jfid – Gelombang boikot terhadap produk-produk pro Israel atau merek yang terafiliasi dengan negara tersebut semakin meluas di Indonesia.
Aksi ini dipicu oleh kecaman terhadap agresi Israel yang menimbulkan tragedi kemanusiaan di Palestina.
Namun, di balik krisis ini, terdapat peluang bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh produk Israel.
UMKM merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2020, terdapat 64,19 juta UMKM di Indonesia yang menyerap 97 persen tenaga kerja nasional dan berkontribusi 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Namun, UMKM juga menghadapi berbagai tantangan, seperti kesulitan akses pembiayaan, persaingan ketat, rendahnya kualitas produk, dan dampak pandemi Covid-19.
Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri) mengharapkan UMKM bisa memanfaatkan momentum boikot produk Israel untuk meningkatkan penjualan dan kualitas produk mereka.
Ketua Umum Akumandiri Hermawati Setyorinny mengatakan, UMKM harus siap mengambil alih pasar yang ditinggalkan oleh produk Israel, terutama di sektor makanan, minuman, kosmetik, dan perlengkapan bayi.
Dia menambahkan, UMKM juga harus mampu bersaing dengan produk lokal dan impor lainnya yang memiliki standar kualitas tinggi.
Untuk mendukung pengembangan UMKM, pemerintah dan Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan program, seperti alokasi kredit UMKM, bantuan teknis, fasilitas likuiditas, insentif pajak, dan bantuan subsidi.
Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan database UMKM layak dibiayai yang berisi data profil dan usaha UMKM di seluruh Indonesia.
Database ini bertujuan untuk mempermudah bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM.
Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diharapkan UMKM Indonesia bisa tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang mandiri, berdaya saing, dan berkontribusi positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.