jfid – Kabar yang menggegerkan dunia kuliner datang dari produsen makanan kemasan, roti Aoka dan Okko.
Kedua roti ini menjadi perbincangan hangat lantaran daya tahannya yang mencengangkan: tidak berjamur meski sudah kedaluwarsa, bahkan tetap baik kondisinya hingga berbulan-bulan.
Fenomena ini membuat banyak pihak bertanya-tanya, bagaimana mungkin? Apa rahasianya?
Roti yang Tahan Lama: Keajaiban atau Kejanggalan?
Pertanyaan besar muncul di benak masyarakat, termasuk Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Kalimantan Selatan, Afftahuddin.
Ia menganggap hal tersebut tidak masuk akal karena menurut pengalamannya, roti buatan produsen di Banjarmasin dan sekitarnya hanya dapat bertahan maksimal sepekan.
“Ini benar-benar aneh. Roti biasanya akan berjamur dalam beberapa hari saja, tapi yang ini tidak.
Harus ada sesuatu yang berbeda di baliknya,” ucap Afftahuddin dengan nada skeptis.
Klaim Produsen: Higienis dan Teknologi Pengemasan
Menanggapi isu tersebut, pihak PT Abadi Rasa Food, produsen roti Okko, memberikan penjelasan.
Jimmy, pengelola pabrik, mengungkapkan bahwa roti mereka bisa bertahan lama karena diproduksi dalam ruangan yang berstandar internasional dan steril seperti ruang operasi rumah sakit.
“Roti bisa tahan 60-90 hari karena proses produksi yang higienis dan kandungan bahan yang sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan BPOM.
Tempatnya harus bersih sekali, tidak boleh ada bakteri sama sekali, sesuai dengan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
Kuncinya di pengemasan,” jelas Jimmy pada Selasa, 16 Juli 2024.
Menurut Jimmy, pengemasan roti Okko menggunakan mesin otomatis. Hal ini yang membedakan produksi roti Okko dan industri roti rumahan lainnya.
“Pakai mesin otomatis. Kalau cara manual enggak bisa. Cara ini berbeda dengan industri roti rumahan.
Kemasannya juga kami pesan ke perusahaan yang berstandar ISO, harus tahan tekanan 80 kilogram,” tambahnya.
BPOM Menjadi Penjaga Kualitas
Di sisi lain, Kemas Ahmad Yani, Head of Legal PT Indonesia Bakery Family – produsen roti Aoka, menegaskan bahwa perusahaannya sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk 16 produk mereka.
Menurutnya, apabila ada kandungan zat berbahaya dalam produknya, pasti sudah diketahui BPOM.
“Kalau ada, otomatis sudah ketahuan,” ucap Kemas, Rabu, 17 Juli 2024.
Dia juga menyebutkan bahwa BPOM hanya memberi catatan soal fasilitas.
Adapun bahan baku dan formula produk dinyatakan aman. “Enggak mungkin BPOM bisa meloloskan itu,” ujarnya.
Misteri di Balik Pengawet: Sodium Dehydroacetate
Namun, berita yang beredar menyebutkan bahwa roti Aoka dan Okko menggunakan bahan pengawet kosmetik, sodium dehydroacetate, untuk membuat produknya tahan lama.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo, pengujian laboratorium yang dilakukan oleh Paguyuban Roti dan Mie Ayam Borneo (Parimbo) menemukan bahwa roti Aoka mengandung sodium dehydroacetate sebanyak 235 miligram per kilogram, sedangkan roti Okko mengandung 345 miligram per kilogram.
Temuan ini tentu saja mengejutkan. Sodium dehydroacetate adalah zat yang sering digunakan dalam produk kosmetik sebagai pengawet.
Penggunaan zat ini dalam produk makanan menimbulkan kekhawatiran mengenai keamanannya.
Interpretasi: Higienitas atau Kimiawi?
Mengapa roti Aoka dan Okko tidak berjamur meski sudah kedaluwarsa? Jawabannya mungkin terletak pada kombinasi antara teknologi pengemasan yang canggih dan penggunaan bahan pengawet.
Namun, hal ini tidak serta-merta menenangkan kekhawatiran masyarakat.
Proses produksi yang higienis dan pengemasan yang ketat memang bisa memperpanjang umur simpan produk.
Namun, keberadaan bahan pengawet yang tidak lazim digunakan dalam makanan memicu pertanyaan mengenai potensi risiko kesehatan jangka panjang.
Apakah kita rela mengonsumsi roti yang “steril” tapi penuh dengan bahan kimia?
Sudut Pandang Kritis: Antara Kebutuhan dan Kewaspadaan
Fenomena roti Aoka dan Okko ini menempatkan kita pada persimpangan antara kebutuhan akan produk yang tahan lama dan kewaspadaan terhadap bahan kimia.
Di satu sisi, kita mendambakan kemudahan dan kepraktisan produk makanan yang awet dan siap saji.
Di sisi lain, kita tidak bisa mengabaikan potensi dampak negatif dari bahan pengawet yang digunakan.
Afftahuddin, dengan nada sarkastik, menggarisbawahi ironi ini. “Ini mungkin solusi untuk dunia yang serba cepat, di mana kita tidak punya waktu untuk memikirkan apakah makanan kita masih aman atau tidak.
Yang penting tidak berjamur, kan?”
Namun, pertanyaan kritis tetap ada: apakah kita siap membayar harga yang mungkin lebih tinggi dalam jangka panjang untuk kenyamanan sesaat ini?
Kesimpulan: Perlu Pengawasan Ketat dan Edukasi
Untuk menjawab misteri ini, diperlukan pengawasan ketat dari pihak berwenang dan edukasi bagi konsumen.
BPOM harus terus memastikan bahwa standar keamanan pangan terpenuhi, dan masyarakat harus diberdayakan dengan informasi yang tepat tentang apa yang mereka konsumsi.
Roti Aoka dan Okko mungkin tetap menjadi pilihan bagi mereka yang mencari kemudahan, namun kesadaran akan bahan-bahan yang terkandung di dalamnya harus selalu dijaga.
Karena pada akhirnya, kesehatan kita adalah tanggung jawab kita sendiri.