Babak Baru Keramba Jaring Apung

Rusdianto Samawa
9 Min Read
Rusdianto Samawa, dalam Kongres Nelayan Indonesia
Rusdianto Samawa, dalam Kongres Nelayan Indonesia

jf.id – KJA Offshore merupakan program strategis KKP yang bertujuan untuk meningkatkan produksi sektor budidaya lepas pantai dengan metode KJA. Dengan target utamanya jenis ikan kakap putih (Lates calcalifer).

Program yang diadopsi dari teknologi budidaya Norwegia ini, diyakini dapat menggenjot produksi sektor perikanan budidaya. Teknologi kontruksi KJA berbentuk bulat, berdiameter 25,5 meter, dengan keliling lingkaran 80 meter yang berfungsi untuk memelihara ikan laut dengan jarak 2 km dari bibir pantai.

Namun, kurun waktu 2018, penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Kamis (7/11) bekerja keras memeriksa saksi yang berkaitan dengan perkara dugaan korupsi Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai (offshore) di Sabang tahun 2017. Kali ini yang diperiksa adalah pejabat eselon I di Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI yaitu Nilanto Perbowo, Sekjen KKP sekaligus Komisaris PT Perinus, dan Zulfikar Mochtar, Dirjen Perikanan KKP yang merangkap Komisaris Utama PT Perinus.

Diperiksa dalam jabatannya di PT Perinus, perusahaan yang mengerjakan proyek KJA di Sabang pada tahun 2017. Penyidik juga sudah menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Dirut PT Perinus yang juga tersangka dalam perkara korupsi Keramba Jaring Apung (KJA), Dendi Anggi Gumilang. Tapi tidak datang lantaran mengaku sakit. Akhirnya tidak datang menghadap penyidik.

Sebelumnya penyidik sudah memanggil sejumlah saksi lain di antaranya Direktur Perbenihan di KKP RI: Coco Kokarkin Soetrisno, Dirut PT Perinus: M Yana Aditya. Termasuk Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya KKP RI: Slamet Soebjakto, Bendahara Pengeluaran Satker Direktorat Pakan dan Obat Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI: Nurlaela, Anggota Tim Pelaksana Pengadaan Percontohan Budidaya Laut Lepas Pantai KKP RI: Muaz, Karyawan PT. Surveyor Indonesia dan ahli teknis dari Unsyiah dan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

Dari sejumlah saksi yang sudah diperiksa, penyidik baru menetapkan satu tersangka yaitu mantan Dirut PT Perinus, Dendi Anggi Gumilang. Selain itu, penyidik juga sudah menyita uang dari Perinus sebanyak Rp 36.260.875.000 sebagai barang bukti terkait korupsi pengadaan keramba jaring apung dengan nilai kontrak Rp45,5 miliar di Kota Sabang.

Pemeriksaan mereka sebagai saksi guna melengkapi berkas perkara tersangka mantan Dirut PT Perinus, Dendi Anggi Gumilang. Selain dua pejabat KKP tersebut, penyidik juga memeriksa enam saksi lainnya yaitu, Pokja dari KKP dua orang, Moh Muhaimin dan Navy Novy Jefrry Watupongoh, Tim Teknis KKP dua orang: Kristian Maikal dan Dadityo Budi, Direktur Utama PT. Perikanan Nusantara (Perinus) M Yana Aditya, Dirut Keuangan Perinus, Henda Tri Retnadi.

Korupsi pengadaan proyek percontohan budi daya ikan lepas pantai pada Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya Direktorat Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sejak 2017 itu dengan anggaran Rp50 miliar. Proyek pengadaan tersebut dimenangkan PT Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45,58 miliar.

Hasil temuan penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, pekerjaan dikerjakan tidak sesuai spesifikasi. Perusahaan juga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan 100 persen. Pekerjaan diselesaikan pada Januari 2018, sedangkan pencairan sudah dibayarkan pada 29 Desember 2017.

Dalam kasus ini, Kejati Aceh menyita delapan keramba apung beserta jaringnya, satu unit tongkang pakan ikan. Kemudian, satu paket sistem distribusi pakan, dan pipa pakan. Serta, satu set sistem kamera pemantau, satu unit kapal beserta perangkatnya. Semua barang yang disita tersebut berada di beberapa tempat di Pulau Weh, Kota Sabang.

Selain menyita aset, penyidik juga menyita uang tunai Rp36,2 miliar. Uang tersebut diserahkan langsung dalam bentuk tunai oleh PT Perikanan Nusantara kepada Kejaksaan Tinggi Aceh. Penyidik Kejati Aceh memasang pita segel pada jaring keramba apung di Pelabuhan CT3 BPKS di Sabang.

