Sumenep, – Politik itu memang dinamis, kadang keras seperti tulang, namun kenyal seperti daging. Tergantung siapa yang mengunyahnya. AF dan UAH bak calon pengantin yang siap dilamar dan melamar. Sementara semua bacalon belum ada yang mengungguli AF dan UAH. Bener deh, AF dan UAH adalah bacalon terkuat di bumi (Sumekar, red) untuk saat ini. Tentunya bukan kaleng-kaleng.
Eh, ngomong-ngomong, bagaimana dengan Fattah Jasin, Dewi Khalifah dan bacalon lainnya? maaf, Fattah Jasin harus terima keadaan dan Dewi Khalifah harus menonton ketertinggalannya sendiri bersama yang lain dan seterusnya dan seterusnya. Oke udah itu sampai disitu dulu.
Manusia memang serba berubah dan berkembang. Karena manusia adalah makhluk yang berpolitik (zoon politicon), kata Aristoteles. Karenanya, apapun alasannya, pengamatan atau telaah politik tidak begitu saja meninggalkan faktor manusia. Dikemukakan Anton H. Djawamaku (1985: 144): “bahwa pribadi seseorang manusia adalah unit dasar empiris analisis politik”.
Bisa dipahami, AF mungkin unggul (dalam polling) saat ini, belum tentu nanti. UAH ungguli AF, belum tentu nanti. Sebab masih bakal calon, belum berpasangan atau kawin dengan wakilnya yang mampu mendongkrak popularitasnya. Ibarat kata pepatah Madura “mun tak andi’ bini, tak andi’ badhdhana rajeke“. Sebuah analogi bahwa AF maupun UAH butuh pasangan yang serasi.
Sebagai masyarakat yang tidak apatis terhadap jalannya demokrasi, anda berhak berasumsi. Bagaimana jika AF berpasangan dengan Dewi Kholifah (DK). Bagaimana jika AF berpasangan dengan UAH. Bagaimana jika AF berpasangan dengan Malik Efendi (ME). Bagaimana jika AF berpasangan dengan Salahuddin A. Warist (SAW). Bagaimana jika AF berpasangan dengan Fattah Jasin (FJ). Bagaimana jika UAH berpasangan dengan Dewi Khalifah (DK). Bagaimana jika UAH berpasangan dengan AF. Bagaimana jika UAH berpasangan dengan SAW. Bagaimana jika UAH berpasangan dengan ME. Bagaimana jika UAH berpasangan dengan FJ. Mungkin anda bingung membaca paragraf ini. Anda bisa cek hasil polling sebagai gambaran simulasi. Silakan klik.
Semua bermula dari bagaimana. Bagaimana pasangan ideal, apakah kyai – non Kyai, non Kyai – Kyai, kyai – kyai, non kyai – non kyai. UAH adalah Kyai dengan perolehan polling tinggi. FJ adalah non kyai dengan perolehan suara standar (tidak tinggi dan juga tidak rendah) seperti burung kutilang. Maka UAH yang berpasangan dengan FJ diragukan keserasiannya. Segudang pengalaman FJ yang ruang geraknya sudah melampaui batas teritorial Madura selama 32 tahun, akankah takluk dalam nasib wakil bupati UAH nanti? Ya, UAH seorang kyai yang kharismatik. Tetapi dalam politik, standar moral itu kadang tidak berlaku. Sorry, dalam hemat penulis, sebaiknya cari alernatif lain.
Sebaiknya AF duet FJ, benar begitu?. Komposisi ini adalah non kyai – non kyai. Komposisi ini seperti Madura tanpa garam. Sama-sama bukan golongan elite kyai. Kekuatannya bisa ditepis seketika dalam wacana akar rumput. Value-nya kurang mengakar. FJ tidak akan bisa mengimbangi AF, dengan demikian, ini juga bukan alternatif yang tepat bagi AF.
Lanjut ya, UAH feat ME, kyai – non kyai. Secara rumus, ini bagus. Kyai pemimpin umat, sejak dulu dan sejak saya mulai belajar mengaji di kampung. Personal branding-nya sangat kuat dan mengakar. Jaringan santri dan alumni antar pesantren saling berhubung satu sama lain. Doa dan restu sesepuh kyai menjadi modal tokcer untuk meraih kemenangan. Plus ditambah pengamalan ME. Komposisi ini lumayan bagus, noted.
Namun AF feat ME, non kyai – non kyai, bukan alternatif yang renyah, ini bukan layaknya Jokowi – Makruf Amin. Makruf Amin masih kyai. Sementara ME bukan. Lagipula, ME secara pengalaman politik lebih senior daripada AF. Sama tidak idealnya dengan pasangan UAH – SAW, komposisi kyai-kyai secara tidak langsung menempatkan peta politik pemenangnya selalu kyai. Kita butuh sesuatu yang beda.
Nope. Hasil polling SAW jatuh, tanda sementara SAW memiliki populasi yang timpang. Juga terlalu beresiko jika AF meminang SAW maupun DK sebagai wakil. Baik AF maupun UAH kurang ‘seksi’ jika menggandeng DK dan SAW sebagai wakil. Jangan ya. Maaf lho.
Jadi bisa dipahami, sementara pasangan yang ‘seksi’ dari bacabup-bawacabup adalah UAH – ME. Sorry ya, ini bukan tulisan pesanan. Nanti anda mengira penulis dibayar. Kalau tidak percaya lihat polling, atau tanya yang bersangkutan, atau kepada rumput yang bergoyang, kata Ebiet G. Ade.
Terakhir, komposisi yang menarik adalah AF – UAH atau UAH – AF yang dilematis. Apakah non kyai – kyai atau kyai – non kyai. Kembali ke alasan awal, komposisi yang tepat untuk bupati Sumenep dan wakil bupati Sumenep ke-16 adalah kyai – non kyai. Seolah-olah AF adalah wakil dari UAH, memang benar, berdasarkan polling sementara yang masih berjalan. Setujukah AF menjadi makmum kyai dalam politik Pilkada Sumenep 2020?.
Kalau UAH ‘kawin’ dengan AF, maka selesai Pilkada Sumenep 2020. Namun jika standar tersebut tidak berlaku dalam kamus politik, dan UAH adalah wakil dengan rumus non kyai – kyai. Kemungkinan besar bakal calon lain bisa mengejar ketertinggalannya. Ingat politik dinamis. Persaingan menjadi lebih tumpul. Apalagi UAH dan AF berjalan di kutub yang berlawanan. Susana politik akan lebih seru tetapi polanya bisa dibaca. Sampai di sini penulis tidak mau jadi dukun dengan mantra-mantra yang lebih gila. Sebab garis waktu baru saja mulai. Kita tunggu dinamika selanjutnya.
Baca bismillah sebelum baca dan sebelum polling
[totalpoll id=”24568″]