Gen-Z dan Pemilu: Antara Apatis atau Jadi Penentu

Fathor Rosy
3 Min Read
Gen-Z dan Pemilu: Antara Apatis atau Jadi Penentu
Gen-Z dan Pemilu: Antara Apatis atau Jadi Penentu

jfid – Generasi Pasca Milenial atau Gen-Z telah menjadi sorotan utama dalam dinamika politik Indonesia. Dengan kemahiran teknologi yang telah mendarah daging sejak lahir, rentang kelahiran tahun 1997-2012 menciptakan generasi yang memegang peranan vital dalam berbagai sektor, dari industri hingga birokrasi.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, populasi Gen-Z mencapai 75,49 juta jiwa atau sekitar 27,94% dari total penduduk Indonesia.

Perhelatan penting seperti pemilu beberapa hari mendatang menarik perhatian para kontestan politik yang berlomba-lomba untuk meraih dukungan dari kelompok Gen-Z.

Sebagaimana diketahui, KPU telah menetapkan jumlah pemilih tetap (DPT) sebanyak 204.807.222 untuk pemilu 2024, dimana mayoritasnya berasal dari generasi Z dan Milenial.

Gen-Z sendiri akan menyumbangkan 46.800.161 pemilih atau sekitar 22,85%, sementara Milenial akan menyumbang 66.822.389 pemilih atau 33,60%.

Kehadiran Gen-Z dalam jumlah yang signifikan menandai peran penting mereka dalam Pemilu 2024. Sejumlah pakar politik bahkan menyebutkan tiga alasan utama mengapa Gen-Z akan memiliki peran kunci dalam pemilihan tersebut.

Pertama, jumlah yang signifikan, mencapai 60% dari total pemilih, memberikan peran penting dalam menentukan arah kepemimpinan lima tahun ke depan.

Kedua, Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih matang dibandingkan dengan generasi sebelumnya, tercermin dari opini-opini yang diutarakan di media sosial yang menjadi pengaruh besar di berbagai kalangan menjelang tahun 2024.

Ketiga, Gen-Z cenderung lebih teliti dalam melakukan pemilihan karena pemahaman mereka terhadap visi-misi serta rekam jejak dari masing-masing calon.

Namun dari sekian narasi dan presentase di atas tak bisa dipungkiri problematika yang masih menjangkit sebagian generasi kita hari ini adalah krisis paradigma yang diwariskan oleh generasi old, yang memandang pemilu adalah ajang transaksional yang memposisikan masyarakat sebagai objek barang dagang yang bisa diperjual belikan.

Tak jarang ketika Hari (H) Pemilihan kalau di Madura sendiri kita sering dihadapkan dengan generasi old dengan celotehnya “Ango’ Ngare’a Mon Tada’ Se Ekabellie Es lekka’.”

Hal yang demikian ternyata masih menjadi warisan paradigma kepada anak cucu mereka yang tergolong Genzi, sehingga terbentuklah sikap apatis dalam diri mereka yang menganggap bahwa pemilu adalah ajang transaksional yang hanya bersifat sesaat.

Padahal kita sudah ketahui bersama, bahwasanya pemilu adalah proses yang dilalui oleh setiap negara yang menganut sistem demokrasi untuk menentukan pemimpin bangsanya selama satu periode ke depan, maka dapat dikerucutkan dari sekian potensi Genzi hari ini tantangan terberatnya adalah sikap apatis yang lahir dari krisis paradigma.

Editor: Noer Huda

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email faktual2015@gmail.com

Share This Article