Kasus Erik dan Pernikahan Sirih, Sisi Gelap Pengurus Ponpes Terungkap Lagi!

Noer Huda
3 Min Read
Kasus Erik dan Pernikahan Sirih, Sisi Gelap Pengurus Ponpes Terungkap Lagi! (Ilustrasi)
Kasus Erik dan Pernikahan Sirih, Sisi Gelap Pengurus Ponpes Terungkap Lagi! (Ilustrasi)

jfid – Kasus pernikahan sirih yang melibatkan Muhammad Erik, seorang pengurus pondok pesantren di Kecamatan Candipuro, Lumajang, telah menyoroti masalah serius terkait penyalahgunaan wewenang dalam lingkungan keagamaan.

Pernikahan tersebut membuka banyak pertanyaan mengenai etika, moralitas, dan tanggung jawab seorang pengurus terhadap murid-muridnya.

Pada 15 Agustus 2023, Muhammad Erik menikahi seorang gadis berusia 16 tahun secara sirih tanpa wali. Kasus ini baru terungkap setelah ayah korban, M, melaporkan kejadian tersebut pada 14 Mei 2024.

Ayah korban mulai curiga setelah mendengar desas-desus dari tetangga bahwa putrinya hamil. “Awalnya, tetangga ramai bilang anak saya hamil, saya kaget, kan enggak pernah saya nikahkan. Setelah saya tanya ternyata memang tidak hamil,” ungkap M di rumahnya pada Jumat, 28 Juni 2024, dikutip dari SerambiNews.

Korban sering mengikuti pengajian yang diadakan oleh Erik, meskipun ia tidak tinggal di pondok pesantren tersebut.

“Anak saya tidak mondok di sana, mungkin tahunya karena anak saya sering ikut majelisan,” jelas M. Kepercayaan yang diberikan kepada Erik sebagai pemimpin agama ternyata disalahgunakan.

Korban mengaku diiming-imingi uang sebesar Rp 300.000 dan janji untuk dibahagiakan sebelum akhirnya setuju menikah dengan Erik. “Ngakunya dijanjikan mau disenengin dan dikasih uang Rp 300.000,” tambah M.

Situasi ini semakin memperihatinkan karena korban kini mengalami trauma berat. Setelah pernikahan, korban tidak pernah tinggal bersama Erik dan hanya dipanggil pada saat-saat tertentu, sering kali dijemput oleh orang suruhan Erik.

“Harapannya ditangkap, dihukum setimpal, anak saya sudah diambil, dia sekarang trauma enggak mau ketemu orang, takut,” tutup M.

Dari sudut pandang hukum dan moralitas, tindakan Erik tidak hanya melanggar norma agama dan sosial, tetapi juga hukum negara.

Kasat Reskrim Polres Lumajang, AKP Ahmad Rohim, menyatakan bahwa Erik telah ditetapkan sebagai tersangka, meskipun belum ditahan. “Sudah ditetapkan tersangka kemarin. Belum (ditangkap) nanti kami panggil yang bersangkutan,” kata Rohim pada Jumat, 28 Juni 2024.

Erik berdalih bahwa dirinya masih bujang ketika menikahi korban, namun pemeriksaan polisi mengungkap bahwa Erik sebenarnya sudah menikah.

Lebih lanjut, hasil penyelidikan menyebut Erik bukan pengasuh pondok pesantren, melainkan hanya pengurus. “Pemeriksaan kita, terlapor ini bukan pengasuh tapi hanya pengurus di sana,” ungkap Rohim.

Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya pengawasan dan tanggung jawab moral dalam lingkungan pendidikan dan keagamaan.

Kepercayaan yang diberikan kepada pemimpin agama harus disertai dengan integritas dan tanggung jawab yang tinggi.

Ketika kepercayaan ini dilanggar, bukan hanya hukum yang harus ditegakkan, tetapi juga keadilan moral bagi korban dan keluarganya. Polisi harus memastikan bahwa semua pihak yang terlibat mendapatkan hukuman yang setimpal agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email faktual2015@gmail.com

Share This Article