Peran Santri dalam Narasi Peradaban Moralitas Bangsa

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read

jfID – Peringatan hari santri nasional mulai disahkan sejak tahun 2015 oleh presiden republik Indonesia Joko Widodo, dengan menetapkannya Keppres Nomor 22 Tahun 2015 tentang peringatan hari santri nasional, yang menjadi landasan dan tonggak sejarah peringatan hari santri yang ditetapkan pada tanggal 22 November dengan merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” merupakan sebuah fatwa yang dicetuskan oleh ulama NU yang dinahkodai oleh hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Awal mulanya resolusi jihad diserukan dengan merespon NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang mencoba menjajah kembali bangsa Indonesia.

K.H. Hasyim Asy’ari bersama ulama-ulama NU lainnya berkumpul di Surabaya pada tanggal 21-22 Oktober 1945. Yang kemudian mendeklarasikan perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sebagai Jihad yang kemudian di cetuskan “Resolusi Jihad” peran Ulama, Santri, pemuda dll yang Tergabung dalam sebuah seruan Jihad tersebut. Didalam isinya antara lain menegaskan bahwa membela tanah air hukumnya adalah fardhu ain (kewajiban yang bersifat perorangan) bagi setiap orang Islam di Indonesia. Dalam Resolusi Jihad pun itu ditegaskan bahwa bagi kaum muslimin yang berada dalam radius 94 km dari pusat pertempuran wajib berperang melawan penjajah.

22 Oktober sejak tahun 2015 dijadikan sebagai peringatan hari santri nasional, tentunya dalam hal ini menjadi kerangka refleksi kembali bagi kaum santri untuk tetap berkomitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa fatwa resolusi jihad sukses mengantarkan Indonesia tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan kembali oleh penjajah sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 silam. Namun perjuangan serta khittah kaum santri saat ini tentunya berbeda dalam hal memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia, maka mari bersama-sama merefleksikan persoalan yang terjadi di dalam bangsa saat ini dan peran apa yang harus dilakukan oleh kaum santri dalam menegakkan keutuhan serta kedaulatan NKRI?

Berbicara santri tentunya tidak lepas dari yang namanya pondok pesantren, yang merupakan suatu lembaga pendidikan yang sudah identik dengan persoalan keagamaan bagi santrinya, perkembangan pesantren di Indonesia cukup pesat terutama di kawasan Jawa dan Madura dan diberbagai pelosok tanah air yang telah banyak mencetak generasi bangsa Indonesia untuk mewujudkan generasi insan kamil yang bermoral serta berkarakter islami.

Ad image

Sejarah mencatat baik diakui atau tidak bahwa peran pesantren, ulama, dan juga santri telah berkontribusi besar dalam kemerdekaan bangsa Indonesia serta menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Yang membuktikan bahwa pesantren bukan hanya sekedar lembaga pendidikan sekadarnya, melainkan sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang senantiasa mengawal serta mengabdikan diri kepada perkembangan bangsa Indonesia. Sehingga ketika bertepatan momentum resolusi jihad K.H. Hasyim Asy’ari menggaungkan fatwa jargon Hubbul wathon minal iman cinta tanah air sebagian dari iman.

Namun, Pengaruh globalisasi pendidikan Indonesia, serta perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga mau tidak mau harus mengikuti arus perkembangan zaman yang terkadang malah banyak pendidikan saat ini mengesampingkan pendidikan agama dan mengedepankan unsur-unsur pendidikan umum yang terkadang pula hanya menekankan pada pembelajaran umum tanpa membangun pendidikan karakter dan moralitas anak didik. Hal tersebut bisa direnungkan dengan tambah merosotnya moral anak bangsa saat ini yang makin hari makin mengkhawatirkan. Arus globalisasi perkembangan zaman yang cukup pesat disisi lain dapat menguntungkan namun disisi lain juga arus globalisasi malah bisa menjadikan kerusakan pada peradaban, maka pesantren harus hadir dalam persoalan arus globalisasi untuk bisa menyeimbangkan serta menjawab tantangan zaman untuk menopong eksistensi dan esensi pesantren, karena disisi lain arus globalisasi tidak bisa dihindari maka tidak ada pilihan lain untuk menjawab dan menghadapi tantangan zaman. Sebagaimana kaidah fiqih ” al-muhafadzah alal-qadim al-shalih wal-akhdzu bil-jadid al-ashlahartinya” ; Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan menerapkan nilai-nilai baru yang lebih baik. Maka pesantren untuk mengaktualisasikan kaidah diatas dapat diketahui saat ini banyak pesantren yang bernuansa modern dengan juga memasukkan pendidikan-pendikan umum dan teknologi di lingkungan lembaga pesantren, namun pesantren harus tetap balance antara ilmu agama dan ilmu umumnya, sehingga mampu mencetak santri yang berintelektual, bermoral, serta berkarakter Islami yang siap untuk terjun ke masyarakat dan mengabdikan diri untuk bangsa dan agama serta mampu menopang kemerosotan moral bangsa yang ada saat ini. Pesantren dalam persoalan pendidikan moral dan akhlak bukan hanya persoalan teori saja, akan tetapi di lingkungan pesantren berkaitan dengan prakteknya langsung (aplikatif) di dalam kehidupan sehari-hari bagi santrinya. Dengan kokohnya spiritual dan mapannya intelektual yang membawa santri mampu membangun peradaban moralitas bangsa yang lebih baik.

Dengan demikian mampu membendung sebuah perspektif yang mungkin kurang benar dan tepat yang menganggap bahwa tingkat kemajuan pendidikan bangsa tolok ukurnya yakni kecerdasan otak dan intelektualitasnya saja. Sedangkan pendidikan moral dan karakter yang menjadi bagian dari pendidikan agama dianggap tidak lagi penting, inilah yang membuat karakter, moral, dan akhlak anak bangsa semakin merosot. Menurut hemat penulis kemorosatan moralitas berimbas pada kemerosotan-kemerosotan lainnya.

Pesantren yang telah dipandang oleh banyak kalangan mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan Akhlakul Karimah nya kepada anak didiknya (santri). Meningkatkan dan mengembangkan peran pesantren dalam narasi peradaban bangsa tentunya menjadi keharusan bagi pesantren, dalam kondisi bangsa yang mengalami degradasi moral. Artinya pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah dikenal dikalangan umum memiliki keunggulan dan karakteristik yang cukup baik dalam persoalan mencetak anak didik yang berkarakter dan bermoral maka pesantren harus menjadi pelopor dan inspirator moralitas bangsa yang lebih baik.

Penulis : Mohommad Zaini (Santri PP. Manba’ul Hikam / Kader PMII UTM)

Share This Article