jfid – Fenomena “Peringatan Darurat Garuda Biru” yang viral di media sosial merupakan reaksi keras dari warganet terhadap pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Gerakan ini muncul sebagai simbol protes terhadap langkah-langkah yang dianggap sebagai upaya mengukuhkan kekuasaan elit politik, atau yang sering disebut sebagai oligarki, dalam sistem demokrasi Indonesia.
Latar Belakang “Peringatan Darurat Garuda Biru”
Pada Agustus 2024, MK mengeluarkan beberapa putusan penting yang diharapkan dapat memperkuat demokrasi, seperti mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah sehingga partai tanpa kursi di DPRD bisa mengusung calon.
Selain itu, MK juga mengatur bahwa syarat usia calon kepala daerah harus dihitung pada saat penetapan calon, bukan saat pelantikan.
Putusan ini membawa dampak besar, termasuk potensi menggagalkan pencalonan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi, dalam Pilkada Jawa Tengah.
Namun, langkah DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) yang mengabaikan putusan MK dengan mengusulkan revisi UU Pilkada memicu kemarahan publik.
Revisi ini dinilai sebagai upaya untuk mengamankan kepentingan politik tertentu dan melindungi dinasti politik, yang merupakan ciri khas dari sistem oligarki.
Keterkaitan dengan Oligarki
Oligarki dalam konteks demokrasi Indonesia merujuk pada dominasi segelintir elit politik dan ekonomi dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh besar terhadap kehidupan politik dan pemerintahan.
Kasus pencalonan Kaesang Pangarep dan langkah DPR yang berupaya mengubah putusan MK menggambarkan bagaimana kekuatan oligarki berusaha mempertahankan pengaruhnya.
Ini menandakan bahwa kekuasaan masih sangat terkonsentrasi pada elit tertentu, yang mampu mempengaruhi kebijakan untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Selain itu, reaksi keras publik yang diwujudkan dalam “Peringatan Darurat Garuda Biru” mencerminkan kesadaran dan kekhawatiran masyarakat akan praktik oligarki yang semakin mengancam integritas demokrasi di Indonesia.
Gerakan ini juga merupakan panggilan bagi masyarakat sipil untuk bersatu dan mengawal putusan MK demi menjaga supremasi hukum dan keadilan dalam proses politik.
Dampak terhadap Demokrasi
Fenomena ini menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia masih rentan terhadap pengaruh oligarki.
Ketika putusan hukum yang seharusnya final dan mengikat bisa diabaikan oleh lembaga legislatif, maka prinsip negara hukum dan demokrasi yang inklusif terancam.
Oleh karena itu, penguatan lembaga hukum, peningkatan partisipasi politik masyarakat, serta reformasi untuk mengurangi dominasi oligarki menjadi sangat penting untuk masa depan demokrasi Indonesia.
Kesimpulannya, “Peringatan Darurat Garuda Biru” adalah cermin dari masalah yang lebih mendalam dalam demokrasi Indonesia, di mana oligarki tetap menjadi tantangan utama yang harus dihadapi untuk mencapai pemerintahan yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat banyak.