jfid – Dalam langkah yang memicu kontroversi global, Elon Musk, sang maestro teknologi, secara resmi mengizinkan konten pornografi untuk beredar di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Langkah ini memunculkan pertanyaan besar di kalangan netizen Indonesia: bagaimana Kominfo, atau Kementerian Komunikasi dan Informatika, akan menanggapi kebijakan baru ini?
Indonesia dikenal memiliki regulasi ketat terhadap konten pornografi.
Berdasarkan KUHP, UU Antipornografi, dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), segala bentuk pornografi dilarang keras.
Sejak pertama kali diumumkan, kebijakan baru X tersebut telah memicu reaksi cepat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Indonesia.
“Kominfo sudah punya mekanisme untuk mencegah penyebaran konten pornografi di ranah digital, seperti filter kata kunci terkait pornografi,” ujar Usman Kansong, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo, kepada Katadata.co.id pada Selasa malam (4/6).
“Bila X melanggar aturan terkait pornografi, sesuai PP 71/2019, Kominfo bisa mengambil tindakan mulai dari teguran, penurunan konten, sampai penutupan akses,” tambahnya.
Langkah Musk membuka pintu bagi pornografi di X bukan tanpa alasan. Dalam pernyataannya, X menyatakan, “Kami percaya bahwa pengguna harus dapat membuat, mendistribusikan, dan mengonsumsi materi yang berkaitan dengan tema seksual selama materi tersebut diproduksi dan didistribusikan secara suka sama suka.
” X menambahkan, “Ekspresi seksual, baik visual maupun tertulis, dapat menjadi bentuk ekspresi artistik yang sah.
Kami percaya pada otonomi orang dewasa untuk terlibat dan membuat konten yang mencerminkan keyakinan, keinginan, dan pengalaman mereka sendiri, termasuk yang berkaitan dengan seksualitas.”
Sebenarnya, platform yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter itu telah lama mengizinkan pengguna untuk mengunggah dan berbagi konten dewasa. Namun, dengan kebijakan baru ini, aturan mengenai penyebaran konten pornografi menjadi lebih jelas dan tegas.
Kebijakan ini sekarang berada di bawah aturan khusus yang disebut Konten Dewasa dan Perkataan Kekerasan.
Pengguna dilarang membagikan konten dewasa di tempat yang mudah terlihat seperti foto profil atau spanduk, dan mereka diminta memperbarui pengaturan media mereka jika secara rutin mengunggah konten dewasa.
Dalam konteks Indonesia, pertanyaan besarnya adalah: sejauh mana Kominfo dapat mengendalikan konten ini?
Apakah ada mekanisme yang cukup kuat untuk menahan arus konten negatif yang mungkin akan membanjiri platform ini?
Mengingat Indonesia merupakan salah satu pasar media sosial terbesar di dunia, tantangan bagi Kominfo untuk menegakkan aturan domestik di platform global seperti X bukanlah hal yang sepele.
Menariknya, kebijakan X juga berlaku untuk konten yang dihasilkan dengan kecerdasan buatan (AI), kegiatan fotografi, dan animasi.
Ini membuka pintu bagi berbagai jenis konten yang mungkin sebelumnya belum sepenuhnya diatur atau dipahami oleh regulasi yang ada.
Elon Musk sendiri tampaknya tidak terpengaruh oleh kontroversi ini. Dia selalu dikenal sebagai sosok yang mendorong batasan dan memicu perdebatan.
Dalam upayanya untuk “membebaskan” internet, Musk tampaknya siap mengambil risiko dan menantang norma-norma yang ada.
Namun, di balik idealismenya, ada tanggung jawab besar yang harus dihadapi, terutama terkait dampak sosial dan hukum di berbagai negara tempat X beroperasi.
Di sisi lain, pengguna X di Indonesia menghadapi dilema: apakah akan tetap menggunakan platform ini dengan segala konten kontroversialnya, atau beralih ke alternatif lain yang lebih “aman” dan sesuai dengan nilai-nilai lokal?
Sementara itu, Kominfo harus memperkuat pengawasan dan mencari solusi teknologi yang lebih canggih untuk menyaring konten yang tidak sesuai dengan peraturan nasional.
Dalam era digital yang semakin kompleks ini, regulasi dan kebijakan harus terus berkembang untuk mengimbangi inovasi dan perubahan yang cepat.
Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan global dapat berbenturan dengan hukum lokal, menciptakan tantangan baru bagi pemerintah dan masyarakat.
Kominfo, sebagai garda terdepan dalam menjaga ruang digital Indonesia, perlu bergerak cepat dan tepat untuk memastikan bahwa nilai-nilai dan hukum yang berlaku di tanah air tetap dihormati dan dijaga.
Elon Musk mungkin telah membuka pintu baru bagi kebebasan berekspresi di dunia maya, tetapi di Indonesia, pintu itu harus dilengkapi dengan filter yang ketat.
Tantangan ini tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai masyarakat dapat menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab.
Kominfo, dengan segala keterbatasan dan kewenangannya, memiliki tugas berat untuk menjawab tantangan ini.
Dan publik Indonesia menanti dengan was-was, bagaimana pertarungan ini akan berlangsung di dunia maya.