“Kami memilih deposito karena kami ingin memastikan bahwa dana IPO kami aman dan likuid, sehingga kami bisa menggunakannya sesuai dengan rencana penggunaan dana yang telah kami sampaikan kepada publik,” ujar Teddy.
Teddy menambahkan, deposito juga merupakan instrumen yang mudah diakses dan dipindahkan.
“Kami bisa menarik dana kapan saja jika kami membutuhkannya untuk keperluan operasional atau investasi,” katanya.
Teddy mengatakan, Bukalapak tidak terlalu memperhatikan imbal hasil dari deposito, karena tujuan utama adalah menjaga dana IPO tetap utuh dan siap digunakan.
Selain deposito, Bukalapak juga menempatkan dana IPO di instrumen lain yang memiliki imbal hasil lebih tinggi, seperti obligasi dan reksa dana.
Bukalapak menanamkan Rp 3,309 triliun pada 13 seri obligasi dengan imbal hasil dari 4,13% hingga 8,2%. Bukalapak juga menempatkan Rp 375 miliar pada dua reksa dana dengan imbal hasil 3,39% dan 4,67%.
Selain itu, Bukalapak juga memiliki empat akun giro dengan total dana Rp 130 miliar dengan bunga 0-6%.
Dari seluruh dana IPO yang diperoleh, Bukalapak telah menggunakan Rp 11,98 triliun atau 56,1% untuk berbagai keperluan.
Berdasarkan prospektus, sekitar 66% dari dana IPO akan digunakan untuk modal kerja perusahaan dan entitas anaknya. Sisanya akan digunakan untuk investasi, akuisisi, dan pengembangan bisnis.
Teddy mengungkapkan, Bukalapak telah menggunakan sebagian dana IPO untuk meningkatkan kapabilitas teknologi, memperkuat infrastruktur logistik, mengembangkan produk dan layanan baru, serta mengakuisisi beberapa perusahaan.
Beberapa produk dan layanan baru yang diluncurkan Bukalapak antara lain BukaMobil, BukaRumah, BukaKerja, BukaBisnis, dan BukaDonasi.
Beberapa perusahaan yang diakuisisi Bukalapak antara lain Prelo, Kudo, BukaLapak Pte Ltd, dan Five Jack.
“Kami berkomitmen untuk terus menggunakan dana IPO kami secara efektif dan efisien untuk mendukung pertumbuhan bisnis kami dan memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan,” tutur Teddy.
Ia menegaskan, Bukalapak akan terus berinovasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan visi menjadi perusahaan teknologi terdepan di Indonesia.
Bukalapak merupakan salah satu unicorn atau start-up dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar di Indonesia.
Bukalapak didirikan pada 2010 oleh Achmad Zaky, Nugroho Herucahyono, dan Fajrin Rasyid. Saat ini, Bukalapak memiliki lebih dari 100 juta pengguna dan 13,5 juta pelapak di seluruh Indonesia.
Bukalapak juga memiliki lebih dari 6 juta mitra agen atau BukaAgen yang membantu masyarakat di daerah terpencil untuk bertransaksi secara online.
Bukalapak mencatatkan kinerja positif pada 2023. Berdasarkan laporan keuangan, Bukalapak membukukan pendapatan sebesar Rp 3,65 triliun, naik 26% dibandingkan tahun sebelumnya.
Bukalapak juga berhasil memangkas kerugian bersih menjadi Rp 1,15 triliun, turun 48% dibandingkan tahun sebelumnya.
Saham Bukalapak juga menunjukkan tren kenaikan sejak IPO. Pada penutupan perdagangan Senin (15/1/2024), saham BUKA ditutup naik 1,82% menjadi Rp 1.120 per saham.
Dengan demikian, kapitalisasi pasar Bukalapak mencapai Rp 115,2 triliun, menjadikannya salah satu emiten terbesar di BEI.