Ad image

RUU Baru di Irak, Anak Perempuan Boleh Menikah di Usia 9, Masyarakat Menolak!

ZAJ By ZAJ - Content Creator, SEO Expert, Data Analyst, Writer
2 Min Read
RUU Baru di Irak: Anak Perempuan Boleh Menikah di Usia 9, Masyarakat Menolak! (Ilustrasi)
RUU Baru di Irak: Anak Perempuan Boleh Menikah di Usia 9, Masyarakat Menolak! (Ilustrasi)
- Advertisement -

jfid – Protes besar-besaran sedang berlangsung di seluruh Irak menanggapi Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan untuk menurunkan usia legal pernikahan anak perempuan menjadi sembilan tahun.

Amandemen ini sedang dibahas di parlemen dan telah memicu kemarahan dari berbagai kelompok hak asasi manusia dan organisasi perempuan di negara tersebut.

RUU tersebut memberikan otoritas kepada pemimpin agama untuk menentukan usia pernikahan, yang dipandang oleh banyak pihak sebagai upaya untuk melemahkan hak perempuan yang telah diperjuangkan sejak lama.

Koalisi 188, yang terdiri dari berbagai organisasi non-pemerintah, politisi, dan aktivis, telah memimpin protes di kota-kota besar seperti Baghdad, Basra, dan Najaf.

Mereka memandang RUU ini sebagai ancaman serius terhadap hak-hak perempuan dan anak-anak, dan sebagai upaya untuk mengembalikan kekuasaan ke tangan otoritas agama, meninggalkan sistem hukum sipil.

Menurut data UNICEF, sekitar 28% anak perempuan di Irak sudah menikah sebelum usia 18 tahun.

Kritik terhadap RUU ini menekankan bahwa legalisasi pernikahan pada usia yang sangat muda dapat memperburuk situasi ini, mengakibatkan peningkatan putus sekolah, kehamilan dini, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Pendukung RUU mengklaim bahwa amandemen tersebut dirancang untuk melindungi anak perempuan dari hubungan yang tidak bermoral dengan menstandardisasi hukum Islam.

Namun, para kritikus berpendapat bahwa alasan ini mengabaikan dampak negatif pernikahan dini pada kesejahteraan dan masa depan anak-anak perempuan.

Perlawanan terhadap RUU ini melibatkan banyak pihak, termasuk anggota parlemen perempuan yang bekerja keras untuk mencegahnya disahkan.

Mereka menyuarakan kekhawatiran bahwa undang-undang ini akan mengembalikan hak perempuan ke tingkat yang jauh lebih rendah daripada yang telah dicapai sejak 1959.

Perdebatan mengenai RUU ini tidak hanya penting bagi Irak tetapi juga menarik perhatian internasional, mengingat potensi dampaknya terhadap hak-hak perempuan di kawasan yang lebih luas.

Pemerintah Irak berada di bawah tekanan untuk mendengarkan suara para aktivis dan masyarakat yang menolak keras perubahan hukum yang dianggap regresif ini.

- Advertisement -
Share This Article