Sumenep, Jurnalfaktual.id, | Pasca Pilkades serentak di wilayah Kabupaten Sumenep pada 7 November (wilayah daratan) dan 14 November (wilayah kepulauan) mewariskan konflik di berbagai Desa. Hal tersebut, tanpak terlihat dari sudut pandang, kisruh produk perbup hingga tahapan penyelenggaraan Pilkades.
Dari sebuah konflik yang lahir dari produk Demokrasi Desa, akan berdampak pada sulitnya pertumbuhan ekonomi masyarakat Desa. Melihat situasi demikian, Pentingnya sebuah konsensus dengan melakukan penataan struktur masyarakat, dengan strategi Pemekaran Desa.
Sebagaimana dilansir dari hukumonline.com, Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“UU Desa”) adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1]
Pembentukan Desa
Pembentukan desa merupakan salah satu bentuk kegiatan penataan desa yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.[2]
Penataan desa tersebut terdiri dari:[3]
a. pembentukan;
b. penghapusan;
c. penggabungan;
d. perubahan status; dan
e. penetapan Desa.
Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada.[4]
Pembentukan Desa dapat berupa:[5]
a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih;
b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa; atau
c. penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
Pemerintah dapat memprakarsai pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi kepentingan nasional.[6]
Syarat-Syarat Pembentukan Desa
Pembentukan Desa harus memenuhi syarat:[7]
a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;
b. jumlah penduduk, yaitu:
1) wilayah Jawa paling sedikit 6.000 jiwa atau 1.200 kepala keluarga;
2) wilayah Bali paling sedikit 5.000 jiwa atau 1.000 kepala keluarga;
3) wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 jiwa atau 800 kepala keluarga;
4) wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 jiwa atau 600 kepala keluarga;
5) wilayah Nusa Tenggara Barat paling sedikit 2.500 jiwa atau 500 kepala keluarga;
6) wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kepala keluarga;
7) wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 jiwa atau 300 kepala keluarga;
8) wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 jiwa atau 200 kepala keluarga; dan
9) wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 jiwa atau 100 kepala keluarga.
c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/ Walikota;
g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata Cara Pembentukan Desa
Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.[8]
Pembentukan Desa dilakukan melalui Desa persiapan. Desa persiapan itu merupakan bagian dari wilayah Desa induk. Desa persiapan tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Peningkatan status dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi.[9]
Dua Desa atau lebih yang berbatasan dapat digabung menjadi Desa baru berdasarkan kesepakatan Desa yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditentukan dalam UU Desa.[10]
Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan desa yang telah mendapatkan persetujuan bersama Bupati/Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diajukan kepada Gubernur.[11]
Kemudian, Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan kelurahan menjadi Desa berdasarkan urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah, kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan perundang-undangan.[12] Gubernur menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah paling lama 20 hari setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.[13]
Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah tesebut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi Peraturan Daerah paling lama 20 hari.[14] Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ini disertai lampiran peta batas wilayah Desa.[15]
Dan pada subtansi nya, upaya pemekaran Desa di wilayah Kabupaten Sumenep, bukan atas dasar mengejar dan menargetkan keuntungan dari dana desa. Melainkan, sebuah upaya Islah dari warisan Pilkades serentak 2019.
Laporan: DPP
Sumber: hukumonline.com