Kampanye Prabowo, Anak-Anak Sekolah dan Pesantren Gratis Minum Susu setiap hari

Deni Puja Pranata By Deni Puja Pranata
3 Min Read

jfid – Salah satu janji kampanye yang menarik perhatian publik adalah program makan siang dan susu gratis yang diusung oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Program ini ditujukan untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anak sekolah dan pesantren di seluruh Indonesia. Namun, seberapa realistis dan efektifkah program ini?

Menurut Prabowo, program ini berangkat dari fakta di lapangan bahwa banyak anak-anak Indonesia yang masih mengalami masalah gizi, seperti stunting, anemia, dan obesitas. Prabowo mengklaim bahwa dengan memberikan makan siang dan susu gratis, anak-anak akan mendapatkan asupan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan belajar dengan optimal. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat mengurangi beban biaya hidup bagi orang tua dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Namun, program ini juga menuai kritik dan pertanyaan dari berbagai pihak. Pertama, dari segi anggaran, program ini membutuhkan dana yang sangat besar. Menurut perhitungan CNBC Indonesia, jika program ini diberlakukan untuk 50 juta anak sekolah dan pesantren, maka biaya yang dibutuhkan setiap tahunnya mencapai Rp 300 triliun. Angka ini setara dengan 20 persen dari APBN 2023. Dari mana sumber dana tersebut akan didapatkan? Apakah akan mengorbankan pos-pos anggaran lain yang juga penting, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan?

Kedua, dari segi implementasi, program ini juga menimbulkan tantangan yang tidak mudah. Bagaimana cara mendistribusikan makan siang dan susu gratis ke seluruh sekolah dan pesantren di Indonesia, yang tersebar di berbagai daerah dengan kondisi geografis yang berbeda-beda? Bagaimana cara memastikan kualitas dan keamanan pangan yang disajikan? Bagaimana cara mengatasi masalah potensial seperti korupsi, penyelewengan, dan pemborosan?

Ad image

Ketiga, dari segi efektivitas, program ini juga belum tentu memberikan dampak yang signifikan bagi gizi dan kesehatan anak-anak. Menurut pakar gizi dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hardinsyah, program ini tidak mempertimbangkan aspek kebutuhan gizi individu, preferensi makan, dan kebiasaan makan keluarga. Ia mengatakan bahwa tidak semua anak membutuhkan susu, terutama jika mereka alergi atau intoleran terhadap laktosa. Ia juga menyarankan agar program ini lebih fokus pada pemberian makanan tambahan yang mengandung zat besi, vitamin A, dan yodium, yang lebih dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia.

Oleh karena itu, program makan siang dan susu gratis yang dijanjikan oleh Prabowo-Gibran perlu dipertimbangkan kembali dengan matang. Program ini tidak boleh hanya menjadi janji manis yang menggoda pemilih, tetapi harus didasarkan pada kajian ilmiah, perencanaan yang matang, dan koordinasi yang baik. Program ini juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di setiap daerah, serta melibatkan partisipasi dan pengawasan dari berbagai pihak. Jika tidak, program ini hanya akan menjadi mimpi indah yang tidak pernah terwujud.

Share This Article