***

ShareTweetSendShare

Related Posts

Agus Harimurti Yudhoyono (foto: istimewa)

Ujian Sang Mayor

2 jam ago
Ilustrasi keberingasan Kapitaslime

Kapitalisme Lahir Karena Indonesia

20 jam ago
Artidjo Alkostar, (antara foto)

Artidjo Alkostar Kyai Hakiki, bukan Asesori

3 hari ago
Slamet Ariyadi, saat memberikan masukan riset dan inovasi garam di UTM

Universitas Trunojoyo Madura Direkom Sebagai Fasilitator Garam Nasional

7 hari ago
Rusdianto Samawa, Tinjau Lokasi pembibitan benih bening Lobster

KKP Belum Memberi Perlindungan untuk Nelayan Lobster

7 hari ago
Foto: kompas.com/Nansianus Taris

Bagaimana Jokowi Bisa Ditahan?

1 minggu ago
Load More
Next Post

Pelaku Aksi Brutal Madina di Gelandang ke Mapolda Sumut

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Agus Harimurti Yudhoyono (foto: istimewa)
Headline

Ujian Sang Mayor

06/03/2021
Ilustrasi keberingasan Kapitaslime
Fokus

Kapitalisme Lahir Karena Indonesia

05/03/2021
Demo GMNI Sumenep Tolak penambangan Fosfat di depan gedung DPRD Sumenep
Berita

GMNI Sumenep: Penambangan Fosfat Sebabkan Banjir

05/03/2021
Foto : Ketua Pansus Perda Desa Wisata, Lalu Hadrian Irfani (LHI) bersama rombongan saat memimpin kunjungan kerja ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur
Berita

Pansus Desa Wisata DPRD NTB Gali Tata Pengembangan Desa Wisata ke Jatim

05/03/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.