Dalam kasus ini terdapat dokumen DIPA Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Pakan dan Obat Ikan Tahun Anggaran 2017, yang terdapat kegiatan pengadaan budidaya lepas pantai (KJA Offshore) dengan pagu anggaran Rp50 miliar.

Selain itu, ada pelanggaran hukum pada pekerjaan paket pengadaan percontohan budidaya ikan lepas pantai (KJA offshore) di Kota Sabang, yang dimenangkan PT. Perikanan Nusantara dengan nilai kontrak Rp45.585.100.000 (empat puluh lima miliar lima ratus delapan puluh lima juta seratus ribu rupiah) yang bersumber dari DIPA Satker Direktorat Pakan dan obat Ikan, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2017.

Namun, pekerjaan itu tidak dapat diselesaikan sesuai kontrak atau hasil pekerjaan tidak bisa selesai 100 persen, sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak. Penyidik menduga ada unsur korupsi dari PT. Perinus sebagai pelaksana. Termasuk lemahnya pengawasan dari PT. Perinus maupun seksi pengawasan dan pengendalian pada PT. Perinus, sesuai Perpres Nomor 4 Tahun 2015, pasal 93 ayat 1 dan ayat 2.

Ada pun spesifikasi teknis yang menyebutkan produk tertentu dalam KJA berstandar Norwegia dalam HPS. Sesuai penjelasan Perpres 54/2010, pasal 81 ayat (1) huruf b yang dapat menjadi objek sanggahan, merupakan penyususnan spesifikasi yang mengarah pada produk tertentu dalam upaya rekayasa tertentu, sehingga mengakibatkan persaingan yang tidak sehat.

Jadi menurut yang dimaksud “dilarang” bukan menyebutkan merek, tapi dilarang melakukan rekayasa tertentu sehingga mengakibatkan persaingan yang tidak sehat. Nah, jika penyebutan merek dalam spesifikasi tidak ditujukan atau tidak dapat dibuktikan untuk rekayasa tertentu, sehingga mengakibatkan persaingan tidak sehat, maka sangat sulit menemukan dasar aturan untuk mempermasalahkan, apalagi kemudian menjahatkan penyusun spesifikasi teknis. Mengingat tentang spesifikasi ini tidak diubah melalui Perpres 4/2015, yang penelusurannya dilanjutkan ke Perka 14/2014 sebagai petunjuk teknis Perpres 70/2012.

Selain itu, terdapat indikasi kelebihan bayar yang tidak sesuai dengan termin dalam perjanjian, yaitu termin I dibayarkan 50% dari harga kontrak barang (7 item) telat berada di lokasi perakitan BPKS Sabang. Termin II dibayarkan lagi 25% bila workboat dan net cleaner berada di lokasi perakitan dan 100% setelah semua dirakit. Ternyata perakitan dilakukan pihak Norwegia pada bulan Januari 2018, sedangkan pada 29 Desember 2017, PT Perinus telah dibayarkan Rp.40.8 miliar lebih.

Dalam kasus ini, PPK KKP telah membayarkan sebesar 89% dari yang seharusnya 75%. Artinya terdapat kelebihan pembayaran 14% atau Rp. 6.630.540.000 (Rp. 40.819.365.000 (89%) – Rp.34.188.825.000 (75%).

Seperti diketahui, pasca kerusakan Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai Offshore di perairan Keunekai Sabang milik KKP, sampai saat ini belum ada tanda-tanda pemasangan kembali proyek dengan total anggaran Rp 131.4 Miliar.

Karena itu, Lembaga Bantuan Hukum Nelayan Indonesia (LBH Nelayan) meminta kepada Kejati Aceh agar meningkatkan status hukum menjadi tersangka kepada semua saksi yang telah diperiksa.

Kasus Keramba Jaring Apung (KJA) ini tidak mungkin hanya seorang Dendi Anggie Gumilang sendiri yang terlibat. Kasus ini melibatkan banyak oknum, bahkan Mantan Menteri KKP pun harus diperiksa dalam kasus ini.

Yang terpenting juga, Kejati Aceh harus segera menuntaskan, jangan berlarut-larut untuk menangani kasus ini. Sehingga bisa mencerminkan penegakan hukum yang baik demi keadilan bagi masyarakat.

Lagi pula, Kejati Aceh harus tegas dan bekerja secara professional untuk penegakan hukum, tanpa bisa di intervensi. Karena bisa jadi dalam kasus ini diduga banyak intervensi oleh para perampok uang negara.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article