jfid – Pada tanggal 28 Juli 2021, sebuah berita yang cukup mengguncang dunia bisnis dan politik internasional muncul. Unilever, perusahaan multinasional yang berbasis di Inggris dan Belanda, secara tegas menolak gerakan boikot yang ditujukan kepada Israel.
CEO Unilever, Alan Jope, dalam suratnya kepada beberapa organisasi Yahudi, termasuk Anti-Defamation League (ADL) yang berbasis di AS, menulis, “Unilever menolak sepenuhnya dan membantah dengan tegas segala bentuk diskriminasi atau intoleransi. Anti-Semitisme tidak memiliki tempat di masyarakat manapun”.
Pernyataan ini muncul sebagai respons atas keputusan Ben & Jerry’s, anak perusahaan Unilever, untuk berhenti menjual es krim di wilayah yang diduduki Israel.
Keputusan ini memicu reaksi keras dari pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Naftali Bennett, yang menyebutnya sebagai “langkah anti-Israel yang mencolok” dan Menteri Luar Negeri Yair Lapid, yang menyebutnya sebagai “penyerahan yang memalukan kepada anti-Semitisme”.
Namun, Jope menegaskan bahwa Unilever “tidak pernah menyatakan dukungan apa pun terhadap gerakan BDS dan tidak berniat mengubah posisi tersebut”. Gerakan BDS (Boycott, Divestment, Sanctions) berusaha mengisolasi Israel atas perlakuannya terhadap Palestina.
Meski demikian, Jope juga mencoba menjaga jarak dari ketegangan yang sedang berkembang antara Unilever dan dewan Ben & Jerry’s, yang diakuisisi oleh Unilever pada tahun 2000 dalam kesepakatan yang memberi merek tersebut lebih banyak otonomi atas strategi dan pengambilan keputusannya dibandingkan dengan merek lain.
Dengan nada yang jenaka namun serius, Jope menulis, “Kami selalu mengakui hak merek dan Dewannya yang independen untuk mengambil keputusan sesuai dengan misi sosialnya. Dalam keputusan ini, tidak ada bedanya”.
Meski begitu, Jonathan Greenblatt, CEO ADL, mengatakan bahwa dia “merasa lega” membaca sikap Unilever, tetapi mendesak “Unilever untuk melakukan apa pun yang dapat dilakukan untuk meyakinkan dewan Ben and Jerry’s untuk mengubah posisinya”.
Dengan demikian, Unilever berusaha menjaga keseimbangan antara menjaga reputasi dan integritas perusahaannya, sambil juga menghormati otonomi dan misi sosial dari anak perusahaannya, Ben & Jerry’s. Ini adalah contoh bagaimana perusahaan multinasional harus menavigasi isu-isu politik dan sosial yang rumit dalam menjalankan bisnis mereka.