Dua Cara Luhut Mengatasi Polusi Udara Egois dan Tak Etis

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
3 Min Read
- Advertisement -

jfid – Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai ketua tim penanganan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.

Luhut mengungkapkan beberapa strategi yang akan dilakukan untuk mengurangi polusi udara yang semakin mengkhawatirkan, namun dua di antaranya menuai kritik dari berbagai pihak.

Strategi pertama yang dikritik adalah rencana Luhut untuk mengerahkan ratusan mist generator atau alat pembuat titik air dari gedung-gedung tinggi di Jakarta.

Alat ini diharapkan dapat menurunkan konsentrasi partikel halus PM2.5 yang menjadi penyebab utama polusi udara. Namun, alat ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan.

Menurut Walhi, mist generator adalah cara yang tidak efektif dan tidak etis untuk menangani polusi udara. Walhi menilai bahwa alat ini hanya akan menciptakan ilusi udara bersih, padahal partikel halus PM2.5 tidak hilang, melainkan hanya terbawa oleh air ke tanah atau saluran air. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran tanah dan air, serta meningkatkan risiko penyakit seperti infeksi saluran pernapasan.

Selain itu, Walhi juga mengkritik biaya pembuatan dan pengoperasian mist generator yang dinilai sangat mahal. Walhi memperkirakan bahwa setiap alat membutuhkan biaya sekitar Rp 1 miliar per tahun, belum termasuk biaya pemeliharaan dan listrik.

Walhi menyarankan agar anggaran tersebut dialihkan untuk program-program yang lebih bermanfaat, seperti pengembangan transportasi publik, penghijauan kota, dan penegakan hukum terhadap pelaku pencemar.

Strategi kedua yang dikritik adalah rencana Luhut untuk mengganti sumber listrik industri yang masih menggunakan batu bara dengan listrik dari PLN yang memiliki akses kapasitas 4 Gigawatt. Luhut berpendapat bahwa hal ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor industri, serta memberikan insentif bagi industri untuk beralih ke energi bersih.

Namun, rencana ini juga menuai penolakan dari sejumlah asosiasi industri, seperti Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) dan Asosiasi Produsen Semen Indonesia (APSI). Mereka menganggap bahwa rencana ini akan merugikan industri, karena listrik dari PLN lebih mahal daripada listrik dari pembangkit sendiri. Mereka juga menilai bahwa rencana ini tidak adil, karena industri harus menanggung beban penurunan emisi, sementara sektor transportasi tidak disentuh.

Mereka juga mempertanyakan ketersediaan dan keandalan pasokan listrik dari PLN, serta dampaknya terhadap kinerja industri. Mereka meminta agar pemerintah melakukan kajian lebih mendalam dan melibatkan semua pemangku kepentingan sebelum mengambil keputusan. Mereka juga meminta agar pemerintah memberikan bantuan dan fasilitas bagi industri yang ingin beralih ke energi terbarukan.

Dua strategi Luhut tersebut mendapat tanggapan beragam dari publik. Sebagian mendukung upaya Luhut untuk menyelesaikan masalah polusi udara yang sudah lama menjadi keluhan warga Jakarta. Namun, sebagian lainnya menilai bahwa strategi Luhut tidak efektif, tidak solutif, dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.

- Advertisement -
Share This Article