jfid – Anwar Usman tidak lagi memimpin Mahkamah Konstitusi (MK) setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk memberhentikannya dari jabatan Ketua MK.
Alasannya, Anwar terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam perkara uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Keputusan MKMK tersebut menimbulkan gelombang desakan agar Anwar Usman mundur dari jabatan Hakim MK.
Sebab, Anwar dinilai telah menghilangkan martabat, marwah, dan kewibawaan institusi MK dengan putusannya yang dianggap menguntungkan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, yang berusia 33 tahun.
Desakan mundur itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari deklarator Maklumat Juanda Usman Hamid, Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) Munir, hingga Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainudin Paru. Mereka menilai Anwar Usman sudah tidak layak menjadi Hakim MK karena telah melanggar kode etik kategori berat.
Namun, Anwar Usman menolak untuk mundur. Ia mengatakan bahwa ia masih memiliki hak konstitusional untuk menjadi Hakim MK hingga masa jabatannya berakhir pada 2024.
Ia juga membantah adanya konflik kepentingan dalam putusannya dan mengklaim bahwa ia telah menjalankan tugasnya secara profesional dan independen.
Sementara itu, Ketua MK terpilih Suhartoyo yang menggantikan Anwar Usman mengatakan bahwa ia bertekad untuk membuat publik kembali percaya kepada MK. Ia menegaskan tidak akan alergi terhadap kritik dan akan melakukan perbaikan bersama dengan para hakim yang lain.
“Kalau memang kami ada yang ke depan tidak baik, ya tak apa-apa kami dikritik berdua. Sehingga kami berdua bisa setiap saat evaluasi. Jadi jangan dibiarkan,” ujar Suhartoyo dalam jumpa pers di Gedung MK, Kamis (9/11/2023).