UMKM adalah Tulang Punggung Renta Ekonomi Indonesia

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
6 Min Read
- Advertisement -

jfid – Dahulu kala, anggap saja dahulu kala karena hanya bagian kecil dari tumpahan wacana dalam memory kita. Ada sebuah cerita menarik tentang UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang menyebutnya sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia. Sebuah julukan yang memikat dan menyentuh hati. Tapi tahukah Anda, seiring berjalannya waktu, julukan itu ternyata lebih cocok disebut sebagai “Tulang Punggung Renta Ekonomi Indonesia”?

Mari kita jelajahi sejarah singkat tentang UMKM. Mereka, yang dulunya dianggap sebagai pilar ekonomi, telah menjadi kisah abadi dalam hamparan perdagangan. Di bawah langit biru Indonesia, ribuan UMKM telah berdiri tegak dengan gagahnya, siap menghadapi tantangan dari segala penjuru.

Kontribusi yang Dianggap Terhormat

Para tokoh ekonomi dan pejabat pemerintah dengan bangga memuji UMKM sebagai penyelamat ekonomi. Mereka menggemakan bahwa UMKM adalah penyumbang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan memegang andil setidaknya 60% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Ternyata, UMKM memang mampu menciptakan lapangan kerja yang luas, menyerap tenaga kerja hingga jutaan jiwa. Tak bisa dipungkiri, keberadaan UMKM memang membawa harapan dan kesempatan bagi banyak orang untuk mencari nafkah.

Tetapi, tahukah Anda bahwa di balik gemerlap pujian itu, ada banyak wajah penuh kerut yang tak terlihat? UMKM tidak pernah menyembunyikan rintihan mereka. Mereka berjuang dengan segala keterbatasan yang ada, seperti sulitnya akses terhadap permodalan dan perbankan, serta pengetahuan yang terbatas tentang teknologi dan informasi. Tentu saja, itulah ujian sejati bagi punggung yang “terhormat” itu.

Ketidakadilan dalam Berjejaring

Mengapa punggung yang dulu begitu “terhormat” ini kini disebut “renta”? Mari kita mendalami kisahnya. UMKM tampaknya telah ditinggalkan dan terpinggirkan dalam era digital ini. Mereka berjuang sendirian, tak punya tempat dalam jejaring yang besar dan megah. Sedangkan para goliath perusahaan besar dengan jaringan global seperti lalat yang mendekatkan diri dengan cairan manis.

Percayalah, UMKM mengerti bahasa digital. Mereka mencoba beradaptasi dan terus belajar, tapi kenapa begitu sulit bagi mereka untuk bersaing? Para raksasa digital ini memiliki segala sesuatu dengan sekali klik. Mereka menyediakan pasar online yang rapi dan ramah, menawarkan kemudahan dalam bertransaksi, serta penawaran-penawaran menggoda bagi konsumen.

Tetapi, tahukah Anda bahwa dibalik keramaian pasar online, ada bisikan UMKM yang terdengar samar? Mereka berteriak memohon perhatian, memohon untuk diberi tempat dalam pasar digital yang adil. UMKM tak ingin dilupakan, tapi seolah-olah bisnis kecil mereka seperti hantu yang tidak terlihat oleh mata besar yang berkilauan.

Dukungan yang Setengah Hati

Konon, UMKM akan berbunga dengan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah, bank, pelaku usaha besar, akademisi, dan masyarakat, semua bergandengan tangan untuk memajukan UMKM. Tapi benarkah?

Pemerintah, sang penguasa negeri, sering kali menjanjikan dukungan yang gemilang. Program-program khusus dirancang untuk memajukan UMKM, dengan bantuan modal dan berbagai insentif. Tapi tahukah Anda, berapa banyak dari janji-janji indah itu yang benar-benar terealisasi? Teringat akan pepatah lama yang mengatakan “Besar pasak daripada tiang”, di tengah harapan ada kekhawatiran. Apakah ini hanya bualan politik semata, ataukah janji yang akan dihormati dan ditepati?

Pelaku usaha besar, si penguasa industri, berbicara tentang kerjasama yang saling menguntungkan. Mereka membuka pintu lebar-lebar bagi UMKM, meminta mereka untuk bermitra dan mengisi rak-rak mereka dengan produk lokal. Tapi tahukah Anda, seberapa sering UMKM diterima sebagai mitra sejajar? Alih-alih berbagi panggung, mereka sering kali hanya menjadi penonton yang tak diakui.

Masyarakat, sang penentu pasar, memberikan dukungan moral dan sosial. Mereka mengakui kualitas produk lokal dan menyemangati UMKM untuk terus maju. Tapi tahukah Anda, apakah dukungan itu sebanding dengan perilaku mereka sebagai konsumen? Ketika harga murah dari luar negeri bersaing dengan produk lokal, siapakah yang menjadi pilihan?

Kembali ke Titik Awal

Kisah UMKM adalah sebuah petualangan dengan berbagai pahit dan manis. Mereka adalah tulang punggung renta ekonomi Indonesia yang berjuang di tengah gempuran arus globalisasi dan teknologi. Jalan mereka dipenuhi rintangan dan duri yang tak terlihat oleh banyak orang.

Tapi, perlu diingat, UMKM tetaplah pahlawan yang tak pernah menyerah. Mereka adalah wujud nyata dari semangat dan perjuangan. Sangat pantas jika kita memberikan dukungan penuh kepada mereka. UMKM bukan sekadar bisnis, tapi juga kumpulan cerita, mimpi, dan harapan orang-orang di belakangnya.

Jadi, mari kita saling memberi tangan dan berjalan bersama. Berikan UMKM tempat yang layak dalam panggung ekonomi. Kita bisa mengubah cerita mereka, dari tulang punggung renta menjadi tulang punggung berjaya. Karena pada akhirnya, keberhasilan UMKM adalah keberhasilan kita sebagai bangsa.

- Advertisement -
Share This Article