jfid – Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi ajang politik yang penuh kontroversi. Banyak dugaan kecurangan yang terjadi, baik sebelum, saat, maupun sesudah pemungutan suara.
Namun, seberapa besar dampak dan akibat dari kecurangan tersebut bagi demokrasi dan kesejahteraan rakyat Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan itu, sutradara Dandhy Laksono menghadirkan film dokumenter berjudul Dirty Vote. Film ini dirilis pada 11 Februari 2024 melalui kanal YouTube PSHK Indonesia dan telah ditonton lebih dari 5 juta kali dalam sehari.
Dirty Vote bukanlah film dokumenter biasa. Film ini tidak menampilkan gambar-gambar atau rekaman-rekaman yang mengilustrasikan kejadian nyata.
Film ini juga tidak menggunakan musik atau efek suara yang dramatis. Yang ada hanyalah tiga orang pakar hukum tata negara yang berbicara di depan kamera, sambil menunjukkan slide presentasi yang berisi data dan fakta.
Mereka adalah Dr. Bivitri Susanti, Dr. Zainal Arifin Mochtar, dan Dr. Feri Amsari. Mereka menjelaskan secara runut dan rinci berbagai pelanggaran hukum, manipulasi politik, dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi dalam Pemilu 2024.
Mereka juga memberikan analisis dan kritik terhadap sistem dan lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu, seperti KPU, Bawaslu, dan MK.
Apa saja yang mereka ungkap dalam film ini? Berikut adalah beberapa poin penting yang bisa kita simak:
Penunjukan penjabat (PJ) kepala daerah. Film ini menyoroti penunjukan PJ gubernur dan PJ bupati/wali kota oleh presiden sejak 2021.
Penunjukan ini diduga sebagai bentuk intervensi politik untuk mempengaruhi hasil pemilu di daerah-daerah tersebut.
Beberapa PJ kepala daerah bahkan terlibat dalam kampanye atau mendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Mobilisasi birokrasi dan dana desa. Film ini juga mengkritik penyaluran dana desa dan bantuan sosial yang meningkat tajam menjelang pemilu.
Dana-dana tersebut diduga dimanfaatkan untuk mendulang suara pemilu, bukan semata-mata untuk kesejahteraan rakyat.
Selain itu, film ini juga menyoroti adanya tekanan dan intimidasi terhadap kepala desa agar mendukung kandidat tertentu.
Pelanggaran kampanye dan netralitas pejabat negara. Film ini menunjukkan banyaknya pejabat negara, termasuk presiden, yang diduga menyalahgunakan fasilitas dan kewenangan negara untuk kepentingan kampanye.
Misalnya, penggunaan pesawat militer, mobil dinas, atau acara resmi untuk berkampanye. Padahal, menurut aturan, pejabat negara yang terlibat kampanye harus cuti dan tidak boleh memanfaatkan fasilitas negara.
Rendahnya independensi lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu. Film ini juga mengkritik kinerja dan kredibilitas KPU, Bawaslu, dan MK sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan dan pengawasan pemilu.
Lembaga-lembaga ini sering dituduh hanya menjadi corong kepentingan penguasa dan tidak bersikap netral dan independen. Misalnya, dalam hal verifikasi partai politik, penanganan pelanggaran kampanye, atau penyelesaian sengketa pemilu.
Dirty Vote adalah film yang berani dan penting untuk ditonton oleh seluruh rakyat Indonesia. Film ini memberikan pencerahan dan pemahaman tentang masalah-masalah mendasar dalam demokrasi dan pemilu di Indonesia.
Film ini juga mengajak kita untuk lebih kritis dan waspada terhadap praktik-praktik politik yang tidak sehat dan merugikan kepentingan rakyat.
Film ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk terus berjuang dan berpartisipasi dalam memperbaiki sistem dan lembaga demokrasi di Indonesia.
Kita tidak boleh diam dan apatis terhadap kecurangan yang terjadi. Kita harus bersuara dan beraksi untuk menuntut pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas. Karena, pemilu adalah hak dan tanggung jawab kita sebagai warga negara.