jfid – Pendidikan adalah kunci utama dalam pembangunan suatu negara. Di Indonesia, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp665 triliun dalam APBN 2024, naik 20,5% dari outlook 2023.
Namun, bagaimana dana sebesar itu dikelola dan dialokasikan menjadi pertanyaan penting yang perlu dijawab.
Pengelolaan Anggaran Pendidikan
Dari total anggaran pendidikan sebesar Rp665 triliun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya mengelola 15% atau Rp98,99 triliun.
Sementara itu, porsi terbesar yaitu 52% atau Rp346,56 triliun ditransfer langsung ke daerah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kementerian Agama (Kemenag) mendapat bagian sebesar Rp52,68 triliun. Sisanya, sekitar Rp95,16 triliun (14%) dialokasikan ke 22 kementerian/lembaga lain yang mengadakan pendidikan.
Anggaran pendidikan tersebut disalurkan melalui Transfer ke Daerah (Rp349,6T), Belanja Pemerintah Pusat (Rp241,5T), dan pembiayaan (Rp77T).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggaran pendidikan tersebar ke berbagai instansi dan daerah.
Program Pendidikan yang Berlanjut
Pemerintah Indonesia telah merancang berbagai program pendidikan yang berlanjut seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Tunjangan Profesi Guru (TPG), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Operasional Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD), dan pendanaan riset.
Program-program ini dirancang untuk memastikan bahwa anak-anak usia sekolah dari lapisan masyarakat yang kurang beruntung tetap dapat menerima pendidikan hingga tingkat menengah.
Isu Kenaikan UKT
Permendikbudristek No. 2/2024 menetapkan standar minimal Uang Kuliah Tunggal (UKT) 1 (Rp500 ribu) dan UKT 2 (Rp1 juta), hanya berlaku untuk mahasiswa baru.
Namun, kebijakan ini memicu protes mahasiswa di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Mahasiswa merasa bahwa kenaikan UKT ini memberatkan, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu.
Namun, Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa kenaikan UKT hanya berlaku untuk mahasiswa baru dan tidak akan mempengaruhi mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
Meski demikian, protes dari mahasiswa menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas lebih besar dalam pengelolaan dan alokasi anggaran pendidikan.
Kesimpulan
Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran pendidikan yang signifikan untuk tahun 2024. Namun, pengelolaan dan alokasi dana ini memerlukan transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar.
Protes mahasiswa terhadap kenaikan UKT menunjukkan bahwa ada kebutuhan untuk dialog yang lebih luas dan partisipatif dalam pengambilan keputusan tentang pendanaan pendidikan.
Dengan demikian, semua pihak dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama: pendidikan berkualitas yang terjangkau dan inklusif untuk semua warga Indonesia.