jfid – Israel mengklaim bahwa operasi militer yang dilancarkannya di Gaza sejak 7 Oktober 2023 adalah untuk mempertahankan diri dari serangan teroris Hamas.
Namun, bukti-bukti menunjukkan bahwa Israel tidak hanya menyerang posisi-posisi militer Hamas, tetapi juga sengaja menghancurkan infrastruktur sipil, rumah-rumah penduduk, sekolah-sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat ibadah. Apa tujuan di balik strategi kejam ini?
Menurut analis politik dan militer, Israel menerapkan apa yang disebut sebagai strategi deia, yang dinamai dari sebuah kawasan di Beirut yang dibombardir habis-habisan oleh Israel pada tahun 2006 saat berperang melawan Hizbullah.
Strategi ini bertujuan untuk menghukum, menghina, dan menakut-nakuti penduduk sipil agar mereka memberontak terhadap pemimpin-pemimpin mereka yang dianggap sebagai musuh Israel.
Dengan demikian, Israel berharap dapat melemahkan perlawanan dan mengubah opini publik di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kelompok-kelompok bersenjata.
Strategi deia pertama kali diterapkan oleh Israel di Gaza pada tahun 2008 dalam operasi yang disebut Cast Lead. Saat itu, Israel menghancurkan lebih dari 20 sekolah, termasuk beberapa yang dikelola oleh PBB dan digunakan sebagai tempat perlindungan bagi warga sipil.
Israel juga merusak atau menghancurkan 17 rumah sakit, 56 fasilitas kesehatan primer, dan 45 ambulans. Laporan PBB menyimpulkan bahwa apa yang terjadi adalah “serangan yang sengaja tidak proporsional yang dirancang untuk menghukum, menghina, dan menakut-nakuti penduduk sipil”.
Strategi deia kembali digunakan oleh Israel pada tahun 2014 dalam operasi Protective Edge. Kali ini, Israel menghancurkan 18.000 rumah dan membunuh lebih dari 2.000 orang, sebagian besar adalah warga sipil.
Israel juga menargetkan fasilitas-fasilitas penting seperti pabrik-pabrik beton, instalasi pasokan makanan, air, dan sanitasi.
Laporan Amnesty International mengutuk “penghancuran dan penargetan sengaja terhadap bangunan-bangunan dan properti sipil dalam skala besar yang dilakukan tanpa kebutuhan militer”.
Strategi deia masih berlanjut hingga saat ini dalam operasi yang belum dinamai oleh Israel. Sejak awal Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 8.000 orang di Gaza, termasuk lebih dari 3.000 anak-anak.
Israel juga telah memutus pasokan listrik, bahan bakar, dan barang-barang ke Gaza, serta mengebom satu-satunya pintu keluar warga Gaza ke Mesir di perbatasan Rafah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menyatakan bahwa ia akan “menghancurkan Gaza sehingga mereka akan mengerti untuk tidak bermain-main dengan kami”.
Strategi deia adalah pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional yang melarang serangan-serangan terhadap penduduk sipil dan objek-objek sipil.
Strategi ini juga bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang seharusnya menjadi landasan bagi negara-negara demokratis.
Strategi ini tidak hanya menimbulkan penderitaan dan kematian bagi rakyat Palestina yang tidak bersalah, tetapi juga merusak citra dan reputasi Israel di mata dunia.