Destructive Fishing Teluk Saleh Sangat Tinggi, Butuh Regulasi Kelembagaan dan Zonasi Kawasan Konservasi

Rusdianto Samawa
8 Min Read

Penulis: Rusdianto Samawa, Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

jf.id – SELAT ALAS, SUMBAWA – Potensi Perikanan di NTB sangat besar, terutama ikan karang. Tetapi kondisinya stok ikan makin sedikit, tangkapan ikan berkurang dan habitat rusak karena praktek perikanan yang merusak.

Padahal, kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak atau tidak ramah lingkungan merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Adapun bagi pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1,2 miliar.

Berdasarkan hasil kajian selama setahun organisasi lingkungan, Masyarakat Konservasi Satwaliar (WCS) Indonesia dan Yayasan TNC (The Nature Conservancy), bahwa tiga spesies kerapu, seperti Sunu Merah, Sunu Halus, dan Kerapu Macan terindikasi telah ditangkap secara berlebihan (Over Fishing) dan penangkapan merusak (Destructive Fishing.

Pemerintah Kabupaten Sumbawa melalui Dinas Kelautan dan Perikanan harus segera membuat peta kawasan konservasi laut Teluk Saleh dengan memetakkan zona inti, zona pemanfaatan dan zona minapolitan berkelanjutan. Langkah itu bersifat jangka pendek yang diharapkan mampu memperbaiki lingkungan laut dan meningkatkan stok ikan Teluk Saleh.

Selain itu, terpenting partisipasi masyarakat harus dilibatkan bahwa kegiatan pencegahan Destructive Fishing sangat berarti dan penting untuk keberlanjutan hidup di laut Teluk Saleh. Trend Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB dikenal lamban menentukan arah masa depan laut NTB. Padahal, data – data yang diperlukan sangat banyak.

Penetapan zonasi itu sangat penting agar pemanfaatkan kawasan perikanan Teluk Saleh terstruktur sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kasus-kasus Destructive Fishing ini umumnya dipahami sebagai kegiatan penangkapan ikan menggunakan cara-cara yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom, racun, dan setrum.

Sementara, data Front Nelayan Indonesia (FNI) bahwa tahun 2019 ada 37 kapal asing melakukan aksi Destructive Fishing di Teluk Saleh. Kapal-kapal tersebut, masih bebas lakukan penangkapan ikan illegal di Teluk Saleh. Mestinya, Pemerintah Daerah, POLRI, dan TNI Angkatan Laut (AL) melakukan penangkapan dan patroli rutin agar kapal-kapal tersebut tidak masuk lagi. Apalagi cara-cara kegiatan penangkapan ikan dengan cara merusak (Destructive Fishing) sepanjang tahun 2019.

Berdasarkan data hasil investigasi Front Nelayan Indonesia (FNI) bahwa 1 kasus kapal di Lombok Timur, ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Direktorat Jenderal PSDKP dan 4 kapal di Pulau Sumbawa kasus di tangani Penyidik Polri. Dalam hal pengungkapan kasus Destructive Fishing, Penyidik TNI AL pun sangat bisa menangkap kapal – kapal pelaku pengebom ikan di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat.

Mestinya, untuk mengatasi kegiatan Destructive Fishing di Teluk Saleh, harus ada Plan A dan B agar ditahun-tahun mendatang dapat meningkatkan intensitas pengawasan pada area-area yang memiliki kerawanan tinggi di seputar Teluk Saleh. Teluk Saleh itu merupakan lokasi yang telah di identifikasi sangat tinggi Destructive Fishingnya, seperti Lombok dan Sumbawa.

Hal ini, zonasi dan pembentukan lembaga pengawasan merupakan langkah penting untuk terus menjaga kelestarian sumber daya perikanan Teluk Saleh dari dampak besar yang akan ditimbulkan dari kegiatan penangkapan ikan yang merusak.

Masyarakat di Pesisir Teluk Saleh Pulau Sumbawa secara luas, sudah merasakan dampak yang ditimbulkan akibat Destructive Fishing yang tidak kalah dibandingkan dampak akibat Illegal Fishing, contoh: penggunaan bom, potasium, dan racun ikan dengan target ikan-ikan karang mengakibatkan kerusakan dan kematian terumbu karang di sekitarnya.

