Jfid – Dunia internasional dikejutkan dengan berita duka dari Iran.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, meninggal dunia pada tanggal 19 Mei 2024 setelah helikopter yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di daerah pegunungan Varzaghan, Azerbaijan Timur.
Kecelakaan tragis ini tidak hanya merenggut nyawa seorang pemimpin, tetapi juga membawa duka mendalam bagi rakyat Iran dan komunitas internasional.
Ebrahim Raisi, lahir dengan nama lengkap Seyyed Ebrahim Raisol-Sadati pada 14 Desember 1960, adalah seorang politikus konservatif dan ahli hukum Muslim yang menjabat sebagai Presiden Iran sejak Agustus 2021.
Sebelum menjadi presiden, Raisi memiliki karier panjang dalam sistem yudisial Iran, termasuk posisi sebagai Ketua Hakim Iran dan Jaksa Agung.
Raisi meninggal dalam sebuah kecelakaan helikopter yang terjadi pada Minggu, 19 Mei 2024.
Helikopter yang membawanya dilaporkan melakukan pendaratan keras (hard landing) di daerah pegunungan yang sulit diakses karena kondisi cuaca buruk.
Kecelakaan tersebut terjadi pada Minggu, 19 Mei 2024, dan berita tentang kematiannya tersebar luas pada hari yang sama.
Kecelakaan helikopter terjadi di daerah pegunungan Varzaghan, Azerbaijan Timur, sebuah wilayah yang terkenal dengan kondisi geografisnya yang menantang.
Penyebab pasti kecelakaan masih dalam penyelidikan, namun laporan awal menunjukkan bahwa cuaca buruk dan kondisi geografis yang sulit mungkin telah berkontribusi terhadap kecelakaan tersebut.
Helikopter yang membawa Raisi dan delegasinya dilaporkan mengalami pendaratan keras di tengah kondisi cuaca yang tidak mendukung, yang menyebabkan kecelakaan fatal tersebut.
Kematian Raisi terjadi di tengah periode yang kritis bagi Iran, yang sedang menghadapi tantangan ekonomi dan politik, serta ketegangan yang meningkat di kawasan Timur Tengah.
Sebagai seorang pemimpin yang dikenal dengan pendekatan konservatifnya, Raisi telah menjadi sosok yang polarisasi di Iran.
Kematian mendadaknya memunculkan pertanyaan tentang masa depan politik Iran dan dampaknya terhadap dinamika regional.
Menurut laporan Reuters, “Raisi adalah pilar sistem yang memenjarakan, menyiksa, dan membunuh orang karena berani mengkritik kebijakan negara,” kata Hadi Ghaemi, direktur eksekutif Pusat Hak Asasi Manusia di Iran (CHRI) yang berbasis di New York.
BBC melaporkan, “Raisi mengambil alih kekuasaan ketika Iran menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah ekonomi, meningkatnya ketegangan di kawasan, dan terhentinya pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir dengan negara-negara besar”.
Kematian Ebrahim Raisi meninggalkan warisan yang kompleks dan pertanyaan tentang siapa yang akan mengisi kekosongan kepemimpinan di Iran.
Sebagai negara yang strategis di Timur Tengah, pergantian kekuasaan di Iran akan diawasi dengan seksama oleh dunia internasional.