jfid – Lee Jae Myung, pemimpin Partai Demokrat Korea Selatan, menjadi korban penikaman saat berkunjung ke kota pelabuhan Busan.
Apa motif di balik serangan itu dan bagaimana dampaknya terhadap politik negeri ginseng?
Busan, 2 Januari 2024. Hari itu seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi Lee Jae Myung, pemimpin Partai Demokrat Korea Selatan, yang sedang melakukan kunjungan ke Busan, kota pelabuhan terbesar kedua di negeri itu.
Lee, yang juga mantan calon presiden, berencana untuk melihat lokasi rencana pembangunan bandara baru di Busan, yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan pariwisata daerah tersebut.
Namun, rencana itu berubah menjadi mimpi buruk ketika seorang pria tak dikenal mendekati Lee untuk meminta tanda tangan, lalu tiba-tiba menerjang ke depan dan menikam leher Lee dengan pisau.
Lee, yang mengenakan jas hitam dan dasi merah, tampak meringis dan langsung tersungkur ke tanah.
Orang-orang di sekitarnya berteriak dan berlari menghindar, sementara pengawal dan polisi berusaha mengejar dan melumpuhkan pelaku.
Insiden itu sontak menghebohkan publik dan media, yang menayangkan klip video dan foto-foto dramatis dari penikaman itu.
Lee, yang berusia 60 tahun, dilarikan ke rumah sakit terdekat, di mana dia menjalani operasi darurat.
Menurut laporan terbaru, kondisi Lee stabil dan tidak mengancam jiwa, meskipun dia mengalami luka serius di leher dan kehilangan banyak darah.
Sementara itu, pelaku penikaman, yang diketahui bernama Kim Jong Hoon, berusia 57 tahun, ditangkap dan diinterogasi oleh polisi.
Kim, yang merupakan warga Busan, mengaku melakukan penikaman itu karena tidak suka dengan sikap dan kebijakan Lee sebagai pemimpin oposisi.
Kim mengklaim bahwa Lee adalah pengkhianat bangsa, yang bersekongkol dengan Amerika Serikat dan Jepang untuk menjual kepentingan nasional Korea Selatan.
Kim juga menuduh Lee terlibat dalam kasus korupsi, suap, dan penyalahgunaan wewenang, yang sedang diselidiki oleh jaksa.
Kim mengatakan bahwa dia ingin memberikan hukuman kepada Lee atas dosa-dosanya, dan bahwa dia tidak menyesal atas perbuatannya.
Kim mengaku bahwa dia telah merencanakan penikaman itu sejak beberapa hari sebelumnya, dan bahwa dia membeli pisau di sebuah toko di dekat lokasi kejadian.
Penikaman terhadap Lee bukanlah insiden pertama yang melibatkan kekerasan politik di Korea Selatan, yang memiliki sejarah panjang dan rumit tentang demokrasi dan diktatur.
Pada tahun 2006, Park Geun Hye, pemimpin partai oposisi konservatif saat itu, yang kemudian menjadi presiden, juga ditikam di wajah oleh seorang pria saat menghadiri sebuah acara.
Park menderita luka di pipi dan hidung, dan harus menjalani operasi plastik.
Penikaman terhadap Lee juga menimbulkan berbagai spekulasi dan kontroversi tentang motif dan dampaknya terhadap politik Korea Selatan, yang sedang menghadapi berbagai tantangan, baik dalam maupun luar negeri.
Beberapa pihak menganggap penikaman itu sebagai tindakan terorisme, yang bertujuan untuk menggoyahkan stabilitas dan keamanan negara.
Beberapa pihak lain menganggap penikaman itu sebagai akibat dari polarisasi dan konflik politik, yang semakin memanas menjelang pemilihan umum tahun 2025.
Presiden Yoon Suk Yeol, yang baru dilantik pada Maret 2022, mengutuk penikaman itu sebagai tindakan biadab dan tidak dapat ditolerir.
Yoon, yang berasal dari partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat, mengatakan bahwa dia akan memberikan perlindungan dan dukungan penuh kepada Lee dan keluarganya, dan bahwa dia akan bekerja sama dengan partai oposisi untuk menjaga persatuan dan demokrasi di Korea Selatan.
Namun, beberapa anggota partai oposisi, termasuk rekan-rekan Lee, mengecam pernyataan Yoon sebagai hipokrit dan oportunis.
Mereka menuduh Yoon dan partainya sebagai dalang di balik penikaman itu, yang bertujuan untuk membungkam dan menyingkirkan Lee, yang dianggap sebagai lawan politik yang tangguh dan kritis.
Mereka juga menuntut agar Yoon menghentikan penyelidikan terhadap Lee, yang mereka anggap sebagai fitnah dan pembalasan politik.
Lee sendiri, yang masih dirawat di rumah sakit, belum memberikan pernyataan resmi tentang penikaman itu.
Namun, menurut juru bicaranya, Lee mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah memberikan simpati dan dukungan kepadanya, dan mengatakan bahwa dia akan segera pulih dan kembali ke jalur politik.
Lee juga mengatakan bahwa dia tidak akan takut atau mundur oleh penikaman itu, dan bahwa dia akan terus berjuang untuk kepentingan rakyat dan negara.
Penikaman terhadap Lee, yang merupakan salah satu tokoh politik paling populer dan berpengaruh di Korea Selatan, telah mengejutkan dan mengguncang banyak orang, baik di dalam maupun luar negeri.
Penikaman itu juga telah menyoroti masalah-masalah mendesak yang dihadapi oleh Korea Selatan, seperti ekonomi, keamanan, lingkungan, dan hak asasi manusia.
Penikaman itu juga telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan penting tentang masa depan dan arah politik Korea Selatan, yang masih terbelah dan bergejolak.