jfid – Sejak 2022 -2024, barangkali menjadi tanda banyak kehilangan sosok polisi. Peristiwa itu ditandai dengan kabarnya Jendral Bintang 1 Ferdi Sambo yang terlibat dalam kasus pembunuhan. Tidak hanya itu, keterlibatan banyak polisi di kasus tersebut, menyebabkan jutaan rakyat Indonesia kehilangan sosok polisi.
Kasus Teddy Minahasa dan keterlibatan perwira polisi lainnya dalam kasus narkoba juga menjadi tanda banyak orang yang kehilangan sosok polisi.
Dan sejak 2008, wanita yang ingin saya persunting, dinikahi polisi. Sejak itu pula orang yang paling saya benci adalah polisi. Beberapa waktu lalu, saya juga mendengar seorang polisi menceraikan istrinya karena wanita pemandu karaoke. Tapi, kebencian saya pada polisi sudah hilang, sejak mengenal Iptu Miftahol Rahman atau saya memanggilnya mas Iip.
Sebagai jurnalis, saya memotret banyak Polisi khususnya polisi-polisi yang bertugas di Mapolres Sumenep. Salah satu polisi yang masih muda Iptu Miftahol Rahman, orang pertama kali yang membongkar kesadaran etik saya pada banyak orang berprofesi polisi.
“Ternyata polisi tidak sejahat apa yang saya fikirkan. Dulu mungkin karena kekasihku dinikahi polisi” dialog batinku, kira-kira 5 tahun yang lalu setelah mengenal Iptu Miftahol Rahman.
Kala itu, 2019 Iptu Miftahol Rahman menjabat sebagai Kanit Pidana Tertentu (Pidter) Reskrim Polres Sumenep. Sebelum waktu dzuhur, polisi berpangkat perwira muda itu terlihat menuju Masjid Mapolres Sumenep, fikiran pertama saya “polisi sholat juga ya? ” fikiran yang muncul tiba-tiba. Dan peristiwa Miftahol Rahman terlihat di Masjid, itu seringkali saya lihat.
Kesaksian saya, Miftahol Rahman adalah polisi yang taat dan memiliki kematangan spiritual. Sejak itu, saya berfikir jika polisi yang taat pada perintah Tuhannya tentu juga memiliki sifat ketaatan pada pimpinannya. Lalu muncul pertanyaan yang mengganjal di benak lelaki setengah bodoh ini. “Si mas Iip taat beragama, tapi bagaimana dengan pimpinannya? Bagaimana jika pimpinannya memerintahkan hal buruk padanya?” pertanyaan dari lelaki setengah bodoh memandang seorang polisi.
Sebagai jurnalis, saya terus memotret dan mengikuti perjalanan karier dari Iptu Miftahol Rahman, mulai bertugas sebagai Kanit Pidter, dan menjadi Kapolsek Kangayan, dan Kapolsek Prenduan. Catatan redaksi jurnalfaktual.id, banyak keberhasilan dari polisi berpangkat perwira muda itu.
Catatan besar prestasi yang didokumentasikan redaksi. 1. Miftahol Rahman, kala menjabat Kanit Pidter Reskrim Polres Sumenep memimpin dan membentuk Tim Jokotole. Keberhasilan besarnya, menekan angka kriminal di areal kota Sumenep dan terhentinya balap liar.
Prestasi kedua, ketika menjabat sebagai Kapolsek Kangayan, Iptu Miftahol Rahman menorehkan prestasi besar dengan membuka kacamata masyarakat Kangayan terhadap perilaku Carok. Hingga peristiwa Carok di Kangayan sudah tidak lagi menjadi peristiwa berulang.
Prestasi ketiga, ketika menjabat sebagai Kapolsek Prenduan, Miftahol Rahman menyadarkan masyarakat Prenduan terhadap bahaya Bom Ikan. Akhirnya, hingga saat ini penggunaan Bom Ikan di Prenduan tidak terdengar lagi. Hal itu, dilakukan dengan para Kyai dan tokoh masyarakat untuk menyadarkan masyarakat.
Banyak prestasi yang ditorehkan perwira muda Miftahol Rahman. Pujian-pujian dilemparkan pada orang bernama mas Iip. Para Kyai-kyai di kabupaten Sumenep banyak mempertanyakan, kenapa polisi baik seperti Miftahol Rahman dipindah tugaskan ke Probolinggo? Pertanyaan KH. Aqir Husni pengasuh pondok pesantren Somber Anyar, pada saya beberapa hari yang lalu. Pertanyaan-pertanyaan belum selesai.
Banyak anak kehilangan sosok bapak
Banyak istri kehilangan sosok suami
Banyak orang kehilangan sosok polisi