Oleh : Suaeb Qury
Ketua PW GP Ansor NTB 2010-2014
jfid – Mengingat kembali jejak dan kelahiran Ansor yang dirintis dan dilahirkan oleh para pendiri yakni KH. Abdul Wahab Chasbulloh, dan para pendukungnya. Bukan tanpa dasar, sejak awal dibentuk, dan embrio atau wadah pemuda muslim bernama Syubbanul Wathan atau Pemuda Tanah Air pada 1924 adalah cikal bakal.
Sejak itulah pada 24 April 1934 saat Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, Jawa Timur. Embrio itu bernama ANO disahkan menjadi bagian dari Gerakan Pemuda Ansor. Tentu tidak terlepas dari kiprah dan nilai kejuangan sebagai titik balik dari sejarah berdirinya Gerakan Pemuda Ansor, yakni pada hari Jum’at. Kelahiran Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) diwarnai oleh semangat perjuangan, nasionalisme, pembebasan, dan kepeloporan serta kepahlawanan.
Meminjam istilah Almarhum Iqbal Aseggaf: “bahwa GP Ansor terlahir dalam suasana keterpaduan antara kepeloporan pemuda pasca sumpah pemuda, semangat kebangsaan, kerakyatan, dan sekaligus spirit keagamaan”.
Arti dari semua nilai itu, tidak terlepas dari kisah Laskar Hizbullah. Dimana barisan kepanduan Ansor, dan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) sebagai bentuk perjuangan GP Ansor nyaris melegenda. Bagian dari sejarah yang tidak terlupakan juga, yakni saat perjuangan fisik melawan penjajahan, dan penumpasan G 30 S/PKI. Disitulah peran, dan kobaran api perlawanan yang diabadikan oleh Gerakan Pemuda Ansor mempersembahkan kepada Ibu Pertiwi.
Bukan tanpa alasan dengan lahirya Ansor, dilatar belakangi oleh semangat dan cita-cita pendiriannya yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU), dan dari situasi ”konflik” internal, serta tuntutan kebutuhan zaman. Kontra, dan paradigma kedirian Ansor, juga tidak terlepas dari cara pandang dan perbedaan antara tokoh tradisional, dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Ulama.
Sebab, sumber dan sumbu asal lahirnya GP Ansor yang diletakkan sebagai organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. Dan begitulah cita-cita awal yang di sematkan oleh KH Abdul Wahab Hasbullah dan tokoh tradisional KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam.
Kilas balik dari dua sentrum perbedaan memahami pendirian Ansor oleh kekuatan tradisional, dan modern inilah yang memfragmentasikan biduk pro, dan kontra kelahiran nama Ansor. Setelah mengalami kefakuman selama dua tahun pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul Wahab Chasbulloh yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor, setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Titik balik dari kekuatan yang menyematkan para Subbanul Wathon, dan kebesaran KH. Abdul Wahab Chasbulloh, maka atas saran beliau yang merupakan “ulama besar” sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela, dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku, dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut.
Gerakan ANO (yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar Sahabat Ansor, yakni sebagai penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor). Itulah kiprah dan spirit yang bisa diambil oleh kita dan gerakan kita, melanjutkan cita-cita para pendiri Ansor.
Dan sampai titik ini, Ansor ditangan para pejuang keagamaan, dan kebangsaan yang dapat kami saksikan dari Sang Maestro M. Iqbal Assegaf juga peletak gerakan pembaharuan Ansor dimasanya. Kemudian dilanjutkan oleh Gus Ipul (H.Saifullah Yusuf), yang menata kebesaran dan mengkolaborasikan kekutan Ansor secara kuantitas dengan Barisan Ansor Serbaguna (BANSER). Tidak sampai disitu, Gus Ipul juga memberikan warna baru buat Ansor dengan penguatan gerakan ekonomi Ansor.
Estafet kepimimpinan Ansor dilanjutkan oleh Sahabat Nusron Wahid yang telah membumikan Ansor dengan semangat kaderisasi, dan keberlanjutan ekonomi Ansor yang tumbuh subur diberbagai wilayah di Indonesia. Seiring dengan bergerak majunya Ansor dari sabang sampai merauke, dengan jumlah kader yang mencapai satu juta, memberikan warna baru bagi eksistensi Ansor dipentas kepemimpinan. Tidaklah salah, jika di era kepemipinam Susilo Bambang Yudoyono sebagai Presiden Republik Indonesia, dan yang pertama mempercayai Gus Ipul sebagai Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kawasan Indonesia Timur. Tidak sampai ditangan Gus Ipul kepercayaan untuk menitipkan negeri ini kepada Ansor megabdi dilanjutkan oleh Nusron Wahid sebagai Menteri BNP2TKI pada periode pertama kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden.
Pada periode kedua Joko Widodo juga meyakini bahwa Gerakan Pemuda Ansor mempunyai andil untuk agama dan bangsa ini, maka tidaklah salah Gus Yaqut (H. Yaqut Cholil Qoumas) dinobatkan menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.
Perjalanan sejarah pengembangan Ansor di Nusa Tenggara Barat sejak zaman penulis (Suaeb Qury) tahun 2010-2014, hingga sampai saat ini dilanjutkan oleh Sahabat Zamroni Aziz tentu penuh dengan pergeseran-pergeseran menuju arah kaderisasi yang lebih baik. Ekspektasi kemajuan Ansor di Nusa Tenggara Barat hingga saat ini sudah semakin solid dan kuat.
Hal demikian tidak terlepas dari masifnya kaderisasi yang dilakukan sejak periode 2010-2014, hingga pada periode saat ini. Sejak kiprah penulis di tahun 2010-2014 sudah menginisiasi kader-kader Ansor di NTB sebagai pelopor perdamaian untuk daerah. Komitmen Gerakan Pemuda Ansor dalam menjaga nilai-nilai perdamaian, dengan prinsip toleransi sudah diterapkan sebagai penyadaran keapada masyarakat tentang sebuah nilai saling menghargai atas segala perbedaaan. Nusa Tenggara Barat hingga saat ini. Periode sahabat Zamroni Aziz sudah banyak melahirkan kader-kader Ansor yang tidak hanya bergerak, dan berkontribusi pada level grass root (masyarakat), namun juga sudah terdistribusi di berbagai instansi pemerintahan seperti di Badan Pengawasan Pemilu (BAWASLU) Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hingga instasi lainnya guna memperluas akses kepeloporan kade-kader Ansor untuk membangun daerah. Kemudian hingga saat ini Ansor terus maju untuk kemajuan, dan hadir sebagai penyeimbang perkembangan zaman.
Selamat Harlah Gerakan Pemuda Ansor ke 87 (24 April 1934 – 24 April 2021)
“Tranformasi Media Juang – Pagar Baja Gerakan Kita”