jfID – Tim Ahli Panitia Khusus (Pansus) tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pedoman kewenangan Desa dianggap produk Copy Paste dari sebagian besar Permendagri No. 44 Tahun 2016. Senin, 6 Juli 2020.
Pentingnya Raperda tersebut terbentuk, Menurut pemaparan dari Syahrul Mustofa, Tim Ahli Raperda pedoman kewenangan Desa untuk kerjasama dan kewenangan Desa, sehingga Desa bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sahril, SH Kepala Desa Jeringo, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat salah satu Kepala Desa di Kabupaten setempat yang memberikan saran tentang Raperda yang disampaikan ketika gelar acara sosialisasi/public hearing Pansus Raperda usul inisiatif DPRD Kabupaten Lombok Barat tersebut.
Menurut Kades Satu Miliar (red. Sapaan akrab Sahril, SH), ini Raperda yang dimaksud untuk disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“jangan sampai Raperda yang menguras pikiran dan dana ini tidak mendapatkan ruh dari Pemdes, sebab kewenangan tersebut sudah diatur dalam Permendagri yang menjadi pedoman Raperda tersebut,” kata Sahril.
Menurut Kepala Desa Jeringo, sekaligus Ketua Devisi Hukum dan Advokasi Forum Kepala Des Gunung Sari dan Batulayar (FK2GB) ini, Raperda tentang pedoman kewenangan Desa yang dimaksud mengandung beberapa pasal yang di Copy Paste dari Peraturan Mentri yang lainnya.
Ia menyebutkan bahwa terdapat beberapa aturan Mentri yang tidak dimasukkan sebagai dasar pertimbangan, akan tetapi masuk dalam penjabaran pasal demi pasal, baik berupa jenis kewenangan atau larangannya.
” yang disorot dalam Raperda tersebut adalah pasal 40 dan 41 prihal larangan jasa layanan administrasi,” sebut Sahril.
Menurut pandangan Sahril, pasal 40 dan 41 merupakan Copy Paste dari PermenDes PDTT nomor 1 tahun 2015 tentang pedoman kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa dan kewenangan loka berskala Desa yang diatur pada pasal 22 dan 23.
“itu di Copy Paste, di pasal 40 dan 41 Raperda, dimana penjelasan di pasal 40 ayat 2 tidak diberikan definisi yang mengatur tentang larangan jasa layanan administrasi,” terangnya.
Selanjutnya, Kades Jeringo ini menyebutkan bahwa Larangan jasa layanan administrasi yang dimaksud terdapat pada pasal 40 ayat 2 huruf a tentang surat pengantar, huruf b tentang surat rekomendasi dan huruf c tentang tentang surat keterangan.
Ketiga surat sebagaimana yang dimaksud di atas, lantas menurut Sahril tidak dijabarkan secara eksplisit, surat apa saja yang masuk dalam 3 definisi tersebut.
“banyak surat-surat yang masuk di Desa yang harus kami layani, terlebih Permendagri tersebut masih dipertanyakan keabsahannya meski belum dicabut,” tandasnya.
Sebagai pembanding, Sahril menyebutkan tentang adanya Permendagri nomor 44 yang mengatur tentang kewenangan Desa. Maka, yang menjadi masalah adalah peraturan yang mana yang harus dipedomani, pasalnya pada Permendagri nomo 44 tidak mengatur tentang larangan jasa layanan administrasi, akan tetapi terdapat anjuran pada pasal 37 bahwa Desa dapat melaksanakan pungutan dalam rangka peningkatan PADes dan Desa Adat berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“yang menjadi sorotan saya adalah mekanisme surat rekomendasi untuk menerbitkan IMB, Desa tidak diberikan kewenangan penuh dalam penerbitan surat rekomendasi, malah Daerah yang mempunyai domain untuk mengatur proses penerbitan izin IMB,” jelasnya.
Melirik Domain dari Pemerintah Daerah dalam penerbitan izin IMB, Sahril khawatir jika terjadi para pengembang membangun terlebih dahulu daripada pengurusan IMB.
Terkait dengan itu pula, Ia (red. Sahril) berpendapat agar Desa diberikan hak dan wewenang penuh untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
“jangan sampai hak rekognisi dan subsidiaritas yang dimiliki Desa hanya sebuah nama dan tidak hanya melaksanakan kewenangan residu atau sisa,” kritiknya.
Pemberian hak dan kewenangan penuh ke Pemerintah Desa terkhusus prihal penerbitan IMB, dimaksudkan Sahril agar mempermudah dan menguntungkan kepentingan Desa dalam pelaksanaan kewenangannya ataupun bisa untuk menambah pendapatan asli Desa tanpa ada masalah hukum dikemudian hari.