jf.id – Ketika masalah bangsa sedemikian dahsyat mengintai dan mengancam, dibangunlah mitos seolah akan datang pemimpin adil yang akan mengatasi masalah besar tersebut. Seolah ada tokoh yang disembunyikan atau sengaja sembunyi yang pada saatnya akan muncul menjadi pahlawan yang akan mengeluarkan bangsa ini dari duka nestapa yang dalam. Tahun-tahun berlalu, masalah bangsa makin menumpuk, ternyata tokoh tersebut tak muncul juga. Alam pikiran rakyat terus disandera oleh harapan seolah Tokoh tersebut akan muncul. Sementara rakyat terus dan makin menderita.
Ada yang menduga bahwa mitos satrio piningit itu sengaja dibuat Belanda, sebagai upaya meninabobokan rakyat yang menderita, agar terus menggantung harapan akan adanya perubahan nasib. Sementara Belanda terus bisa nyaman menjajah. Itulah yang menjelaskan mengapa Belanda mampu mengendalikan nusantara sekian lama.
Konon demikian.
Sampai sekarang alam pikiran bahwa akan muncul satrio piningit terus mencengkeram alam bawah sadar rakyat maupun sebagian elit.
Sebenarnya kalau kita mengambil referensi agama, misalnya Islam dalam Al Qur’an menyatakan, tidak akan berubah nasib sesuatu kaum bila kaum itu tak mau mengubah dirinya, maka konsep satrio piningit itu akan gugur. Karena Islam mengajarkan manusia itu adalah sebagai khalifah dimuka bumi dan diwajibkan berihtiar ( termasuk bersiasat, berstrategi) untuk mengubah nasibnya.
Jadi, kalau ditarik ke dalil agama, maka berharap pada manusia yang tidak tampak ihtiarnya, adalah tidak benar dan tidak akan mengubah apa-apa.
Bagaimana dia sang satrio piningit akan muncul dan diterima rakyat, kalau rakyat tak merasakan ada ihtiar keras dari sang tokoh untuk mengubah nasib bangsa dan nasib rakyat. Apa dasar legitimasinya untuk dia memimpin, kalau tak ada bukti dia telah melakukan sesuatu yang nyata untuk rakyat ?
Mungkin satrio piningit berlaku bagi pemimpin militer yang struktur organisasi dan komandonya rapi. Sang tokohnya bisa saja diam-diam tetapi pada suatu saat mengambil alih komando, karena merasa momentum, isu, tempat dan ruangnya dianggap tepat. Itupun menyaratkan sang tokoh punya reputasi baik dan dihormati oleh korps nya.
Satrio piningit bisa juga berlaku dalam konteks sistem kerajaan. Seorang pangeran yang baik, ksatria teruji ketangkasannya, cerdas dan berani sengaja disembunyikan oleh sekelompok pangeran lainnya, untuk pada suatu saat mengambil alih kekuasaan raja yang dianggap dhalim dan tidak adil serta kejam.
Namun dalam konteks Indonesia modern sekarang, tokoh atau pemimpin itu adalah yang bertarung secara ide dan aksi nyata dalam membela rakyat yang nyata menderita, dibohongi dan dikhianati oleh pemimpinnya.
Pemimpin adalah yang nyata bertarung sekarang. Jangan percaya pada mitos satrio piningit. Siapa contoh pemimpin yang nyata ada sekarang. Maaf, saya hanya bisa sebut terbatas misalnya Habib Rozieq, Sri Bintang Pamungkas, Rizal Ramli, Emha Ainun Nadjib, Ridwan Saidi, Letjen Mar Suharto, Hariman Siregar, Din Syamsuddin, Rahmawati Soekarnoputri, Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Syahganda Nainggolan, Dr Zulkifli Ekomei, Haris Rusly Moti, Yudi Syamhudi, Edwin H Soekowati, Adhie Massardi, Marwan Batubara. Dan ada beberapa penulis bernyali di media sosial.
Paling tidak mereka itulah yang vocal menyuarakan spirit perjuangan untuk kebenaran dan keadilan untuk rakyat Indonesia.
Mereka adalah pejuang nyata.
Yang lain-lainnya masih malu kucing, takut-takut berani, mengintai ditikungan, atau cuma berani berwacana di medsos, dipanggung diskusi atau layar TV, atau yang vocal sekedar ingin dapat jabatan atau proyek, pemimpin salon yang dibesar besarkan media massa.
Sekali lagi, maaf bagi yang tidak saya sebut atau kelewatan namanya. Atau pemimpin baru kelas daerah bukan nasional.
Dengan menyebut nama itu saya ingin menyatakan bahwa jangan berharap pada pemimpin khayalan, satrio piningit itu omong kosong. Karena pemimpin sesungguhnya dan nyata itu ada. Bahwa yang ada itu masih ada kelemahannya, maka tugas mereka untuk berkoordinasi, bersinerji, untuk saling menguatkan, bukan untuk saling menegasikan.
Kita sebagai rakyat juga mesti mendorong agar stok pemimpin yang terbatas itu mau terus bersinerji demi perbaikan nasib Indonesia. Bagi tokoh tokoh yang masih takut-takut berani atau malu-malu kucing tetapi berhati baik, monggo dari belakang memberi support dengan ilmu dan pengetahuan serta jaringan yang dimiliki.
Banyak makna dari penyebutan nama tokoh yang tak mungkin diungkap rinci dalam tulisan ini. MHT.03/02/20.
Penulis: : M.Hatta Taliwang