Meskipun menghadapi ancaman dan bahaya, ada juga perempuan yang tidak mau diam dan tunduk kepada Taliban. Mereka masih berusaha untuk mempertahankan hak-hak dan martabat mereka sebagai manusia.
Salah satu contohnya adalah Behesta Arghand, seorang jurnalis perempuan yang berani mewawancarai salah satu pejabat tinggi Taliban, Mawlawi Abdulhaq Hemad, di televisi.
Ini adalah pertama kalinya seorang pemimpin Taliban datang ke studio dan berbicara dengan jurnalis perempuan Afghanistan.
Arghand mengatakan bahwa ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa perempuan Afghanistan masih ada dan masih bisa bekerja.
Arghand tidak sendirian. Ada juga perempuan-perempuan lain yang masih bekerja di media, seperti Yalda Ali, presenter TV Tolo, dan Farida Sial, pembawa berita TOLOnews.
Mereka mengatakan bahwa mereka tidak takut dan akan terus melaporkan berita-berita penting di Afghanistan.
Selain itu, ada juga perempuan-perempuan yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi menuntut hak-hak mereka.
Pada 4 September 2021, sekelompok perempuan di Kabul menggelar aksi protes dengan membawa spanduk bertuliskan “Hormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam” dan “Kami tidak takut, kami bersatu”.
Mereka juga menyanyikan lagu kebangsaan Afghanistan dan meneriakkan slogan-slogan anti-Taliban.
Namun, aksi protes ini tidak berlangsung lama. Taliban segera membubarkan mereka dengan kekerasan. Beberapa perempuan mengalami luka-luka akibat dipukul dan ditendang oleh petempur Taliban. Mereka juga mendapat ancaman dan intimidasi dari Taliban.