Selain itu, langkah-langkah pembuatan regulasi kelembagaan pengawasan atau dikenal Satgas Pembernatasan Illegal Fishing yang sifatnya persuasif dan pencegahan juga akan dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. NTB yang bisa bekerja sama dengan pihak-pihak terkait: TNI, POLRI, Organisasi Nelayan dan Tokoh Masyarakat.

Pengembangan sektor Kelautan dan Perikanan Pulau Sumbawa, Teluk Saleh, dewasa ini terhalang rendahnya kualitas leadeship kelautan dan Sumber Daya Manusia Perikanan, teknologi dan keberanian menerabas kevakuman ide dan gagasan pengembangan yang selama ini menjadi momok keterbelakangan.

Mestinya, tugas kepala daerah menghapus segala hambatan tersebut diatas, membuat Peraturan Daerah (Perda) Zonasi dan kebijakan kelembagaan pengawasan Sumber Daya Kelautan.

Berdasarkan hasil penelitian Muhammad Marzuki, I Wayan Nurjaya, Ari Purbayanto, Sugeng Budiharso, Eddi Supriyono di Wilayah Perairan Teluk Saleh, dalam tulisan mereka berjudul “Tinjauan Dimensi Ekonomi Keberlanjutan Pengelolaan Budidaya Laut di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa, bahwa keberlanjutan pada dimensi ekonomi dan memberikan rekomendasi kebijakan pengelolaan budidaya di Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa. Analisis keberlanjutan budidaya laut untuk komoditi rumput laut dan ikan kerapu sistem KJA dilakukan dengan metode Rap-Insus – Seaweed (Rapid Appraisal –Indeks Sustainability of Seaweed) dan Rap-Insus-Grouper (Rapid Appraisal –Indeks Sustainability of Grouper) telah dimodifikasi dari program RAPFISH.

Hasil penelitiannya, menunjukkan bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi ekonomi budidaya rumput laut sebesar “39,74” dan untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA sebesar “31,23”. Nilai tersebut terletak antara 25,00 – 49,9 berarti “Kurang Berkelanjutan”. Nilai indeks dan status keberlanjutan saat ini menunjukkan kondisi ekonomi wilayah perairan tersebut kurang mendukung pengelolaan budidaya laut, sehingga diperlukan intervensi kebijakan melalui pemberian bantuan mudal usaha, pelatihan teknis budidaya dan pengolahan, dan peningkatan kapasitas kelembagaan pemasaran untuk meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan dimensi ekonomi.

Artinya, harus ada evaluasi atas implementasi kebijakan pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa yang menjadikan Teluk Saleh sebagai sentra produksi pengembangan Teluk Saleh. Evaluasi itu sangat diperlukan dalam proses pengelolaan terencana agar wilayah perairan Teluk.Saleh dapat berkelanjutan, sehingga mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan perekonomian daerah secara berkelanjutan.

Tentu dan jelas, kegiatan pembangunan harus dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapitas, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Dimensi ekonomi perikanan Teluk Saleh dapat dijadikan dasar untuk menaikkan status daerah terbelakang menjadi produktif.

Karenanya, diminta kepada semua pihak agar bersama-sama melakukan pengawasan dan menjaga kelestarian sumberdaya Laut Teluk Saleh: ikan, kepiting, terumbu karang, kerang, rumput laut, udang, dan lainnya.

Khususnya berpartisipasi dalam mencegah terjadinya kegiatan Ilegal Fishing dan Destructive Fishing sesuai pengelolaan perikanan berkelanjutan sebagaimana ditetapkan dalam Pergub NTB No 32 tahun 2018. Harapannya, agar potensi kekayaan alam kelautan dan perikanan yang kita miliki dapat terjaga kelestariannya.

Karena Teluk Saleh Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat memiliki potensi pada produksi budidaya laut seperti mutiara, rumput laut, dan keramba yang mengalami peningkatan yang ditandai sekitar 700ribu ton hasil produksi perikanan distribusi pasar perdagangan domestik.[]

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article